Reformasi Birokrasi Program Prioritas Aceh, Menpan : Harus Dikelola Lebih Baik!

oleh

Gubernur Dan Menpan RBBanda Aceh-LintasGayo.co : Gubernur Aceh, dr. H. Zaini Abdullah, menyebutkan, salah satu program prioritas Pemerintah Aceh adalah reformasi birokrasi. Program itu, kata gubernur, menyangkut persoalan mental dan kinerja, yang standar keberhasilannya tidak bisa diukur seperti halnya membangun infrastuktur. “Kami menganggap penguatan birokrasi adalah salah satu kunci pembangunan daerah,” kata gubernur dalam Forum Komunikasi Pemberdayaan Aparatur Negara dan Reformasi Daerah (Forkampanda-RB), di Gedung Serba Sekretariat Daerah Aceh, Senin 21 Maret 2016.

Melalui forum tersebut, Zaini berharap agar pemerintah kabupaten dan provinsi bisa menemukan rumusan yang ideal terkait penguatan tata kelola pemerintahan diAceh. Dengan demikian, kata gubernur, semangat membangun good governance dan clean government di Aceh dapat terlaksana dengan baik.

Dalam beberapa tahun menjalankan program itu, Provinsi Aceh, kata Zaini, banya mengalami perubahan. Pemerintah Aceh bahkan mendapatkan penghargaan dari Komisi Informasi Pusat sebagai yang terbaik dalam hal keterbukaan informasi tingkat nasional. “Itu tandanya pelayanan publik di Aceh sudah semakin baik seiring dengan pembenahan dan perbaikan yang terus kita lakukan,” ujar Gubernur Zaini.

Pemerintah Aceh, kata Zaini, menargetkan tiga hal dari program tersebut. Terwujudnya pemerintah yang bersih serta bebas korupsi. Peningkatan peayanan publik dengan ditandai meningkatnya indeks kepercayaan masyarakat kepada pemerntah serta peningkatan kapasitas dan akuntabilitas kenirja birokrasi. “Dukungan pusat khususnya Menpan sangat kami harapkan,” kata Zaini.

Sementara Menteri Menteri Pemberdayaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi, Prof. Dr. Yuddy Chrisnandi, SE., ME., meminta para pimpinan di lingkungan Pemerintah Aceh dan pemerintah daerah untuk memperbaiki tata kelola birokrasi menjadi lebih baik. Hal itu untuk meningkatkan daya saing Indonesia khususnya Provinsi Aceh sehingga mendapatkan predikat sebagai pemerintah berkelas dunia.

Yuddy menyebutkan perbaikan tata kelola dan reformasi birokrasi merupakan salah satu strategi pembangunan nasional. Pemerintah pusat, kata Yuddy, telah menetapkan tiga sasaran pembangunan nasional di bidang aparatur negara, yaitu birokrasi yang bersih dan akuntabel, birokrasi yang efektif dan efisien, dan birokrasi yang memiliki pelayanan publik yang berkualitas.

“Untuk mewujudkan pemerintahan kelas dunia di Indonesia khususnya Aceh, kita masih butuh kerja keras yang sinergi dan berkelanjutan, khususnya dalam lingkungan birokrasi,” kata Menteri Yuddy.

Masih belum efesiennya sistem birokrasi di Indonesia, dan ditambah dengan berbagai kasus korupsi membuat peringkat Indonesia pada berbagai indeks dunia, kurang membanggakan. Misalnya pada The Global Competitivenes Report 2015-2016, daya saing Indonesia hanya berapa pada peringkat 37 dari 140 negara. Kalah jauh dari Singapura (2) dan Malaysia (18). Sementara indeks persepsi korupsi juga masih rendah. Transparansi Internasional dalam datanya menuliskan, Indonesia berada pada peringkat 88 dari 168 negara.

Karena hal itu, birokrasi berbasis kinerja menjadi target Indonesia dalam jangka waktu tiga tahun, sehingga target untuk mencapai pemerintah yang dinamis bisa tercapai di tahun 2025. Birokrasi berbasis kinerja itu, kata Menteri Yuddy, harus dilakukan dengan orientasi yang berprinsip ekonomis, segala kegiatan haruslah beroutput pada hasil dan semua instansi pemerintah harus menerapkan manajemen system yang berbasis elektronik. “Pemerintah harus berpikir selangkah ke depan dengan berbagai kebijakan yang akan dilahirkan.”

Untuk mewujudkan birokrasi berkelas dunia, Menteri Yuddy meminta setiap aparatur sipil negara memberikan pelayanan public yang efektif yang berkualitas. Persoalan perizinanan pun harus pada satu pintu. “Ciptakan image bahwa mudah memberikan izin,” kata Yuddy.

Aceh, kata Yuddy, punya potensi besar. Sangat disayangkan jika banyak investor yang enggan berivestasi di Aceh hanya karena persoalan perizinan yang terbelit-belit. “Sebesar apa pun sumber daya alam, jangan harap investor akan datang dan pendapatan daerah bertambah.” Jika hal itu terjadi maka indek penambahan rakyat semakin bertambah, tapi tidak dibarengi dengan bertambahnya indeks kesejahteraan.” Kuncinya ada pada tata kelola,” tegasnya. Yuddy meminta, jika ada aturan yang bisa dihilangkan, untuk ditiadakan, asalkan tidak menghilangkan kewajiban.

Standar Akuntabilitas Kerja

Nilai hasil evaluasi akuntabilitas kinerja Provinsi Aceh tahun 2015, mencatat bahwa tujuh kabupaten dan kota di Aceh yang memperoleh peringkat CC, sementara 16 kabupaten memperoleh peringkat C. Peringkat itu menunjukkan masih banyaknya area perbaikan yang harus dilakukan oleh Pemerintah Provinsi. Yuddy meminta, untuk bisa menambal penurunan itu dengan cara melakukan supervisi ke berbagai daerah, dan melihat langsung penyebab penurunan tersebut. “Motor organisasi Pemda ada di Sekda masing-masing daerah. Harus dievaluasi, kenapa bisa turun? Kalau turun berarti kualitas tata kelola pemerintah juga turun? Ini mesti dicari tahu,” ujar Yuddy.

Yuddy meminta pemerintah provinsi membuat standar akuntabilitas kerja. Bagi daerah yang standarnya masih kurang harus bisa untuk ditingkatkan. “Tugas pemerintah provinsi untuk meminta daerah agar termotivisi untuk meningkatkan evaluasi akuntabilitas kinerja. Harus lebih bahyak turun ke lapangan, inspeksi ke lapangan lebih sering,” kata Yuddy mengingatkan.

Menjawab hal itu, gubernur menyebutkan, Pemerintah Aceh akan lebih proaktif lagi. Pihaknya akan bekerja lebih keras, dan turun langsung ke lapangan dan membuat standar akuntabilitas kerja bagi aparatur sipil negara. “Intinya kita lebih intensifkan komunikasi dan akan lebih proaktif lagi.”

(SP | DM)

Comments

comments

No More Posts Available.

No more pages to load.