Berprofesi dengan Potensi Diri

oleh

Oleh: Drs. Jamhuri Ungel, MA

Potensi Dasar

Jamhuri
Jamhuri

Teringat kepada hadis Nabi bahwa semua orang yang dilahirkan ke dunia ini dalam keadaan fitrah (كل مولود يولد على الفطرة ), arti dari kata fitrah ini sangat luas dan semua arti yang disematkan kepada kata fitrah ini adalah benar. Ada yang mengartikannya dengan suci tanpa noda dan dosa, ada juga yang mengartikannya dengan memiliki potensi. Arti suci tanpa noda dan dosa memberi makna kalau anak yang dilahirkan tidak ada yang melekat pada diri anak tersebut berupa keburukan dan kejahatan, baik yang berasal dari diri anak tersebut ataupun yang berasal dari orang tua dan lingkungan anak dimana anak itu dilahairkan. Dalam pengertian kedua bisa dipahami kalau anak yang dilahirkan mempunyai potensi atau daya di dalam dirinya, yang potensi dan daya ini bisa dikembangkan oleh orang tua dan lingkungan dimana anak itu dilahirkan.

Agama melalui hadis Nabi menyebutkan bahwa potensi seorang anak pertama sekali sangat dipengaruhi oleh orang atau lingkungan yang terdekat dengan anak tersebut, dalam hal ini hadis menyebutnya dengan orang tua (ayah atau ibu). Karena ucapan atau penuturan orang tualah yang pertama sekali didengar oleh anak, prilaku dan contoh yang pertama sekali ditiru adalah prilaku orang tua, makanan yang baik dan sesuai dengan kebutuhan fisik anak pertama sekali didapat anak dari orang tua. Karna itu Nabi mengingatkan kalau potensi atau daya yang ada pada diri anak sudah seharusnya orang tualah yang pertama sekai harus mengetahuinya.

Fondasi keislaman yang belum kuat pada masa Nabi, membuat Nabi khawatir tentang lemahnya keagamaan anak-anak yang lahir dari orang tua yang muslim sehingga Nabi menyebutkan bahwa semua potensi yang dimiliki anak termasuk agama bisa saja berpindah dari seharusnya fitrah dengan kebaikan menjadi fitrah kepada keburukan dan yang pada dasarnya fitrah kepada agama Islam bisa beralih dan masuk kedalam agama yang bukan Islam (Yahudi dan Nasrani). Dalam kontek keagamaan sebenarnya bukan hanya menjadi orang yang beragama Yahudi dan Nasrani (agama samawi) anak yang dilahirkan tetapi juga bisa ke dalam semua agama yang ada sekarang termasuk agama ardhi (agama yang dibuat oleh manusia) yang bertujuan memelihara kehidupan manusia untuk mencapai tujuan hidup mereka.

Potensi Pengembangan

Tidak banyak permasalahan ketika kita berbicara tentang potensi dasar sebagaimana yang telah disebutkan karena kita ini dilahirkan dari orang tua yang muslim dan dilingkungan yang muslim juga, sehingga sampai saat sekarang ini kita tidak tau kebenaran dan kesalahan agama samawi selain Islam dan juga kebenaran agama ardhi, yang jelas kita yakin dengan agama Islam yang kita anut dan kita tidak akan mau bila diajak pindah kepada agama lain walau dengan alasan apapun.

Dasar Kekhawatiran Nabi terhadap agama seorang anak karena masa Nabi adalah masa awal pergantian agama samawi dari nasrani dan yahudi menjadi Islam sebagai keyakinan sehingga Nabi memberi contoh tentang agama, bukan berarti potensi yang lain selain agama tidak penting, tetapi hadis ini lebih menunjukkan kepada prioritas penting dalam kehidupan berdasarkan kebutuhan hidupan manusia. Pentingnya prioritas lain dibuktikan oleh adanya hadis-hadis lain yang berbicara tentang bagaimana pentingnya mengajar anak dalam menuju kreatifitas hidup dengan isyarat belajar memanah, manunggang kuda dan berenang.

Dalam perjalanan penggalian potensi yang dikembangkan sejak manusia itu dilahirkan, maka pengaruh kemampuan orang tua, kerabat dekat dan lingkungan sangat menentukan arah potensi masa depan seseorang. Ada yang berusaha menggali dan mengembangkan potensi keberagamaan yang ada dalam diri sehingga ia menjadi ahli dan paham dalam bidang agama, ada juga yang berusaha menggali dan mendalami potensi diri dalam bidang science akhirnya ia menjadi orang yang paham di bidang science, dan ada juga yang selalu menekuni bidang social dan ia akan menjadi panutan dalam bidang tersebut. Demikian juga dengan bidang-bidang lain.

Bila kita berpedoman kepada apa yang pernah dikatakan olehNabi sebagaimana dibahas di atas, maka agama dalam makna keyakinan merupakan potensi dasar yang harus dimiliki oleh semua orang, sedangkan potensi lain merupakan pilihan yang sangat ditentukan oleh kemampuan diri, orang terdekat dan lingkungan dalam memilihnya dan sangat jarang yang mempu mengembangkan potensi yang dimiliki secara seimbang, karena itu Nabi juga mengatakan “bila satu urusan atau pekerjaan diserahkan kepada yang bukan ahlinya maka tunggulah kehancurannya”

Rambahan Potensi

Keyakinan terhadap Tuhan merupakan potensi dasar yang dimiliki oleh semua orang sehingga potensi-potensi yang berhubungan dengan keagamaan dipahami sebagai potensi dasar juga dan dimiliki sama oleh semua orang, padahal potensi dasar yang sebenarnya adalah keyakinan terhadap Tuhan. Kemampuan memahami syari’at berbeda untuk semua orang sama halnya perbedaan orang-orang dalam memahami semua ilmu, seperti pertaniah, hukum, teknik dan lain-lain.

Karena itu tidak salah bila ada orang mengaku dirinya ahli dalam bidang agama, bidang hukum, bidang teknik, bidang pertanian dan lain-lain. Dan sangat salah bila ada orang yang ahli dalam bidang agama menganggap dirinya lebih ahli dalam bidang pertanian dibanding dengan mereka yang paham dalam bidang pertanian, dan orang pertanian menganggap diri lebih paham dalam bidang hukum disbanding dengan sarjana hukum dan juga yang ahli teknik menganggap diri lebih mengerti dalam bidang agama dibanding dengan mereka yang sarjana agama.

Perambahan potensi inilah yang terjadi saat ini ketika sesorang ingin menjadi penguasa atau juga ketika sudah berkuasa, akibatnya kepercayaan kepada orang lain semakin lama semakin berkurang dan memunculkan ego yang berlebihan. Hal ini sudah diprediksi oleh Nabi Muhammad dengan hadisnya, “bila satu urusan diserahkan kepada orang yang bukan ahlinya maka tunggulah masa kehancurannya”

Prediksi Agama melalui ungkapan Nabi Muhammad ini dapat kita lihat dalam pengelolaan pemerintahan sekarang ini, banyak para pemimpin yang berpahaman kalau semua orang mampu melakukan semua pekerjaan dan tidak salah bila menyerahkan pekerjaan kepada mereka yang tidak ahli, ditambah lagi dengan pemahaman kalau pemimpin hanyalah sebagai orang yang memenej pekerjaan dan bukan orang yang melaksanakan pekerjaan. Akhirnya apa yang menjadi tujuan utama dari sebuah lembaga tidak pernah tercapai dengan maksimal.

*Dosen Fakultas Syari’ah UIN Ar-Raniry Banda Aceh

Comments

comments

No More Posts Available.

No more pages to load.