[Risman A Rachman] Universitas Ramadhan

oleh
Risman A Rachman
Risman A Rachman
Risman A Rachman

SALAH satu gelar yang dilekatkan untuk bulan ramadhan adalah syahrul tarbiyah. Disebut syahrul tarbiyah karena bulan ramadhan dijadikan sarana untuk mendidik kualitas diri. Itulah sebabnya ada yang mengibaratkan bulan ramadhan sebagai universitas, dan menyebutnya Universitas Ramadhan. Mengapa universitas?

Disebut universitas karena orang-orang yang diajak untuk berpuasa dan menunaikan ragam ibadah dibulan ramadhan bukan manusia sembarangan, atau manusia pada umumnya. Manusia yang diajak adalah manusia yang oleh Allah dipanggil dengan panggilan manusia beriman, dan mereka yang lulus di Universitas Ramadhan akan mendapat gelar manusia taqwa.

Awalnya, panggilan yang sifatnya khusus dan terseleksi ini menjadi penegasan kelulusan manusia sebagai manusia beriman dengan gelar mukminnya, setelah menempa diri sebagai muslim, muksin, dan muklis. Dan, kepada mereka yang sudah mendapat ijazah mukmin, Allah menyediakan bulan ramadhan  sebagai universitas untuk mendapat gelar akhir, yakni muttaqin.

Tentu saja wajar manakala di Universitas Ramadhan banyak janji menarik, dan mereka yang sunguh-sungguh menempuhnya tentu wajar pula mendapat ragam berkah. Misalnya, mereka yang berhasil menempuh di semester pertama (awal ramadhan) akan mendapat rahmat Allah, lalu akan mendapat maghfirah bagi yang berhasil melewati semester tengah (pertengahan ramadhan), dan akan mendapat pembebasan dari api neraka bagi mereka yang berhasil melewati semester akhir (akhir ramadhan).

Sungguh, menjadi sangat layak manakala semua yang berhasil mendapat gelar taqwa dirayakan kelulusannya dengan idul fitri apalagi jika berhasil lulus dengan predikat summa cumlaude. Predikat ini adalah hasil usaha penuh dibulan ramadhan. Apa bentuk nyata usaha penuh itu? Minimal ada dua, sebagai berikut:

Pertama, mereka yang masuk ke Universitas Ramadahan  (menyambut kedatangan bulan ramadhan) dengan penuh gembira. Gembira tentu saja milik mereka yang sudah melakukan persiapan mental, persiapan ruhiyah/spiritual, maupun persiapan fikriyah.  Artinya, mereka tidak akan berpuasa hanya sekedar menahan lapar dan dahaga saja melainkan siap untuk melaksanakan seluruh kewajiban dan sunnah di bulan ramadhan.

Kedua, mereka yang masuk di Universitas Ramadhan tidak sekedar mengikuti materi wajib saja seperti berpuasa pada waktunya melainkan juga melaksanakan qiyamu lail sunnah sebagai sarana mengasah kecerdasan spiritual. Juga mendekatkan diri dengan ragam aktifitas kebajikan, melatih diri dengan kesabaran, dan membangun solidaritas sebagai sarana mengasah kecerdasan sosial meski hanya dengan memberi sebiji kurma atau seteguk air untuk orang yang berbuka puasa. Dan juga melaksanakan aktifitas melatih kecerdasan intelektual/pengetahuan melalui aktifitas pengajian (tadarus) dan perenungan (iktikaf).

Tentu SDM dengan kualitas taqwa sangat diperlukan untuk menjalani 11 bulan yang penuh rintangan, tantangan, dan godaan. Tentu sudah bisa dibayangkan apajadinya kehidupan 11 bulan manakala dihadapi dengan kualitas diri yang biasa saja apalagi tanpa kualiatas diri sama sekali. Kualitas muslim, muksin dan muklis serta mukmin saja masih belum terjamin akan mampu menghadapi rintangan, tantangan dan godaan. Hanya mereka dengan kualitas diri muttaqin atau taqwa saja yang akan mampu menghadapi, menjalani, dan pada akhirnya menikmati hidup dengan penuh berkah dan ridhaNya. Mengapa? Karena di dalam diri orang-orang bertaqwa Allah hadir mengawasi dan sekaligus menjadi tujuan dari hidup.

Itulah mereka yang sudah lulus di Universitas Ramadhan. Dan akan dengan senang hati kembali lagi untuk menempuh pendidikan di bulan ramadhan berikutnya. Mereka sadar bahwa kualitas ketaqwaan diri bukan sesuatu yang sifatnya tetap melainkan sesuatu yang terus teruji selagi masih hidup.

Lantas, mengapa saat ini ramadhan hanya dijalani dengan cara yang biasa saja, nyaris sama dengan bulan-bulan lainnya? Mengapa tidak dikelola dengan sungguh-sungguh, bila perlu melebihi pengelolaan universitas pada umumnya? Mengapa pemerintah tidak memberi jaminan kebebasan finansial selama satu bulan kerja kepada semua aparatur guna memasuki Universitas Ramadhan untuk menjamin hadirnya kualiatas aparatur yang lebih baik?

Bukankah untuk pendidikan naik jabatan  melalui kursus dan pendidikan lainnya pemerintah bisa dan mampu memberi biaya lagi untuk aparatur, bila perlu melebihi satu bulan? Jika Allah berani menjamin bahwa mereka yang lulus di bulan ramadhan akan menjadi manusia yang berkualitas taqwa dan orang-orang bertaqwa tidak akan melakukan hal-hal yang dilakukan oleh manusia dengan kualitas mungkar, munafik, koruptor dan lainnya. Lantas, mengapa jaminan Allah itu tidak mengantar pemerintah untuk mengelola ramadhan dengan maksimal?

*Penulis adalah warga Aceh tinggal di Banda Aceh

Comments

comments

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

No More Posts Available.

No more pages to load.