Oleh : Jawahir Syahputra*

KAMPUNG REJE GURU yang terletak berdampingan langsung dengan pusat pasar Simpang Tige Redelong ibukota kabupaten Bener Meriah, salah satu kampung yang memiliki nilai-nilai sejarah yang cukup panjang, jelas dalam sejarahnya pernah berdiri satu kerajaan sebelum kemerdekaan Republik Indonesia.
Dalam wilayah kampung Reje Guru, kita dapat melihat bukti fisik peninggalan sejarah yaitu Umah Pitu Ruang yang dulunya dijadikan sebagai tempat kerajaan serta ditambah lagi masih jelas terlihat tiang bendera didepannya yang sudah berkarat dengan kondisi yang tidak lagi lurus berdiri tegak serta dihiasi dengan pagar yang sudah yang tidak lagi simetris.
Kondisi bukti fisik yang merupakan saksi bisu kerajaan pada masa lalu menggambarkan bagaimana kesederhanaan masyarakat gayo dalam menjalankan fungsi pemerintahan, bahannya terbuat dari kayu tanpa sedikitpun ditopang oleh tembok yang dianggap pada saat ini dapat menjadikan kokoh bangunan tersebut.
Sangat disayangkan ketika bukti sejarah ini tidak dijaga dan dirawat, dengan usia bangunan yang sudah cukup tua, tentu lambat laun bangunan ini akan hilang dan bisa jadi akan direhab kearah yang lebih modern dengan kondisi yang tidak lagi serupa dengan bangunan aslinya.
Pemerintah di semua jajaran dari Pemerintah Bener Meriah hingga pusat memiliki tanggung jawab dalam melindungi cagar budaya yang seharusnya menjadi aset kekayaan cagar budaya Kabupaten Bener Meriah seperti apa yang sudah diatur dalam undang-udang Cagar Budaya No 11 Tahun 2010.
Serta sejarah ini juga dapat menjadi salah satu bukti bahwa masyarakat Gayo bukanlah masyarakat pendatang tapi jelas sebelum kemerdekaan Indonesia Gayo memiliki pusat-pusat kerajaan di berbagai daerah yang ada di Gayo umumnya secara luas.
Nilai-nilai pendidikan sangat banyak ketika sejarah suatu bangsa dapat dipelajari serta didukung dengan berbagai penelitian-penelitian mengenai sistem Pemerintahan yang di anut sebelum kemerdekaan, penulis yakin bahwa nilai-nilai kegayoaan akan menghiasi tatanan pemerintahan hari ini ketika ini bisa diaplikasikan.
Minimal dapat mengadopsi sistem hukum yang ada pada masa itu, sedikitnya dapat menjadi bahan rujukan untuk membentuk lembaga Adat Gayo yang betul-betul berjalan sesuai dengan fungsinya, bukan hanya sekedar formalitas seperti yang ada pada saat ini terbukti terlalu banyak pergeseran nilai-nilai budaya Gayo hari ini.
Jelas seperti semboyan yang disampaikan Bung Karno “Jangan sekali-kali meninggalkan Sejarah Jasmerah”.
*Pengamat sosial budaya, politik, ekonomi dan hukum, Alumni Sekolah Anti Korupsi Aceh, tinggal di Bener Meriah