[Cerpen] Metafora Asmara Bercinta Dengan Alam

oleh

Oleh Ila Namsu*

PERCINTAAN dua insan lawan jenis berawal, hingga berlanjut menuju klimaks. Disinilah puncak kenikmatan dari perjuangan cinta biasa kita dapat.

Sejak dulu aku adalah seorang pencari jati diri, petualang spiritual hingga berkelana ke beberapa puncak gunung dan bukit. Menjadi kebahagian tersendiri sebagai seorang pecinta alam, ada semacam kepuasan tersendiri disetiap puncak yang kugapai.

Begitu sedikit cerita tentangku, lalu aku mendengar cerita dari dia tentang neneknya dan seorang guru dalam hidupnya, banyak kegagalan yang ia jumpai hingga mengantarkan dia pada keyakinan ini. Keyakinan bahwa uang bukanlah sumber atau syarat seatu kebahagian, berbuat dan berpikir sebagai manusia tidak sama dengan binatang, Walau kita sama-sama perlu makan, mencari makan bukan satu-satu alasan untuk hidup. Lalu aku berpikir ini semacam aliran anti terhadap materi atau semacan gaya hidup anti kemapanan, tapi kebersamaan ini bukan hanya semacan kebersamaan ideologi para pecinta alam, tapi lebih jauh dari sekedar itu. Banyak informasi yang tak aku dapat dari buku atau nara sumber lain tentang peradapan, garis darah keturunan ku di masa lalu yang jauh lebih arif terhadap lingkungan.

Ada banyak hal yang aku pelajari dan aku lakukan, bermacam kegiatan mulai dari mapala, organisasai dan banyak komunitas pecinta dan pelestari lingkungan. Kampanye sadar lingkungan, tanam berjuta pohon, hingga mebedah bermacam teori para ahli tentang cara mempertahan kelangsungan suatu kawasan ekosistim. Hanya sebuah bualan semacam rayuan gombal dalam bercinta walau mustahil tapi biasanya kita sangat menikmati sanjungan/ pujian. Terisolasi tampat sebuah akses informasi apa lagi pasangan hidup yang setia memberi dan menerima, adalah sebuah siksaan batin yang tak terhingga.

Aku teringat tentang seorang wanita yang hampir kuanggap sosok setia dalam bercinta. Kusendiri di beskem ketika itu, salah seorang teman wafat maka robongan mahasiswa pergi dan diputuskan aku sendiri tinggal di beskem menjaga peralatan. Menjelang makan siang ia datang tanpa aku duga berkata

“Boleh masuk,? sudah makan siang,? Ini aku bawakan sepiring nasi dengan lauk terpisah untuk makan siangmu, bapak potong ayam untuk kamu “.

Aku diam dan khawatir ia masuk menghampiri ku seorang diri di dalam rumah yang sepi, akirnya ia menyuapi ku makan, aku masih diam dengan buku yang aku baca sambil memakan yang ia suap ke mulut ku dengan sendok tanpa basa basi. Belum selsai makan, ia memelukku dan aku masih diam. Lalu ia memegang tanganku dengan erat sekali hingga membangkitkan gairah dan semangatku, tanpa halangan yang bearti ciumanku menyentuh bibirnya dan aku bahagia sekali bersama seorang yang kuanggap juga melakukan di atas kekuatan cinta.

Belum sampai satu menit ia gelisah dan menghentikan aktifitas kenikmatan semacam di surga, karena di tubuhnya ada semut kecil yang mengigit. Aku kecewa sebelum ia merasakan gigitan semut itu aku sudah merasakan gigitanya. Aku berkata

“Kenapa kenikmatan yang kita rasakan tak mampu mengalahkan rasa sakit gigitan semut itu pada hal aku di gigit juga” aku perotes. Ia menangkap raut wajahku yang kecewa lalu ia berusaha dan memaksa untuk memulai lagi.

“Aku tidak bisa lagi, tadi aku tidak berpikir kita akan melakukan ini walau ikrar cinta sudah pernah kita lakukan”,  tapi aku tadi percaya kekuatan cintalah yang mendasarinya, tapi kalah oleh sakit gigitan semut.

Indah, hangat dan bahagia pasti kita rasakan hingga berakhir kecewa, dulu aku sangat semangat dan getol diskusi, bicara tentang lingkungan bersuara dengan lantang melawan kebijakan pemegang otoritas yang merusak lingkungan. Bahkan melakukan beragam kegiatan untuk memperbaiki alam ini dengan beragam komunitas organisasi para pecinta alam. Kuliah tamat, Mapala tinggal, struktur organisasi dirombak regenerisasi di lakukan, kegiatan selesai perojek siap dan berakhir.

Semua aktivitas berawal dan pasti berakhir dengan waktu yang pasti. Sementara alam dan lingkungan ini adalah cinta kita. Cinta yang tak mungkin berakir apapun alasannya. Walau sendiri tanpa kawan cinta kepada alam ini harus juga ada, walaupun kita kesepian tanpa sebuah komonitas, akhirnya kepuasan masa lalu itu tak mampu memberikan puncak kepuasan yang hakiki.

