Mengintip Prestasi Gemilang Dua Penulis Perempuan Milik Gayo

oleh
Anggun Hayati Rahman dan Rismawati (Foto: Supri Ariu | LGco)
Anggun Hayati Rahman dan Rismawati (Foto: Supri Ariu | LGco)
Anggun Hayati Rahman dan Rismawati (Foto: Supri Ariu | LGco)

KEGIATAN lomba menulis secara online yang digelar oleh salah satu tokoh masyarakat Gayo Lues H. Muhammad Amru bekerja sama dengan Media Online LintasGayo.co untuk memperingati HUT Kabupaten Gayo Lues ke 14 tahun baru-baru ini ternyata dianggap membawa manfaat positif. Selain memotivasi masyarakat Tengah Tenggara Aceh untuk menulis, kegiatan ini juga banyak memunculkan penulis Gayo berprestasi yang selama ini luput dari penglihatan masyarakat Gayo itu sendiri.

Sebelumnya, tidak bisa dipungkiri, saat ini jumlah penulis di Gayo dan Gayo Lues khususnya masih sangat jauh dari cukup. Lebih-lebih dari kalangan perempuan. Hingga saat ini, keberadaan penulis perempuan di Gayo Lues masih bisa dihitung dengan jari. Baik yang menulis tentang budaya, sejarah, ekonomi, pendidikan, adat, seni dan banyak lagi. Akibatnya, tidak sedikit masyarakat baik pelajar bahkan mahasiswa yang mulai bingung dengan sejarah daerah mereka. Tidak mengenali tokoh, simpang siur menjelaskan seni budayanya, bahkan kata-kata dalam bahasa Gayo mulai tergerus hilang dibawa era globalisasi saat ini.

Dari sekian banyak peserta dalam lomba “Gayo Lues Menulis”, kedua perempuan yang masing-masing menjadi jawara di kategori Cerpen dan Puisi ini cukup mendapat sorotan dari pembaca. Hebatnya lagi, kedua pemenang ini memiliki hubungan sahabat karib, senior dan junior atau juga seorang Dosen dengan Mahasiswinya. Artinya, selain belajar, peran Dosen asal Blangkejeren, Gayo Lues ini bisa dikatakan telah cukup sukses mendidik mahasiswinya yang merupakan gadis asal Takengon, Aceh Tengah.

Rismawati (Ist)
Rismawati (Ist)

Dosen ini bernama Rismawati. Dilahirkan di Blangkejeren, Gayo Lues, pada 23 Juni 1985 dari ayahanda (alm) Umar Rosda dan Ibunda Hj. Rasunah. Lulus SD Negeri Kampung Jawa (sekarang SDN 5) tahun 1998, SMP Negeri 1 Blangkejeren tahun 2001, dan SMA Negeri 5 Banda Aceh tahun 2004. Setelah itu, tahun 2005 Rismawati melanjutkan studi ke Universitas Syiah Kuala (Unsyiah) dan lulus menjadi sarjana Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan (FKIP), Jurusan Pendidikan Bahasa, Sastra Indonesia, dan Daerah pada tahun 2009. Selanjutnya, pada  Mei 2010, Rismawati mendaftarkan diri sebagai mahasiswa mandiri di Program Pascasarjana, Prodi Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia (PBSI), Unsyiah. Tak hanya itu, pada Mei 2011 atas berbagai kreatifitasnya dan keaktifan mendukung berbagai kreatifitas mahasiswa Rismawati mendapat beasiswa unggulan dari Dikti.

Selama menjadi mahasiswa, Rismawati banyak terlibat dalam kegiatan kesastraan di kampusnya, seperti aktif menulis. Sejak itu pula, demi mengasah kemapuannya dalam bidang sastra, Rismawati akhirnya bergabung dengan komunitas Gemasastrin.

Kegigihan Rismawati hingga melahirkan sejumlah prestasi patut di ancungi jempol. Sejak saat itu, tulisannya banyak dimuat di media online, cetak dan buku. Tidak jarang Rismawati berhasil menjuarai sejumlah perlombaan menulis baik tingkat kampus bahkan provinsi Aceh.

