Tata Kelola CSR di Indonesia

oleh

Oleh : Sabela Gayo*

Sabela-GayoSejak diberlakukannya UU No.40/2007 yang memuat ketentuan mengenai kewajiban hukum pelaksanaan CSR bagi perusahaan yang bergerak di bidang sumber daya alam maka terjadi pro-kontra antara pemerintah, perusahaan dan LSM. Pemerintah dan perusahaan satu suara untuk menolak kebijakan penerapan CSR sebagai kewajiban hukum karena hal tersebut dapat membebani biaya operasional perusahaan, menurunkan produktifitas perusahaan dan menurunkan minat investasi di Indonesia. Walaupun demikian, ada juga perusahaan-perusahaan minyak dan gas bumi yang sudah menjalankan program CSR dengan berpedoman pada beberapa panduan CSR internasional seperti ISO 26000 tentang Social Responsibility atau Ten Principles of United Nations Global Compact.

Instrumen CSR Internasional

Penggunaan standar internasional yang bersifat voluntary tersebut merupakan langkah maju yang patut diapresiasi dalam rangka mewujudkan terlaksananya program CSR yang transparan dan akuntabel. Namun demikian, perusahaan-perusahaan lainnya yang belum menggunakan panduan apapun dalam melaksanakan program CSR wajib menggunakan panduan yang ada sehingga ukuran keberhasilan program CSR-nya dapat dievaluasi sesuai dengan panduan yang dipakainya. Kemudian panduan-panduan Internasional yang bersifat voluntary tersebut wajib diformalkan ke dalam peraturan perundang-undangan Indonesia sehingga kedudukannya menjadi jelas sebagai panduan yang dapat digunakan dalam melaksanakan program CSR di Indonesia.

Panduan-panduan internasional dalam pelaksanaan program CSR memang seharusnya dimasukkan ke dalam salah satu Pasal khusus di dalam Peraturan Pemerintah tentang Tanggung Jawab Sosial dan Lingkungan Perusahaan. Dengan dimasukkannya beberapa panduan internasional tersebut ke dalam peraturan perundang-undangan maka para perusahaan menjadi tidak ragu lagi untuk menggunakan salah satu panduan internasional tersebut yang sudah diakui keberadaaannya secara legal formal oleh peraturan perundang-undangan Indonesia. sehingga unsur kepastian hukum dapat diberikan oleh negara kepada warga negaranya khususnya bagi para perusahaan yang sangat berkepentingan dalam melaksanakan program CSR tersebut.

Sampai saat ini para perusahaan masih menggunakan instrumen internasional dalam menjalankan program CSR seperti;

1) ISO 26000 on Social Responsibility

2) Ten Principles of United Nations Global Compact

3) RSPO (Roundtable for Sustainable Palm Oil)

4) OECD Guidelines for Multinational Enterprises

5) United Nations Guiding Principles on Business and Human Rights

6) The Equator Principles

7) Better Coal Principles

Instrumen-instrumen internasional tersebut juga disusun oleh organisasi-organisasi internasional baik organisasi bisnis, LSM maupun pihak perusahaan sendiri. Instrumen-instrumen tersebut belum menjadi bagian dari hukum internasional karena tidak melibatkan negara secara resmi dalam proses pembahasan maupun penerapannya. Oleh karena itu salah satu alternatif untuk menjadikannya sebagai bagian dari hukum formal masing-masing negara maka masing-masing negara yang punya komitmen jelas terhadap transparansi dan akuntabilitas pelaksanaan program-program CSR maupun program-program lainnya yang sejalan dengan semangat instrumen-instrumen tersebut dapat memasukkannnya ke dalam hukum positifnya dengan cara mengadopsi panduan-panduan tersebut ke dalam sistem peraturan perundangannya.

Dengan demikian maka panduan-panduan tersebut menjadi bagian dari hukum formal di masing-masing negara tersebut. Sehingga bagi para perusahaan yang ingin menggunakan salah satu instrumen tersebut sebagai panduan dalam melaksanakan program CSR-nya tanpa keragu-raguan dapat menggunakannya instrumen tersebut secara resmi sudah diakui oleh negara. Pada akhirnya, panduan-panduan tersebut sudah menjadi bagian dari kebijakan mandatory CSR karena sudah ditetapkan di dalam sistem hukum positif Indonesia melalui peraturan perundang-undangan.