Seperti wanitaku dulu, aku sangat mencintainya, lalu menciumnya dan harus berakhir karena ia gelisah membuatku tak nyaman, ternyata ia hanya pura-pura bercinta.

Saat wartawan itu wawancara dan bertanya kepadaku apa alasan mu,? kamu akrap dan bersimpati kepada dia, lalu aku menjawab;

 “Karna dialah, aku mau dan betah tinggal di sini, dia adalah orang langka, dialah satu-satunya informan yang mampu memberikan informasi tentang masa lalu bagaimana kearifan lokal nenek moyang yang lebih akrab dan bijak menjaga keseimbangan alam” , beragam teradisi yang dilakukan bukti mereka lebih manusiawi menjaga alam dari pada manusia modren yang lebih pintar.

Lalu ia bercerita tentang banyak hal.
Tidak sembarangan menebang kayu di hutan, mengambil ikan di sungai. Sungai adalah sumber kehidupan ngak boleh disetrum, diracun dan dibom. Karena hanya orang tertentulah yang bisa memiliki itu. Hanya orang miskin seperti para janda jompo, anak yatim yang miskin.

Nenek renta tua itu hanya mengais di balik bebatuan sungai mencari ikan yang kecil demi makan sehari-hari, anak yatim itu juga hanya memancing dengan sebatang bambu kecil demi sesuap nasi, apakah kita harus diam melihat mereka merusak sungai sesuka hatinya. Seperti itulah ia bercerita kepadaku hingga tak sadar air mata keluar tanpa disengaja. Ajaran agama apapun pasti memerintahkan untuk menjaga keseimbangan alam tidak hanya sekedar amalan spiritual saja, ia menambahkan.

Ada sistim yang komplit mengatur segala kebijakan dan kebiasaan pada nenek moyang kita hingga menyatu dengan alam. Seperti istilah pawang hutan, pawang ngaro, resam berempus, yang mengatur tatacara pengunaan hutan, dan banyak istilah, jabatan orang tertentu zaman dahulu lainya yang mengantur sistim masyarakat kawasan ekosistim ini.

Ceritamu begitu mempesona hingga membawa aku terbang ke alam zaman dahulu kala. begitu komflit dan sempurna hingga sangat terasa lebih bercinta dengan alam tanpa ada yang merasa tersakiti, alam memberikan apa yang kita inginkan dan kita selalu menjaga alam. Tidak seperti wanitaku dahulu, saat ia mengajakku bercinta, dan saat aku mulai bergairah ia tergangu dan mengangu seleraku.

Juga tidak seperti beragam teori yang pernah aku pelajari, hanya sebuah program untuk sebuah proyek pelestarian alam dengan beragam angaran, tapi tetap melahirkan polusi dan asap untuk manusia. Jika konsfirasi adalah bagian dari cara untuk mendapakan sebuah tujuan, jika persahabatan syarat dalam membangun keakrapan. Maka bersamamu adalah suatu kekuatan yang seutuhnya, engkau tidak hanya sebatas teman seideologi, tapi melebihi segalanya.

Begitulah engkau di mataku, sosok yang ideal dalam perjuangan ini.

Saat wanitaku terdahulu tidak mampu bercinta denganku hingga ketitik puncak kenikmatan, saat itu aku berpikir siapakah wanita yang mau bercinta denganku di atas kenikmatan cinta. Siapakah wanitaku, gadis mana, siapa namanya, berjilbabkah dia, atau telanjang leher dan dagunya bisa di lihat oleh siapapun, hingga mata melihat,  hati ku terpesona, bukan hanya hatimu ingin kupeluk tapi seluruh tubuhmu ingin aku peluk dan ku jamah setiap lekuk keindahan yang ada.

Akhirnya aku menemukan wanita itu, yang begitu mapan dalam materi, sederhana dalam paras penampilannya. Bercerita bersamanya membuatku sangat bahagia mungkin sepanjang hidup ini aku mampu mendengar cerita dan bercerita untuknya seorang tidak akan pernah bosan, karna kuanggap saat bersamanya kurasa kami telah berada di atas cinta. Apalagi bercinta bersamanya, hanya kami berdua bebas melakukan apapun tanpa ada yang mengangu. Jangankan gigitan semut, gempa bumipun terjadi ketika itu kami sedang perpelukan erat sekali, walaupun gempa teguran Tuhan terasa kami tidak peduli dan terus menyelsaikan percintaan dalam pelukan jauh lebih nikmat daripada merasa tergangu oleh gempa gesekan bumi.

Tidak tau berapa kali puncak kenikmatan terasa malan itu tapi pelukan kami masih erat setelah tidur yang dibangunkan oleh mentari.[SY]

*Ila Namsu adalah warga Kecamatan Pining, Kabupaten Gayo Lues. Walau di daerah nya jaringan seluler cukup susah, keinginan menulisnya patut di acungi jempol. Karya Cerpen Metafora Asmara Bercinta Dengan Alam merupakan karya perdananya yang diterbitkan di LintasGayo.co.

Comments

comments

No More Posts Available.

No more pages to load.