Pendangkalan Aqidah, Salah Siapa?

oleh

Oleh : Joel Buloh

Joel-BulohAqidah adalah urusan-urusan yang harus dibenarkan oleh hati dan diterima dengan rasa puas serta terhujam kuat dalam lubuk jiwa yang tidak dapat digoncangkan oleh badai syubhat (keraguan). Dan juga ada yang mengartikannya, aqidah adalah sesuatu yang mengharapkan hati membenarkannya, yang membuat jiwa tenang tentram kepadanya dan yang menjadi kepercayaan yang bersih dari kebimbangan dan keraguan, (Aqidah Akhlak).

Untuk mendapatkan ketegaran hati dalam mempercayai sesuatu itu membutuhkan proses dan pengetahuan yang kuat tentang agama, dan ini tak mungkin didapati dengan berpangku tangan atau sekedar taqlid (mengikuti) buta, mengikuti tanpa tau sumber dan pengetahuan tentang apa yang diikuti.

Menanam aqidah anak

Islam sangat memberikan tumpuan terhadap pendidikan akidah dalam pembangunan manusia. Buktinya dapat dilihat apabila 56% daripada zaman penurunan wahyu, yaitu meliputi 13 tahun penyebaran dakwah di Mekah adalah tertumpu kepada pembinaan umat di bidang akidah. Maka tidak jarang kita temui contoh atau penekanan-penekanan pengajaran yang disampaikan oleh Allah melalui wahyunya.

“Dan (ingatlah), ketika Tuhanmu mengeluarkan keturunan anak-anak Adam dari sulbi mereka dan Allah mengambil kesaksian terhadap jiwa mereka (seraya berfirman): “Bukankah Aku Ini Tuhanmu?” mereka menjawab: “Betul (Engkau Tuban kami), kami menjadi saksi”. (Kami lakukan yang demikian itu) agar di hari kiamat kamu tidak mengatakan: “Sesungguhnya kami (Bani Adam) adalah orang-orang yang lengah terhadap Ini (keesaan Tuhan),” (Q. S Al A’raf: 172).

Anak-anak adalah generasi penerus bangsa dan agama, mereka akan menjadi calon orang tua, pemimpin negara atau pemimpin agama, ditangan merekalah semuanya bisa terjadi, baiknya suatu agama dan negara kelak kalau mereka memperoleh pendidikan yang baik sejak dini, begitu juga sebaliknya.

Dalam proses memperoleh pendidikan kepada anak-anak, ini tidak terlepas dari keluarga dan masyarakat, keluargalah sebagai penentu pertama tentang pengetahuan anak terhadap pemahaman aqidah yang benar sesuai dengan mazhab dan pendapat ahli sunnah waljama’ah.

Berbicara penanaman aqidah anak ini juga sangat terkait dengan keteguhan aqidah orang tuanya, kepercayaan yang bagaimana orang tuanya bina selama ini maka kepercayaan itulah yang akan di anut oleh anak, orang tua yang menganut pemahaman Maturidiyah atau Asy’ariyah yang baik, maka anaknya pun akan mengikuti pemahaman tersebut, dan ini tidak terlepas dari pengetahuan tafshiliyah tentang aqidah, karena aqidah bukanlah hal fanatik buta, yang mengikutinya tanpa mengetahuinya secara dalil naqliyah atau ‘aqliyah.

Menurut para Imam Mazhab pun, kita tidak diperbolehkan untuk fanatik buta, yaitu mengikuti suatu pendapat tanpa mengetahui secara ilmiah dan dalil-dalilnya, ini Imam Asy Syafi’i, Imam Malik, Imam Abu Hanifah, dan Imam Ahmad bin Hambal mereka sependapat tentang larangan fanatik buta.

“Semua permasalahan yang sudah disebutkan dalam Hadits yang sahih dari Rasulullah dan berbeda dengan pendapat saya, maka saya rujuk dari pendapat itu ketika saya masih hidup ataupun sudah mati”, Imam Asy Syafi’i.

“Saya hanyalah manusia biasa, mungkin salah dan mungkin benar. Maka perhatikanlah pendapat saya, jika sesuai dengan Al Quran dan As Sunnah maka ambillah. Jika tidak sesuai dengan keduanya maka tinggalkanlah”, Imam Malik.

“Tidak halal bagi siapapun mengambil pendapat kami tanpa mengetahui dari mana kami mengambilnya”, dalam riwayat yang lain “haram bagi siapapun yang tidak mengetahui dalil yang saya pakai untuk berfatwa dengan pendapat saya. Karena sesungguhnya kami adalah manusia, perkataan yang sekarang kami ucapkan, mungkin besok kami rujuk (tinggalkan), Imam Abu Hanifah.

