SURAT terbuka Bupati Bener Meriah Ir. Ruslan Abdul Gani, Dipl. SE yang dikirim langsung kepada media online LintasGayo.co pada 13 Agustus 2015 lalu, pasca ditetapkan sebagai tersangka dalam kasus dugaan korupsi Proyek Pengembangan Kawasan Perdagangan Bebas dan Pelabuhan Bebas Sabang tahun anggaran 2011, punya sinyal kuat bahwa di Bener Meriah masih tersimpan banyak masalah.
Pasca surat itu, pada 21 Agustus 2015, siang bolong pukul 12:00 WIB, Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menggeledah ruang kerja dan rumah dinas bupati Bener Meriah di Simpang Tiga Redelong, Kecamatan Bukit. Namun hasilnya tidak diketahui, walau kemudian media massa menyebutkan KPK membawa hasil “kosong”.
Saya adalah satu diantara ribuan masyarakat yang masih bertanya-tanya soal penetapan Ruslan sebagai tersangka, dan parahnya, pertanyaan yang bergelora masih saja tersimpan, soalnya penggeledahan ruang kerja Bupati terbilang janggal lantaran masalahnya ada di Sabang, bukan di Bener Meriah. Begitupun penggeledahan rumah dinas bupati di Bener Meriah, seharusnya dimulai dari kediaman Ruslan di Banda Aceh.
Namun begitu, KPK patut kita apresiasi dalam menjalankan tugasnya sebagai pemberantasan korupsi di Indonesia. Dan tentu, setiap proses ada tujuannya, dan setiap harus menghasilkan.
Jika dikaitkan dengan surat terbuka sang Bupati untuk masyarakat Bener Meriah, tentu masalah ini menjadi menarik. Apakah penggeledahan ruang kerja Bupati sangat terkait dengan beberapa persoalan Bener Meriah yang belum selesai, termasuk beberapa masalah yang mungkin masih dibidik KPK dan untuk mendapatkan “sesuatu” yang bisa menjadi bukti persoalan yang tidak terkait “sabang”, termasuk masalah lama yang barangkali belum terkuak.
Relevansi dari penggerebekan ruang kerja Bupati Bener Meriah masih dalam tanda tanya besar, dan tentu, tampaknya “tarian” KPK untuk mengembangkan bukti-bukti baru akan melebar, dan bisa saja berhenti di masalah yang berbeda dan kailnya mengena ke “ikan” besar di Bener Meriah.
Saya yakin, kasus ini sekaligus telah menganiaya bupati Bener Meriah Ruslan Abdul Gani yang harusnya sebagai “urang Gayo” tetap kita jaga, lantaran kasusnya bukan berbentuk pengkhianatan. Kasusnya berada di Sabang, kasus yang memang melibatkan banyak pihak, sebab anggaran BPKS termasuk anggaran yang besar diterima Sabang dari pusat.
Saya melihat Ruslan tetap sebagai sosok yang membanggakan. Tidak banyak orang Gayo seperti dia, terbilang sukses ketika mengurusi pembangunan rumah bantuan Tsunami di lembaga Badan Rehabilitasi dan Rekonstruksi (BRR) Aceh-Nias beberapa tahun lalu, dan yang paling penting keberadaannya di Bener Meriah dalam rangka membangun daerah secara Islami, serta menguatkan pembangunan yang berbasis Islami.
Dan tentu menjadi tersangka KPK akan berdampak pada Pilkada 2017 mendatang yang keberadaan Ruslan masih sangat diperhitungkan. Kita patut prihatin dengan kondisi politik di Bener Meriah yang notabene sangat tidak mencerminkan etika, menghujat, dan memojokan Ruslan. Padahal, Ruslan masih menjabat posisi Bupati, hingga sampai akhirnya pengadilan tipikor memberi putusan hukum padanya, dan sekarang kita tinggal menunggu hasilnya.
Dalam rentang waktu itu, tidakkah sebaiknya kita tetap menghargainya sebagai orang nomor satu di daerah dan mari tetap kita jaga norma-norma Gayo yang tinggi, tetap bersolidaritas kendati pahit. Sebab Ruslan adalah putra Gayo.
Kasihan Ruslan, belum selesai bekerja harus tersandung dengan masalah tahun 2011 yang notabene juga bukan peristiwa Bener Meriah, kecuali akhirnya sosok Ruslan tersandung kasus hukum, yang mau tidak mau terganggunya proses kepemimpinan di Bener Meriah. Untuk itu semua, sebagai masyarakat mari kita serahkan semua pada proses hukum yang berjalan, dan kita kembali bahu membahu dalam proses pembangunan Bener Meriah kedepan.[]
*Penulis adalah Redaktur Pelaksana Media Online dan Tabloid LINTASGAYO.co.