Khairul Bahri, Cermin Potensi Atlet Karate Tanoh Gayo

oleh

Oleh : Danatrifari*

Khairul BahriKhairul Bahri, atlet karate muda asal Gayo kabupaten Aceh Tengah yang telah mengukir prestasi gemilang dikancah nasional dan internasional. Sosoknya sederhana terkadang mengaburkan kemampuan bela diri yang ia miliki. Pemuda kelahiran Takengon, 8 agustus 1990 adalah putra pertama dari empat bersaudara buah hati pasangan Hasan Basri dan Sri Maryati. Adik laki-lakinya bernama Alhuda, mahasiswa aktif disalah satu universitas Aceh Tengah, sementara adik perempuannya Setie Kunantin atau akrab dipanggil Tie sedang menempuh pendidikan SMK Negeri 1 Takengon dan Mampat Aramiko yang terdaftar sebagai siswa SD Negeri 7 Takengon merupakan adik bungsunya.

Bermula dari ajakan sang ayah, Khairul Bahri mengikuti latihan karate dengan salah satu pelatih karate terbaik di Aceh Tengah, T. Iskandar Muda. Pelatih pertama sekaligus motivator yang mengenalkannya pada dunia karate. Awalnya mengikuti latihan hanya karena ajakan dan alasan pertahanan diri, jelasnya. Namun, seiring waktu bakat karate yang ia miliki mengantarkannya mengikuti Kejurda (Kejuaraan Daerah) pada tahun 2002, mewakili Aceh Tengah kategori Dua Beregu KATA di Banda Aceh. Saat itu ia duduk di kelas 1 SMP Negeri 2 Takengon. Kejuaraan pertama inilah yang membuka jalannya untuk mengikuti kejuaraan lain, menjadi atlet berprestasi.

Latihan yang ia jalani sejak kelas 6 SD, di Gentala sebagai pusat pelatihan olahragakota Tekengon memberinya kesempatan membawa nama atlet karate diberbagai turnamen selanjutnya. Pada tahun 2004, Khairul Bahri mendapat tawaran dari salah satu instansi pendidikanPPLP (Pusat Pendidikan Latihan Pelajar) Banda Aceh. Tawaran melanjutkan jenjang pendidikan di SMA 9 Banda Aceh, dengan jaminan beasiswa penuh. Ketentuan lain yang harus ia jalani adalah mengikuti pertandingan seleksi seluruh Aceh. Saat itu ia mendapatkan medali emas, sekaligus mengantarkannya sebagai salah satu penerima beasiswa penuh dan resmi bergabung sebagai binaan PPLP Aceh.

Sebelumnya beberapa medali telah ia kantongi, prestasi yang telah ia perolehtersebut serta tahapan seleksi menjadi tolak ukur kelulusannya untuk mendapatkan beasiswa penuh sebagai atlet pelajar. Pada tahun 2003 beberapa kali ia mengikuti kejuaraan bergengsi seperti mewakili Aceh Tengah ia membawa pulang medali perak pada kejuaraan Piala Walikota Banda Aceh. Mendapatkan medali perunggu Kejurnas InkanasBandung mewakili kontingen Aceh. Medali perak juga dipersembahkan pada kontingen Aceh saat mengikuti Kejurwil Inkanas di Medan dan kejuaraan Piala Mendagri (2004) di kota kembang Bandung.

Mendapat pelatihan yang lebih intensif dan fasilitas memadaimembuatnya lebih termotivasi. Kejuaraan antar daerah, nasional dan internasional ia ikuti dan membuahkan hasil. Jajaran medali telah ia kantongi seperti medali perunggu yang ia peroleh dari Kejurnas Inkanas Bandung (2005) mewakili Inkanas Aceh. Medali perunggu lainnya di kejuaraan Piala Gubernur Jombang pada tahun 2005 mewakili Aceh dan Kejurnas Inkanas Jakarta ditahun 2010 kontingen Aceh. Namanya juga telah tercatat sebagai atlet yang membawa pulang beberapa medali emas seperti di turnamen UNY CUP Jogjakarta di tahun 2006 membawa nama PPLP Aceh,PORVROP mewakili kontingen Bener Meriah di Bireuen (2010), Pomda tahun 2011 dan 2013 di Banda Aceh serta ditahun 2014 ia mengikuti PORA (Pekan Olahraga Aceh) di Idie mewakili kontingen Banda Aceh.

Prestasinya semakin teruji dan dibuktikan dengan kejuaraan internasional yang juga pernah ia ikuti. Pemegang medali perak dikejuaraan Teluk Dangan (Internasional Malaysia), yang ia persembahkan untuk kontingen Aceh pada tahun 2008 saat ia berada di kelas 3 SMA. Di tahun yang sama ia juga mengikuti MILO Open Internasional Malaysia, membawa nama kontingen Indonesia. Prestasi dan menjadi juara mendorongnya kembali menyabet medali emas setelah mengalahkan tuan rumah Malaysia pada tahun 2009 turnamen internasional ASIAN KOI mewakili Indonesia di Malaysia. “Rasa haru, bangga karena bisa meraih medali emas serta mengibarkan bendera merah putih dan mendengar lagu kebangsaan Indonesia Raya berkumandang dinegara tetangga adalah bonus lain bagi para atlet,” ungkap Khairul Bahri.