Beberapa tulisannya seperti Tak pernah terjawab dimuat dalam buku kumpulan cerpen, Sepucuk Surat Buat Emak (Gemasastrin Unsyiah, 2008), Himpunan karya tulis Tolong Beri Judul (Seuramo Teumuleh Aceh, 2008), Himpunan cerita rakyat dan Tradisi Tutur Masayarakat Aceh dalam  Hikayatologi Aceh (Aneuk Muling Publishing bekerjasama dengan Kedutaan Besar Belanda dan Sekolah menulis (Do Karim, 2009), menulis naskah drama Episode Penantian dalam buku Antologi Sastra Gemasastrin Lelaki di Gerbang Kampus (Gemasastrin Unsyiah, 2010).

Selain itu, sejak 2007 tulisan Rismawati sudah menghiasi sejumlah harian lokal yang terbit di Aceh, seperti Harian Aceh, dan Serambi Indonesia, yang terbaru adalah di media Pikiran Merdeka. Rismawati pernah menjadi juara I dalam lomba Menulis Surat untuk Rektor, tahun 2009. Selain menulis, Rismawati ternyata juga aktif dalam kegiatan teater yang tergabung dalam komunitas Teater Gemasastrin. Pernah menjadi aktor dalam naskah Catatan Kecil yang mendapat juara II tingkat Provinsi Aceh dalam acara Diwana Cakra Donya bersama komunitas Teater Gemasastrin.

Selepas menamatkan pendidikan S1, tahun 2010, dipercayakan mengasuh mata kuliah umum Bahasa Indonesia, sebagai dosen luar biasa. Sejak tahun ini pula,  Rismawati dipercaya menjadi asisten dosen untuk mata kuliah sastra di Prodi PBSI yang pada akhirnya menambah banyak pengalaman di bidang kesusastraan dan mulai mengajar di beberapa perguruan tinggi swasta di Banda Aceh, Akhir 2012, Rismawati menyelesaikan studi Master PBSI dengan predikat Cumloude dengan kajian tesisnya “Perempuan dalam Cerita Rakyat Gayo”

Di samping terus bergiat dalam kegiatan kesusastraan, penulis fokus mengurus kedua buah hatinya, yaitu Wahib Azziyad Risakota (2,9 thn) dan Zaidan Kenara Risakotta (10 bln). Buah pernikahan dengan Decky R. Risakotta, seorang desain grafis dan layoter di kantor percetakan dan penerbitan Bina Karya Akademika dan kantor berita Berita Merdeka.

Kepada LintasGayo.co, Senin (15/3) Rismawati sore mengaku, menulis bukan hanya sekedar hobi. Menulis menjadi kekuatan melakukan hal-hal positif, berkarya, menginformasikan hal-hal yang bermanfaat bagi orang lain dan tulisan yang dibuat hari ini juga akan menjadi ilmu untuk mempertahankan sejarah di masa depan.

“Saya mengucapkan terimakasih kepada panitia telah menyelenggarakan kegiatan ini. Saya berharap kegiatan ini bisa digelar sesering mungkin untuk meningkatkan kualitas SDM Gayo khususnya Gayo Lues. O ia, saya sarankan, jangan lupa baca juga cerpen saya yang baru dimuat di Serambi Indonesia berjudul Penari Saman Merindu Laut. Salam kreatifitas,” kata Rismawati menutup ceritanya.

Anggun Hayati Rahman (Tengah) saat mewakili menampilkan seni tari dari Provinsi Aceh di Amerika (Ist)
Anggun Hayati Rahman (Tengah) saat menampilkan seni tari dari Provinsi Aceh di Amerika (Ist)

Sementara itu, gadis manis bernama Anggun Hayati Rahman yakni pemenang kategori puisi juga tidak kalah hebat dengan sang sahabat, senior dan gurunya. Anggun sapaan akrab mahasiswi Jurusan PBSI FKIP, Unsyiah ini merupakan mahasiswi yang dikenal aktif dalam kegiatan sastra, sosial dan budaya Gayo baik di lingkungan kampus dan organisasi mahasiswa daerahnya di Banda Aceh.