Kemudian alternatif kedua yaitu dengan menggabungkan semua panduan-panduan CSR internasional dengan panduan-panduan dan kebijakan CSR nasional Indonesia yang kemudian menghasilkan satu panduan baku yang mengakomodir semua panduan-panduan tersebut. Selanjutnya, panduan yang baku tersebut dijadikan standar bagi semua pihak khususnya CSR stakeholders dalam rangka melaksanakan program CSR di Indonesia sehingga setiap perusahaan memiliki standar panduan yang sama dalam melaksanakan program CSR. Hal tersebut dapat semakin mendorong prinsip keterbukaan dan akuntabilitas dalam pelaksanaan program CSR di Indonesia.

Instrumen CSR Nasional

Selain instrumen-instrumen internasional maka terdapat beberapa panduan pelaksanaan program CSR yang bersifat nasional dan sektoral yang telah disusun oleh beberapa kementerian yang ada di Indonesia. beberapa kementerian yang aktif dalam menyusun panduan CSR sektoral tersebut yaitu Kementerian Lingkungan Hidup, Kementerian Sosial, Kementerian Koperasi dan Usaha Kecil Menengah dan Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral.

Ke-empat kementerian tersebut secara aktif sudah menyusun panduan bagi pelaksanaan program CSR yang bersifat sektoral sesuai dengan tugas dan tanggung jawab kementeriannya masing-masing merupakan suatu langkah inisiatif yang patut dihargai sebagai bentuk sumbangsih konstruktif dalam memperjelas pelaksanaan program CSR di Indonesia.

Namun demikian, panduan-panduan yang bersifat sektoral tersebut masih perlu disempurnakan lagi sesuai dengan kebutuhan para perusahaan maupun stakeholders lainnya di lapangan. Bahkan, panduan-panduan yang bersifat sektoral tersebut masih perlu diintegrasikan antara satu dengan yang lainnya agar tidak terjadi tumpang-tindih pengaturan dan terwujudnya keselarasan dan harmonisasi dalam penerapan kebijakan CSR di Indonesia.

Jangan sampai nanti antara kebijakan satu kementerian dengan kementerian yang lain saling bertentangan dan tumpang-tindih sehingga semakin menambah rumit pelaksanaan program CSR di Indonesia dalam konteks CSR sebagai kewajiban hukum. Bahkan kondisi tersebut akan membingungkan para stakeholders CSR di Indonesia baik perusahaan, calon penerima manfaat (beneficiaries) maupun LSM yang aktif di isu CSR. Selanjutnya, diperlukan adanya suatu lembaga atau badan khusus yang ditunjuk oleh peraturan perundang-undangan sehingga memiliki kewenangan dalam mengeluarkan berbagai macam kebijakan dan melakukan pengawasan dan evaluasi terhadap semua program CSR di Indonesia.

Sehingga ke depan tidak akan ada lagi kebijakan-kebijakan mengenai CSR yang dikeluarkan oleh masing-masing kementerian. Hal itu demi terwujudnya satu kesatuan hukum walaupun sumber daya mengenai aspek-aspek sosial, lingkungan dan pemberdayaan ekonomi tetap berasal dari masing-masing kementerian tersebut sesuai dengan kewenangan dan ruang lingkup kerjanya tetapi pada saat kebijakan tersebut akan diberlakukan ke publik maka yang mengeluarkan kebijakan tersebut hanya satu lembaga saja. Keberadaan lembaga CSR yang bertanggung jawab dalam mengeluarkan kebijakan CSR dan melakukan pengawasan, evaluasi dan tugas-tugas lainnya sangat penting keberadaannya karena permasalahan CSR di Indonesia cukup kompleks dan sekaligus potensi dananya yang besar.