Tahun 2012, karena alasan pribadi ia sempat down dan berpikir tidak melanjutkan menjadi atlet. Ia tetap berlatih tapi tidak mengikuti pertandingan apapun setahun penuh.Dukungan dan dorongan semangat dari sang pelatih dan teman-teman sesama atletlah yang perlahan membawa dampak positif selain karena rasa kekeluargaan yang ia dapatkan kehadiran mereka serta merta membangkitkan keinginannya meraih prestasi lebih.

Walaupun tidak semudah membalikkan telapak tangan paparnya, untuk kembali mengangkat medali di berbagai turnamen, ia kembali menjalani proses mengukir karirnya diawal tahun 2013. Membangun jiwa kompetitif yang hampir ia kubur sebelumnya.Sekali lagi ia membuktikan kemampuannya, setelah sekian bulan meninggalkan turnamen, dari hasil POMNAS Jogjakarta 2013 ia mendapat beasiswa untuk memasuki perguruan tinggi. Tanggungan penuh selama ia menempuh masa kuliah.

“Menjadikan atlet karate atau atlet olahraga lain, sebenarnya membuka peluang lebih untuk generasi muda yang hidup dalam keluarga sederhana atau tidak mampu, memiliki kesempatan meraih jenjang pendidikan yang lebih tinggi. Seperti mendapatkan beasiswa atau royalti atlet yang bisa dimanfaatkan untuk keperluan pendidikan. Terlebih lagi jika menjadi atlet, kita bisa mengembangkan bakat atau kegemaran kita dalam bidang olahraga. Walaupun hidup sederhana kita bisa menjadi sosok yang optimis. Tidak ada yang tidak mungkin, semua orang dengan tingkat ekonomi rendah sekalipun bisa berkarya asal ada kemauan,” kata Khairul Bahri.

Khairul Bahri atau ereol panggilan kecilnya dalam keluarga adalah mahasiswa aktif di Universitas Serambi Mekah Banda Aceh jurusan Penjaskes. Kesibukan mahasiswa tidak serta merta menariknya dari dunia turnamen, saat ini ia sedang mempersiapakan fisik dan latihan rutin. Melakukan persiapan PRAPON, oktober mendatang di kota Medan serta kejuaraan POMNAS (Pekan Olahraga Mahasiswa Nasional) dibulan November tahun ini. Dibawah asuhan sang pelatih, sensei Hari Parulian Siregar dan Bungsu Amelia Sopia (pelatihnya di PPLP Aceh sejak 2005-2014),berharap dikejuaraan yang akan ia ikuti nanti mendapatkan hasil yang baik sekaligus mengantarkannya menjadi atlet karate yang diikut sertakan dalam kejuaraan PON mendatang.

Selain karena ingin berprestasi dan mengembangkan bakatnya, Khairul Bahri juga ingin meringankan beban orangtua dari gaji atau bonus atlet yang telah ia kantongi. Ayahnya adalah seorang pekerja wiraswasta untuk memenuhi kebutuhan keluarga, dan ibu rumah tangga menjadi profesi mulia yang sehari-hari ditekuni sang ibu. Hidup sederhana tidak membuat Kairul Bahri berkecil hati dengan potensinya dimasa mendatang. Dengan perencanaan yang telah lama ia susun, setelah pensiun sebagai atlet karate ia memiliki harapan bisa melanjutkan ke jenjang pendidikan S2 serta kembali mengabdi ditanah gayo, Aceh Tengah. Sebagai putra daerah, ia ingin menjadi pelatih karate dan menjalani karirnya kelak ditanah kelahirannya ini.

“Saya ingin menjadi pelatih karate jika memungkinkan kembali ke Takengon, karena punya keinginan harus ada murid yang melebihi kita. Saya berharap akanada atlet muda, generasi karate selanjutnya yang melampaui apa yang telah saya raih. Untuk saat ini hampir tidak ada generasi karate dari daerah kita yang muncul diberbagai turnamen”, ungkapnya.

Terkait regenerasi atlet daerah khususnya Aceh Tengah, berkaitan langsung dengan respon pemerintah dan perhatian daerah terhadap kondisi atlet-atlet serta fasilitas latihan yang kurang memadai.Hal ini berdampak pada kurang berminatnya generasi yang memiliki bakat dalam berbagai bidang olahraga untuk menekuni dunia atlet secara profesional. Sepatutnya menjadi harapan bersama sebuah penghargaan atau perhatian yang lebih hangat seharusnya menjadi salah satu wujud rasa terima kasih pada atlet daerah, generasi gayo yang telah membawa nama daerah diberbagai kejuaraan daerah maupun di turnamen tingkat nasional. [DM]

Comments

comments

No More Posts Available.

No more pages to load.