Miris…! SMPN 1 Lokop Serbejadi Belajar di Gudang dan Perpustakaan

oleh
Gudang yang dirubah menjadi tempat belajar. (Ist)

Catatan : Ismail Baihaqi

Gudang yang dirubah menjadi tempat belajar. (Ist)
Gudang yang dirubah menjadi tempat belajar. (Ist)

Miris….! begitulah kata yang pantas diutarakan saat melihat kondisi sarana pendidikan di pedalaman Aceh Timur, Kecamatan Lokop Serbejadi, tepatnya di SMP Negeri 1 Lokop Serbejadi. Bangunan sekolah yang berjarak 120 Km dari Kota Langsa dan sekira 100 Km dari Ibu Kota Kabupaten Aceh Timur-Idi Rayeuk, membuat sarana pendidikan di Kecamatan Lokop Serbejadi seakan ditinggalkan. Tak terkecuali, Lokop Serbejadi dihuni oleh suku Gayo. Ketidakadilan-pun kerap terjadi di wilayah ini.

Pemkab Aceh Timur, lupa-lupa ingat akan keberadaan Kecamatan Lokop Serbejadi ditengah belantara itu, padahal jarak tempuh ke lokasi ini dari pusat ibu kota kabupaten hanya 3 jam menaiki sepeda motor dan mobil. Mereka seolah bagai seorang anak yang tak memiliki induk. Diskriminasi sosial dan timpangnya pembangunan seakan hal biasa yang dirasakan “serinen te”  di Gayo-Lokop Serbejadi. Hendak mengadu tak tau kemana, hendak maju terhalang infrastruktur yang serba kekurangan.

Kondisi jalan yang hancur dan berliku seakan menambah duka bagi serinen te di Lokop, hal itu diperparah lagi dengan jaringan komunikasi yang tak tersedia menambah penderitaan saudara kita di Lokop Serbejadi.

Wahana pendidikan yang merupakan pencetak generasi pun dibuat abal-abal, SMP Negeri 1 Lokop Serbejadi salah satu contohnya. Disini 338 anak urang Gayo tengah menempuh pendidikan, berharap suatu hari nanti mereka bisa menjadi motor bagi daerahnya.

ke-338 anak tersebut, harus belajar dengan bangunan apa adanya. Sekolah ini hanya memiliki 4 ruangan belajar, sedangkan ruangan yang tersedia hanya ada 7 ruangan. Empat ruangan dipakai sebagai tempat belajar sedangkan tiga diantaranya merupakan bangunan gudang, perpustakaan dan kantor dewan guru/kepala sekolah.

Padahal, untuk menampung 338 siswa, SMPN 1 Lokop memerlukan 6 ruangan belajar. Terpaksa mereka menggunakan bangunan gudang dan perpustakaan sebagai tempat belajar.

Belajar di Perpustakaan. (Ist)
Belajar di Perpustakaan. (Ist)

Selain tempat belajar yang serba pas-pas an, sekolah ini juga mengalami kekurangan guru. Menurut keterangan Kepala Sekolah, Abdul Munim, S.Pd.I, SMPN 1 Lokop hanya memiliki 5 orang guru berstatus PNS. Sedangkan untuk melengkapi kekurangan tenaga pengajar pihaknya harus merekrut guru honorer yang berjumlah 16 orang.

“Guru PNS hanya 5 orang, sisanya 16 orang lagi berstatus honorer,” ungkap Abdul Munim.

Untuk menggaji guru honorer, Abdul Munim menambahkan, pihaknya mengalokasikan dana yang bersumber dari Bantuan Operasional Sekolah (BOS). “Mereka digaji dari dana BOS,” kata Munim.

Dia berharap, Pemerintah setempat untuk lebih memperhatikan sekolah-sekolah yang terletak di pedalaman tak terkecuali di Kecamatan Lokop Serbejadi. Dia meminta, bangunan sekolah yang dipimpinnya untuk ditambah mengingat jumlah siswa yang setiap tahun semakin banyak. Selain itu, sekolah ini juga mengalami kekurangan buku mata pelajaran.

“Kami berharap, ada perhatian serius pemerintah memajukan pendidikan di wilayah pedalaman,” demikian Abdul Munim.

Melihat kondisi tersebut, sudah selayaknya Pemkab Aceh Timur membuka mata ke Kecamatan Lokop serbejadi. Wilayah ini sebenarnya punya potensi alam yang luar biasa, namun Pemkab enggan membuka mata-hatinya.

Warga Gayo-Lokop terus mereka bersusah payah membangun daerahnya sendiri, mereka selalu berteriak tanpa suara kepada SERINEN Gayo-nya yang berada tak jauh dari mereka (Bener Meriah, Aceh Tengah, Gayo Lues), lalu SERINEN yang manakah akan mendengar?. [DM]

*Mahasiswa asal Lokop dan Wartawan LintasGayo.co

Comments

comments

No More Posts Available.

No more pages to load.