Selain menulis, gadis kelahiran Takengon, 25 Mei 1994 ini juga kerap diikutsertakan untuk menari baik tari tradisional Gayo dan kreasi di even-even besar di Banda Aceh. Bahkan, Anggun bersama rekannya pernah dipercayakan untuk menampilkan sejumlah tarian di Indonesia untuk mewakili Unsyiah ke beberapa Kota dalam negara dan negara Amerika. Bukan hanya itu, Anggun bersama dua temannya juga pernah mewakili Balai Bahasa Kota Banda Aceh dalam kegiatan debat bahasa Indonesia di Kepulauan Riau.

Selain handal menunjukkan prestasinya di atas panggung, Anggun yang dikenal peramah ini juga memiliki jiwa pemimpin di belakang layar. Tidak jarang, Anggun dipercayakan memimpin kelompoknya. Seperti menjadi koordionator acara pada pagelaran Gayo Art Summit 3, juga pernah menjadi ketua panitia acara seminar Tari Saman di Unsyiah yang kala itu Bupati Gayo Lues turut serta sebagai pemateri.

Anggun merupakan Anak ke tiga dari lima bersaudara pasangan Ayahnya Abd. Rahman dan Ibunya Saiyan.  Anggun tinggal di Blang Kolak II, Bebesen, Aceh Tengah. Tahun 2000-2001 Anggun mengenyam pendidikan di TK Al Qur’an Ruhama, SDN 7 Takengon (2001-2006), SMPN 1 Takengon (2006-2009), SMAN 1 Takengon (2009-2012) dan sekarang menjadi mahasiswi semester 8 di FKIP PBSI UNSYIAH.

Kepada LintasGayo.co, Anggun mengaku sejak kecil bercita-cita menjadi guru. Baginya, guru merupakan tugas yang mulia dan membanggakan. Anggun juga mengaku membaca, ikut dalam kegiatan sosial, dan menulis meski selama ini tulisannya dia kumpulkan di blog pribadi dan sejumlah media online lokal di Aceh.

Namun, meski begitu, sebelumnya Anggun pernah menjuarai menulis artikel tentang kurikulum 2013 yang di adakan Balai Bahasa kota Banda Aceh. Selain, menulis, Anggun mengaku sangat tertarik membaca puisi. Keseriusannya berbuah manis, Anggun pernah menjadi pembaca puisi terbaik di kampusnya dalam acara Suka-suki Prodi PBSI tahun 2014.

Di tempat yang sama, Ketua Panitia Tampan Hawari Amru mengaku bersyukur kegiatan yang menurutnya digelar secara sederhana ini mampu menjadi wadah dan alat untuk memunculkan penulis-penulis berbakat di Gayo.

Panitia Gayo Lues Menulis 2016 saat penyerahan piagam kepada pemenang di Banda Aceh (Foto: Supri Ariu | LGco)
Panitia Gayo Lues Menulis 2016 saat penyerahan piagam kepada pemenang di Banda Aceh (Foto: Supri Ariu | LGco)

Tampan, mahasiswa Ilmu Komunikasi Unsyiah ini juga yakin, masih banyak penulis berbakat di Gayo yang mungkin belum berkesempatan untuk muncul di permukaan dunia sastra Gayo. Tampan berharap, kedepan lebih bayak lagi pihak yang menggelar kegiatan menulis untuk memunculkan penulis-penulis baru. Dengan begitu, lanjut Tampan, tentu masyarakat Gayo yang gemar menulis menjadi lebih termotivasi.

“Kegiatan seperti ini menjadi salah satu penghargaan agar para penulis baik yang sudah senior ataupun pemula lebih merasa dihargai. Sebab, seperti yang kita ketahui, menulis menjadi salah satu hal yang penting dalam membangun, memperkuat dan menjaga sejarah kekayaan kita di tanoh Gayo,” demikian Tampan. (Supri Ariu)

Comments

comments

No More Posts Available.

No more pages to load.