Ibu…!, Ibu…! dan Ibu…!

oleh
Ilustrasi ibu. (LGco_Khalis)

Oleh. Drs. Jamhuri Ungel, MA[*]

Ilustrasi ibu. (LGco_Khalis)
Ilustrasi ibu. (LGco_Khalis)

Membaca judul di atas kita teringat dengan sebuah hadits Nabi Saw “ketika seorang sahabat bertanya kepada Nabi, kepada siapakah saya harus berbakti, Nabi menjawab kepada ibumu, selanjutnya hai Rasulullah, kepada ibumu, selanjutnya lagi ya Rasulullah kepada ibumu, kemudian ya Rasulullah, Muhammad menjawab kepada bapakmu” hadis ini merupakan isyarat kepada semua ummat Muhammad bahwa berbakti kepada ibu lebih utama namun tidak mengabaikan kebaktian anak kepada bapak.

Tetapi judul itu tidak harus dipahami sebagaimana yang disebutkan dalam hadis Nabi seperti di atas, karena tanda baca yang dimuat dalam tema tersebut adalah panggilan atau jeritan anak yang berharap akan hadir dan dekatnya seorang ibu dalam kehidupan sang anak. Betapa menjeritnya anak yang sudah lama ibu mereka pergi meninggalkannya, anak-anak tinggal dirumah dengan nenek, kakak atau pembantu, anak juga ditinggal ditempat penitipan atau juga di sekolah-sekolah padahal ia belum sampai pada usia wajib belajar, mereka dipaksa harus berpisah dengan ibu mereka sejak berumur masih bayi.

Banyak alasan yang legal bagi seorang ibu untuk meninggalkan anaknya, diantaranya adalah demi untuk memenuhi kebutuhan hidup yang setiap harinya semakin meninggkat. Tidak hanya untuk kebutuhan dapur keluarga tetapi juga kebutuhan pendidikan anak yang sama juga pentingnya dengan kebutuhan terhadap makanan, karena pada zaman sekarang ini tidak mungkin lagi orang tua membuat alasan tidak mampu membiayai hidup dan sekolah anak. Bahkan sekarang ini mereka tidak lagi berbicara pada mampu atau tidaknya menyekolahkan anak, tetapi orang tua sudah berbicara sekolah mana yang lebih bagus  mutunya dan sekolah mana yang mampu membentuk aqidah dan moral anak.

Tidak hanya untuk alasan memenuhi kebutuhan hidup dan pendidikan yang diperlukan oleh anak seorang ibu pergi pagi pulang sore bekerja di luar rumah, tetapi lebih dari itu para ibu sudah terpola dengan pemahaman kalau selama ini apa yang mereka kerjakan di rumah tidak dihargai atau tidak diberi nilai sebagaimana laki-laki yang bekerja di luar rumah. pekerjaan di luar rumah identik dengan materi dan nilai sedangkan pekerjaan di rumah identik dengan pengabdian, karena itu juga Ibu selalu dianggap sebagai orang yang menikmati hasil dari pekerjaan suami dan suami boleh berbuat semaunya kepada isteri mereka. Penghasilan dalam wujud materi dan penghargaan dalam wujud nilai itulah yang sebenarnya mereka cari di luar umah, mereka ingin bekerja seperti laki-laki untuk mendapatkan materi biar pekerjaan mereka mendapat pengakuan dari semua orang kalau mereka sebagai orang perempuan juga bisa bekerja dan mendapatkan hasil dalam bentuk materi sebagaimana kaum laki-laki.

Pekerjaan yang mereka lakukan juga sebenarnya tidak berlawanan dengan Agama, karena dalam sejarah Islam juga juga bisa kita baca kalau Siti Khadidjah isteri Nabi juga orang yang bekerja sebagai pedagang, malah perjuangan Nabi dalam menyebarkan Agama dibantu oleh khadijah, demikian juga dengan Aisyah Isteri Nabi yang juga pernah ikut berperang. Nama perang Jamal diambil dari nama unta yang menjadi kendaraan Aisyah ketika berperang, tetapi juga tidak semua isteri Nabi seperti Khadidjah dan Aisyah yang aktif di luar rumah, ada yang rumah. Jadi tidaklah salah bila perempuan atau para ibu-ibu yang hidup di zaman modern ini aktif di luar rumah sebagai ibu dan tidak juga tidak salah bila mereka memilih aktif di rumah sebagai pekerja dan ibu.

Kita yakini semua kalau apa yang dicontohkan oleh Nabi, para isteri beliau dan para sahabat nabi itu tidak salah, apakah yang memilih aktif di luar rumah atau mereka yang memilih  bekerja di rumah. Yang terpenting adalah tidak melupakan fungsi dan peran di dalam kehidupan berumah tangga, yaitu menciptakan rumah tangga yang bahagia dan disinari rasa kasih dan sayang dan dapat menjadikan rumah sebagai tempat untuk melahirkan dan mebentuk generasi yang bertauhid yang benar dan berakhlaq yang mulia.

Memperhatikan kondisi generasi saat ini dan melihat keadaan anak yang kini beranjak besar, kejahatan terhadap anak seolah tidak pernah berhenti, seakan kejahatan terhadap anak menjadi bacaan yang menarik dan akhirnya mencari kambing hitam dan saling menyalahkan, karena memang kita semua sudah salah. Untuk itu pola pikir yang ada harus direfresh dengan harapam nilai yang ilang dari kehidupan selama ini dapat kembali lagi.

Untuk mengembalikannya kita perlu melihat dari dua sisi paling kurang, pertama : dari sisi perempuan sebagai ibu, apakah sebagai perempuan kita masih tetap menjadi seorang ibu yang diberi nilai oleh Rasulullah dua kali melebihi seorang bapak, atau kita menginginkan nilai yang diberikan Rasulullah (agama ) tidak kita butuhkan lagi. Tidak harus meninggalkan pekerjaan di luar rumah karena memang tuntutan zaman menghendaki ibu juga harus bekerja memenuhi kebutuhan hidup keluarga. Kemudian yang kedua : dari sisi laki-laki sebagai seorang bapak hendaknyalah merubah pola pikir dalam idup ini, artinya tidak harus hasil dari suatu usaha itu berbentuk materi karena nilai suatu materi lebih tinggi dari segunung materi materi itu sendiri. Berilah nilai dari setiap pekerjaan baik pekerjaan yang menghasilkan materi atau juga menghasilkan immateri.

Karena anak-anak sekarang sedang berteriak memanggil ibu…! ibu…! ibu…! dan sekali-sekali terdengar panggilan bapak…!

Semua orang butuh materi dan semua orang bisa mendapatkan materi asal mereka mau dan giat berusaha, dunia sekarang tidak lagi memerlukan kekuatan fisik untuk mendapatkan materi karena semua sudah digerakkan oleh teknologi sebagai hasil dari kemampuan ilmu pengetahuan.  Karena itu hokum juga akan berubah sesuai dengan tuntutan zanam, yang sebelumnya perempuan dianggap sebagai pembantu dari laki-laki kini keduanya saling membantu, pada awalnya hukum wajib terhadap tanggung jawab rumah tangga kini perempuan juga mempunyai kewajiban bertanggung jawab terhadap keluarga dan rumah tangga. Tidak ada lagi kelas diantara laki-laki dan perempuan karena keduanya memiliki kelas yang sama.


[*] Dosen Fakultas Syari’ah dan Hukum UIN Ar-Raniry dan Dosen Pendidikan Agama di Prodi Gizi Poltikes Aceh

Comments

comments

No More Posts Available.

No more pages to load.