Selama ini ada beberapa panduan nasional yang sudah disusun oleh beberapa kementerian terkait mengenai pelaksanaan CSR di Indonesia. namun walaupun demikian, panduan-panduan tersebut tidak secara tegas menyatakan sebagai bagian dari pelaksanaan kebijakan CSR sebagai kewajiban hukum. Bahkan panduan-panduan yang disusun oleh beberapa kementerian tersebut merupakan pelaksanaan dari UU kementerian yang bersangkutan. Adapun beberapa panduan tersebut yaitu:

1. Pedoman CSR Bidang Lingkungan yang disusun oleh Kementerian Lingkungan Hidup Republik Indonesia.

2. Petunjuk Pelaksanaan CSR Bidang Lingkungan Hidup yang disusun oleh Kementerian Lingkungan Hidup.

3. Program Penilaian Peringkat Kinerja Perusahaan Dalam Pengelolaan Lingkungan Hidup yang dilaksanakan oleh Kementerian Lingkungan Hidup.

Panduan-panduan tersebut harus diakui secara nyata telah berkontribusi bagi pelaksanaan CSR di Indonesia baik bidang lingkungan, sosial maupun pemberdayaan ekonomi. Namun demikian perlu dinyatakan secara tegas bahwa penerapan kebijakan tersebut merupakan bagian dari penerapan kebijakan CSR sebagai kewajiban sebagaimana yang telah diperintahkan oleh Putusan Mahkamah Konstitusi No.53/PUU-VI/2008 mengenai penolakan gugatan Pasal 74 Undang-Undang Perseroan Terbatas No.40/2007.

Sinkronisasi dan harmonisasi antara kebijakan CSR yang dikeluarkan oleh satu kementerian dengan kementerian lainnya perlu segera dilakukan dan kemudian integrasi dengan panduan-panduan kebijakan CSR di level internasional. Setelah itu kodifikasi semua kebijakan terkait CSR perlu dilakukan dalam rangka memberikan satu panduan yang baku bagi semua stakeholders CSR di Indonesia dalam konteks pelaksanaan CSR sebagai kewajiban hukum.

Proyeksi Ke Depan

Masih karut-marutnya tata kelola CSR dan penyusunan kebijakan yang tersebar di beberapa kementerian yang berbeda seperti Kementerian Lingkungan Hidup, Kementerian Sosial, Kementerian ESDM, dan Kementerian BUMN membuat pelaksanaan program CSR belum tepat sasaran. Integrasi kebijakan, pembentukan lembaga pengawas CSR dan penyusunan pedoman pelaksanaan program CSR mutlak perlu dilakukan dalam rangka membenahi tata kelola CSR di Indonesia. beberapa langkah teknis yang perlu dilakukan yaitu dengan melakukan kodifikasi semua instrumen nasional dan internasional di atas ke dalam satu pedoman nasional mengenai pelaksanaan program CSR dan membentuk Unit Kerja Presiden (UKP) Bidang CSR atau lembaga lain dalam rangka membenahi tata kelola CSR di Indonesia. UKP CSR berfungsi sebagai satu-satunya lembaga yang berwenang mengeluarkan kebijakan CSR di Indonesia, melakukan koordinasi dengan kementerian, lembaga, pihak swasta dalam rangka memformulasikan kebijakan CSR di Indonesia.

Referensi.

Act No. 40/2007 on Limited Company Liability.

Act No. 25/2007 on Investment.

Government Regulation No. 93/2010 on National Disaster Recovery Charity, Researc and Development, Educational Facility, Sport Development and Social Infrastructures Expenses can be deducted from Bruto Revenue.

Government Regulation No. 47/2012 on Social and Environmental Responsibility.

ISO 26000 on Social Responsibility.

Ten Principles of United Nations Global Compact.

RSPO (Roundtable for Sustainable Palm Oil).

Organization for Economic Cooperation and Development (OECD) Guidelines for Multinational Enterprises.

United Nations Guiding Principles on Business and Human Rights.

The Equator Principles.

CSR Manual on Environment by Ministry of Environment Republic of Indonesia.

Technical Guidance on CSR Manual on Environment by Ministry of Environment Republic of Indonesia.

Corporateā€™s Ranking and Appraisal Program on Environmental Compliance (PROPER) by Ministry of Environment of Republic of Indonesia.

Comments

comments

No More Posts Available.

No more pages to load.