“Janganlah kalian taqlid kepada saya, dan jangan taqlid kepada Malik, Asy Syafi’i, Al Auza’i, ataupun (Sufyan) Ats Tsauri. Tapi ambillah (dalil) dari mana mereka mengambilnya.” Imam Ahmad bin Hambal.

Orang tua harus benar-benar mampu menanam aqidah yang benar kepada anak-anak, karena selain itu tanggung jawab juga merupakan kewajiban yang pertama, yaitu menanam anak-anaknya dengan ilmu hal (ilmu yang dibutuhkan sekarang).

“Setiap anak dilahirkan dalam keadaan fitrah (suci), maka kedua orangtuanya yang menjadikan mereka Yahudi, Nasrani ataupun Majusi,” Hadits.

“Atau agar kamu tidak mengatakan: “Sesungguhnya orang-orang tua kami Telah mempersekutukan Tuhan sejak dahulu, sedang kami Ini adalah anak-anak keturunan yang (datang) sesudah mereka. Maka apakah Engkau akan membinasakan kami Karena perbuatan orang-orang yang sesat dahulu?” Dan Demikianlah kami menjelaskan ayat-ayat itu, agar mereka kembali (kepada kebenaran)”, (Q. S Al A’raf: 173-174).

Tantangan Aqidah di Era Globalisasi

Era globalisasi akan ditandai dengan persaingan ekonomi secara hebat berbarengan dengan terjadinya revolusi teknologi informasi, teknologi komunikasi, dan teknologi industri. Persaingan ini masih dikuasai oleh tuga raksasa ekonomi yaitu Jepang dari kawasan Asia, Uni Eropa dan Amerika Serikat.

Perkembangan masa yang kian hari makin maju, dunia teknologi telah merambah hampir seluruh pelosok dunia, tanpa kecuali Indonesia dan Aceh, pengaruh peradaban modern makin mengintai dan menerkam anak bangsa agar mereka melupakan budaya, kultur, adat dan peradabannya.

Kondisi kemajuan teknologi informasi dan industri di atas yang berlangsung dengan amat cepat dan ketat di era globalisasi menuntut setiap negara untuk berbenah diri dalam menghadapi persaingan tersebut. Bangsa yang yang mampu membenahi dirinya dengan meningkatkan sumber daya manusianya, kemungkinan besar akan mampu bersaing dalam kompetisi sehat tersebut.

Pendidikan aqidah diharuskan menampilkan dirinya, apakah orang tua akan mampu mendidik dan menghasilkan anak-anak yang berdaya saing tinggi (qualified) atau justru mandul dalam menghadapi gempuran berbagai kemajuan dinamika globalisasi tersebut, atau anak-anak akan menjadi korban dari perkembangan glabalisasi tersebut.

Di era yang semakin maju ini, semoga mudah anak-anak untuk mendapatkan suatu bacaan tentang pendidikan aqidah yang sumber bacaannya belum tentu sesuai dengan aqidah yang ia anut, bahkan kadang kala menetang dengan isi Al Quran dan Hadits.

Bahkan penerapan pendidikan yang bersifat skulerisme juga sangat mempengaruhi terhadap pendidikan aqidah anak, dimana dalam pendidikan skuler tersebut anak-anak diajari untuk memisahkan kehidupan agama dalam kehidupan sehari-hari.

Selain itu, pengaruh aliran-aliran sesat yang sudah membumi di negara kita ini menjadi ancaman serius terhadap penanaman aqidah kepada anak.

“Ajaran sesat adalah sebarang ajaran atau amalan yang dibawa oleh orang-orang Islam atau bukan Islam yang mendakwa bahwa ajaran dan amalan tersebut adalah ajaran Islam atau berdasarkan kepada ajaran Islam, sedangkan hakikat ajaran dan amalan yang dibawa itu bertentangan daripada Islam yang berdasarkan Al-Quran dan Al-Sunnah serta bertentangan dengan Ahli Sunnah Wal jamaah”, (Abdul Fatah Haron Ibrahim).

Kemajuan zaman dan faham kebebasan yang dianut suatu daerah menjadi tantangan tersendiri dalam menanam aqidah kepada anak, dan mengenai hal ini orang tua harus benar-benar mensiasati anak-anaknya agar benar-benar memiliki pemahaman aqidah yang sesuai dengan faham Ahli Sunnah Waljama’ah. Dan pemahaman ini tidak akan dimiliki oleh seorang anak, bila orang tua mereka tidak memberikan anak-anaknya pendidikan agama yang sempurna.

* Guru MTsN Kutamakmur

Comments

comments

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

No More Posts Available.

No more pages to load.