Taqwa, Simbol Kehidupan Masa Depan

oleh

Oleh : Drs. Jamhuri Ungel, MA*

jamhuriKata Muttaqun digunakan oleh Allah sebagai panggilan kepada orang-orang yang sukses dalam melaksanakan puasa sebulan penuh di bulan ramadhan, mereka yang berpuasa adalah orang-orang yang mampu untuk tidak melakukan apa yang seharusnya mereka kerjakan bahkan perbuatan tersebut bernilai wajib di luar bulan ramadhan, seperti makan dan minum.

Pemaknaan kata taqwa sangat berhubungan dengan pemahaman budaya masyarakat, pada masa awal bahkan sampai saat ini ada orang-orang yang mengartikan kata taqwa itu dengan takut, kaum muslimin memaknai taqwa kepada Allah dengan takut sehingga tidak berani meninggalkan apa yang diperintah dan juga tidak berani mengerjakan apa yang dilarang. Pemaknaan ini melahirkan kepatuhan yang tidak memerlukan nilai-nilai rasional, yang penting apa yang disuruh oleh Allah dikerjakan karena kepatuhan sebagai hamba yang imperior kepada Sang Pencipta yang Seperior, terserah apakah itu diterima akal tau tidak.

Karena taqwa dimaknai dengan takut seperti yang dipahami di atas maka ketakutan bukan saja ditujukan kepada Allah sebagai Khaliq Yang Maha Pencipta tetapi juga takut ditujukan kepada segala sesuatu yang mempunyai posisi yang lebih tinggi dan mampu memberi hukuman terhadap kesalahan yang dilakukan dan bisa mengganggu ketenangan jiwa.

Sebagai contoh, seorang anak takut kepada orang tua (ayah) bukan karena takut berbuat salah tetapi takutnya disebabkan karena orang tua adalah sebagai ayah, walaupun tidak melakukan kesalahan apalagi melakukan kesalahan. Demikian juga dengan takutnya murid kepada guru, bukan karena tidak bisa mengikuti pelajaran atau mengerjakan tugas tetapi karena guru harus ditakuti.

Karena takut yang dipahami adalah takut karena adanya posisi superior dan imperior maka di sini tidak ada rasional, akhirnya semua orang takut kepada hantu, jin, setan atau apapun dia yang dapat mengganggu ketenangan dan mengancam jiwa, walau hanya berasal dari ungkapan atau cerita yang tidak dapat dibuktikan secara ilmiah. Dalam makna ini takut identik dengan sesuatu yang mengerikan dan diluar bayangan normal. Padahal takut kepada Allah yang dikehendaki bukanlah demikian, karena Allah bukan suatu Zat yang ditakuti seperti yang dibayangkan manusia seperti makhluk yang dalam persepsi manusia itu menakutkan.

Perubahan masa dari tradisional ke modern menggiring semua orang untuk berpikir rasional, masyarakat mulai memahami makna taqwa tidak lagi dengan takut kepada Allah sebagaimana takutnya kepada binatang buas atau kepada hal-hal yang dapat mengancam jiwa dan mengusik ketenangan mereka. Tetapi taqwa mulai dipahami dengan kepatuhan atau ketaatan secara khusus kepada Allah yang Maha Pencipta dengan cara melaksanakan segala perintah dan meningalkan segala larangan. Jadi orang muttaqin adalah orang yang taat dan patuh kepada perintah dan larangan Allah tanpa harus ada rasa takut. Karena sebenarnya bila dilihat dari sifat-sifat yang disandarkan kepada Allah tidak ada indikasi yang menyebabkan manusia harus takut, malah dengan sifat ar-Rahman dan ar-Rahim-Nya Allah kita sebagai makhluk-Nya sangat mengasihi dan menyayangi. Demikian juga dengan sifat-sifat yang lain dapat mendorong kita untuk selalu dekat dengan-Nya karena tidak ada waktu dan tempat yang dapat dijadikan sebagai alasan bahwa manusia tidak butuh kepada-Nya.

Harapan Allah kepada orang-orang yang beriman untuk menjadi orang yang bertaqwa yang ditempuh melalui proses puasa sebulan penuh adalah harapan yang sangat tinggi, harapan kalau manusia tidak perlu takut kepada Allah, tetapi harapan akan kepatuhan dengan dasar kecintaan dan dasar kesadaran sebagai makhluk. Dan apabila harapan itu bisa dipenuhi maka jadilah manusia mukmin itu menjadi mukmin yang sempurna dengan melaksanakan perintah dan meninggalkan larangannya dengan penuh kesadaran secara lahir dan bathin.

Dengan pelaksanaan puasa pada bulan ramadhan sekarang ini berarti kita telah menjadikan diri kita sebagai mukmin, karena panggilan puasa dalam al-Qur’an surat al-Baqarah ayat 183 ditujukan kepada orang beriman, dengan harapan menperoleh gelar muttaqin setelah melaksanakan bada puasa. Proses menuju taqwa ini tidak dipadai dengan sekali puasa tetapi diwajibkan setiap tahun mulai sejak berusia baligh sampai kepada usia masih sanggup melaksanakan puasa, bahkan bila tidak sanggup harus tetap melaksanakan kewajiban ini dalam wujud yang berbeda. Karena itu bisa kita katakan bahwa taqwa adalah gelar masa depan bagi mereka yang beriman dan wujud taqwa hanya bisa kita ketahui melalui tanda kepatuhan dalam melaksanakan perintah dan meninggalkan larangan.

*Dosen Fakultas Syari’ah dan Hukum UIN Ar-Raniry

Comments

comments

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

No More Posts Available.

No more pages to load.