Tangan Kreatif Edi “Sulap” Limbah Buah Jadi Pupuk Organik Cair

oleh

Catatan : Fathan Muhammad Taufiq

EdiKreatifitas bisa lahir dari siapa saja, kapan saja dan dimana saja, begitu juga dengan kreatifitas yang dilakukan oleh seorang penyuluh pertanian di Kabupaten Aceh Tengah bernama Edi Wahyuni. Penyuluh yang sudah menekuni profesi sebagai penyuluh pertanian kontrak sejak 7 tahun yang lalu itu tergolong kreatif dalam memanfaatkan potensi yang ada di daerahnya.

Berawal dari keprihatinannya melihat banyaknya sisa-sisa buah dan buah-buahan yang sudah tidak terpakai menumpuk di sudut Pasar Paya Ilang, salah satu pasar sayur dan buah terbesar di kota dingin Takengon, muncullah ide untuk memanfaatkan buah-buahan “kadaluarsa” tersebut untuk sesuatu yang bermanfaat. Edi yang berperawakan tegap itu pun dengan sigap mengangkat dan mengumpulkan limbah buah-buahan yang terdiri dari buah nenas, jeruk, semangka, jambu, mangga, papaya dan sebagainya lalu dibawa ke rumahnya.

Awalnya Edi sempat kebingungunan, mau di apakan buah-buah “busuk” itu, isterinya yang seorang bidan desa sempat protes karena suaminya membawa “sampah” yang baunya nggak karuan itu ke rumahnya. Edi berfikir keras, dan akhirnya dia dapat ide untuk memanfaatkan limbah buah-buahan itu menjadi pupuk cair. Dia pun mulai mencari referensi tentang kandungan zat yang terdapat dalam buah-buahan tersebut, dan akhirnya dia mendapatkan referensi bahwa sari dari buah-buahan tersebut mengandung enzim yang berfungsi sebagai zat perangsang tumbuh pada tanaman.

Tanpa ragu, sang penyuluh pertanian itupun mulai “memproses” limbah buah-buahan itu menjadi semacam pupuk organic yang berbentuk cair, karena memang buah-buahan tersebut mengandung banyak air, jadi agak sulit jika dibuat menjadi pupuk padat. Dengan peralatan seadanya, Edi mulai menghancurkan buah-buahan itu menjadi “bubur buah”, kemudian di saring dan di ambil sarinya. Untuk merubah cairan itu enjadi pupuk butuh proses fermentasi selama 12 – 15 hari dan sebagai stimulator dan activator agar enzim yang diharapkan cepat terbentuk, Edi menambahkan gula merah dan EM-4 pada larutan buah itu dan untuk mempercepat proses fermentasi, dia juga menambahkan air kelapa, menurut referensi yang dia dapatkan bahwa penambahan air kelapa pada cairan buah-buahan tersebut mempercepat terbentuknya hormon sitokinin, auksin dan giberalin yang memiliki fungsi merangsang pertumbuhan akar, batang, daun dan buah pada tanaman, sementara untuk menghambat tumbuhnya bakteri yang merugikan, dia menambahkan air cucian beras.

Proses pembuatannya pun cukup sederhana dan tidak membutuhkan alat khusus serta tempat yang luas. Untuk membuat pupun organic cair sebanyak 40 liter, Edi membutuhkan 15 – 20 kilogram buah-buahan “busuk”, 10 liter air kelapa, 5 liter air cucian beras, I kilogram gula merah/gula tebu, 500 ml EM-4 dan air bersih 20 liter. Tahap awalnya campuran bermacam buah itu dihacurkan secara manual kemudian disaring, lalu ditambahkan air kelapa, air cucian beras, gula merah dan EM-4 kemudian ditempatkan dalam ember plastic besar lalu diaduk-aduk sampai merata, kemudian wadah tersebut di tutup rapat dengan plastik tebal. Setiap hari, larutan tersebut di aduk 4 – 5 kali agar tidak terjadi endapan, lalu ditutup rapat kembali.

Setelah proses fermentasi berlangsung selama 12 – 15 hari, dan sudah berubah aroma dari aroma “busuk” menjadi aroma ragi serta adanya bih-buih berwarna putih di atasnya, menandakan bahwa pupuk organic cair tersebut sudah jadi dan siap untuk di gunakan. Kemudian Edi memasukkan pupuk cair tersebut kedalam botol-botol plastik bekas air mineral lalu menyimpannya di dalam “gudang” miliknya.

Meski pupuk yang dia “ciptakan” sudah jadi, namun Edi tidak serta merta “mempublikasikan” hasil kreatifitasnya kepada petani, dia terlebih dahulu menguji cobanya pada tanaman cabe dan tomat miliknya. Hasilnya luar biasa, pada tanaman cabe dan tomat yang diberi stimulant pupuk cair buatannya ternyata pertumbuhannya lebih cepat 1,5 kali lipat dan tanaman terlihat subur dan gemuk. Edi mulai yakin dengan hasil karyanya, dia mulai mengaplikasikan pupuk cair tersebut pada tanaman miliknya yang ada di pekarangan rumah maupun yang ada di lahan kebunnya. Karena masih dalam taraf uji coba, dia baru berani menerapkan “dosis rendah” pada tanaman miliknya yaitu untuk aplikasi akar dengan dosis 30cc dicampur dengan 1 liter air dan untuk aplikasi daun, bunga dan buah dia memaki dosis 10 cc per 1 liter air.

limbah buahSetelah menguji coba selama 1 kali musim tanam dan hasil yang didapatkan meningkat sampai 3 kali lipat, dia mulai “berani” menyebar luaskan karyanya kepada petani di wilayah binaanya, untuk tahap awal dia juga belum berani mematok harga untuk pupuk cair yang dia kemas dan diberi label POC (Pupuk Organik Cair) tersebut. Edi hanya “mengambil” biaya produksi sebesar Rp 15.000,- per liter pupuk yang dia produksi, harga tersebut tentu jauh lebih murah disbanding pupuk sejenis buatan pabrik yang di pasaran mencapai Rp 60.000,- sampai Rp 80.000,- per liternya. Ada satu obsesi Edi yang belum bisa dia lakukan yaitu melakukan uji laboratorium atas pupuk cair yang dia ciptakan itu, karena konon biaya uji laboratorium cukup mahal, dia hanya berharap ada sponsor yang mau membantunya melakukan uji laboratorium sehingga dia bisa mempatenkan hasil karyanya.

Meski demikian, dari hasil pengujian sederhana yang dia lakukan terhadap tanaman miliknya, dia yakin bahwa pupuk buatannya mampu meningkatkan produktifitas tanaman serta menghemat biaya produksi ditengah makin mahal dan langkanya pupuk anorganik di pasaran. Gayung pun bersambut, para petani binaan Edi “menyambut mesra” kehadiran pupuk cair yang murah tersebut, tanpa ragu mereka mulai mengaplikasikan pupuk buatan sang penyuluh pertanian itu pada tanaman mereka. Dan dari pengamatan fisik di lapangan, ternyata tanaman yang diberi pupuk buatan Edi tersebut, pertumbuhannya lebih cepat dan kondisi tanaman semakin subur dan sehat. Kenyataan itu membuat Edi semakin bersemangat untuk memperbesar volume produksi pupuk cairnya, bahkan dia mulai “merangkul” teman-tean penyuluh lainnya untuk mengerjakan “proyek” teresebut.

Itulah, sekelumit kisah kreatif dari seorang penyuluh pertanian yang terus berkreasi dan berinovasi dengan memanfaatkan limbah yang selama ini tidak pernah dilirik oleh siapapun. Ditangan Edi Wahyuni, tumpukan buah-buahan busuk yang selama ini terbuang percuma di pasar itu ternyata telah berhasil di “sulap” menjadi pupuk organic cair murah yang ternyata sangat bermanfaat untuk membantu para petani. Selain memiliki nilai ekonomis yang menjanjikan, apa yang dilakukan oleh penyuluh pertanian energik ini ternyata secara tidak langsung juga telah “menyelamatkan” lingkungan dari tumpukan sampah buah yang baunya sangat mengganggu itu, sekali merengkuh dayung, dua tiga pulau terlampaui, begitu kira-kira falsafahnya Edi Wahyuni, sebuah kreatifitas yang patut diberikan apresiasi oleh semua pihak. []

Comments

comments

No More Posts Available.

No more pages to load.