Menuju Universitas Kebanggaan Urang Gayo

oleh

Kosasih Ali Abu Bakar

KosasihArtikel ini merupakan tanggapan terhadap tulisan dari Yunadi HR, SIP dalam artikelnya yang berjudul “Pedulikah APBA dan APBK Aceh Tengah terhadap Universitas Gajah Putih (UGP) pada tanggal 3 Maret 2015. Sebuah pemikiran yang seolah-olah mempertanyakan kepedulian pemerintah terhadap universitas ini sebagai bentuk dari keinginan untuk bisa meningkatkan kualitas pendidikan urang gayo melalui UGP (www.lintasgayo.com, 3 Maret 2015).

Ketika saya akan menulis artikel ini, pertama kali yang saya lakukan adalah mencari informasi awal yang terkait dengan UGP, ternyata UGP hingga saat ini belum mempunyai sebuah situs resmi bagi institusinya untuk menginformasikan tentang keberadaannya dan apa yang dilakukan selama ini.Hanya ada sebuah website tentang Sekolah Tinggi Agama Islam Negeri Gajah Putih, sebagai salah satu sekolah tinggi di bawah naungan Universitas Gajah Putih.

Kemudian saya juga menemukan beberapa website yang memberikan informasi terkait permasalahan-permasalahan yang terjadi pada Universitas Gajah Putih serta janji dari Rektor baru Gajah Putih yang baru saja dilantik, Adnan, SE, MM yang akan memprioritaskan upaya reformasi, efisiensi dan optimalisasi terhadap lingkungan kampus serta mengawal pelaksanaan aturan sesuai dengan yang ditetapkan oleh Direktorat Jenderal Pendidikan Tinggi (www.lintasgayo.co, 29 Agustus 2014).

Lebih menarik lagi ketika membaca tulisan dari Dr. Al Misry, MA sebagai mantan Sekretaris Yayasan Gajah Putih yang telah memberikan gambarangambaran umum terkait permasalahan yang ada sekaligus masukan-masukannya terkait dengan kemajuan Universitas Gajah Putih, di jelaskan dalam beberapa upaya, yaitu upaya pelurusan, upaya tertib dan keuangan (www.lintasgayo.co, 30 July 2014).

Sedangkan tulisan Mukhlis Gayo, SH juga memberikan gambaran-gambaran secara aturan hukum terkait dengan permasalahan larangan Bupati untuk duduk menjadi Dewan Pembina dari Yayasan Gajah Putih sebagai upaya untuk mencegah dari penyelewengan uang Negara untuk kepentingan pribadi dan membahas terkait status aset dari Universitas Gajah Putih (www.lintasgayo.co, 4 July 2014).

Seberapa Penting UGP Bagi Urang Gayo
Mana yang menjadi prioritas, Pendidikan Anak Usia Dini? Pendidikan Dasar dan Menengah? Atau Universitas?.Tentunya jawaban normalnya adalah kesemuanya penting jika dilihat berdasarkan kebutuhannya.

Ada juga yang mengatakan jika Pendidikan Anak Usia Dini (PAUD) lebih penting karena merupakan masa emas pertumbuhan secara akal, pisik maupun psikis, masa-masa penting dalam membentuk kesiapan intelegensi, kesiapan mental dan membentuk karakter dasar seorang manusia.

Kemudian Pendidikan Dasar dan Menengah juga menjadi penting karena pemenuhan lama sekolah berkaitan dengan Human Development Index (HDI)atau Indek Prestasi Manusia (IPM) sebuah daerah atau negara.Lama sekolah juga dikaitkan dengan tingkat kemampuan sebuah negara dalam daya saingnya.

Lantas, bagaimana dengan Universitas? Ini akan selalu menjadi perdebatan, seberapa penting kita membutuhkan universitas yang baik. Terlebih lagi bila daerah tersebut masih belum terpenuhi PAUD dan Pendidikan Dasarnya secara baik.Akan tetapi perlu diingat, bahwa universitaslah yang memberikan hasil-hasil penelitian terbaru yang sesuai dengan karakter dari daerahnya masing-masing.Dengan anggapan universitas-universitas tersebut dianggap diikutsertakan oleh pemerintah setempat dalam melakukan penelitian dan putra-putra daerah yang ada dianggap lebih mengetahui karakter dari daerahnya tersebut.

Dari sebutan saja, sudah seharusnya urang Gayo terpanggil untuk memajukan “Gajah Putih”, hewan suci yang dianggap sebagai lambang kebanggaan urang Gayo. UGP menurut Penulis, teramat penting bagi urang Gayo, tidak hanya sebagai kebanggaan, akan tetapi untuk menghasilkan penelitian-penelitian sesuai dengan karakter dari daerah Gayo itu sendiri yang dilakukan oleh putra-putri Gayo sendiri. Tentunya ini akan menghasilkan kajian-kajian yang sesuai dengan kepentingan dan karakter suku Gayo.

Kembalikan UGP sebagai Institusi Civitas Academica
Ketika menjadi UGP sebagai civitas academica atau kumpulan dari komunitas akademis, maka perlu ada perubahan pola berpikir bagi internal komunitasnya itu sendiri. Kegiatan dari UGP harus dijauhkan dari kegiatan-kegiatan yang sifatnya politisasi, hanya untuk mencara keuntungan finansial saja, dan lain sebagainya yang hanya akan menjatuhkan kredibelitas sebuah universitas.

Guna mencapai tujuan jangka panjang tersebut harus dapat meletakkan basis yang kuat, seperti pembangunan karakter pendidik dan tenaga kependidikan yang memiliki etika akademik dengan ciri-ciri rasional, obyektif dan normatif.Kemudian etika akademik tersebut harus menjadi unsur fundamental moralitas dalam menghadapi perkembangan sosial, ekonomi, politik, budaya dan iptek. Sehingga selain tanggung jawab individu yang mengutamakan kompetensi professional, kejujuran, integritas dan obyektivitas serta sebagai institusi harus mampu mempertanggung jawabkan secara publik, hormat kepada martabat dan hak azasi manusia serta dapat menjadi sumber acuan budaya luhur bangsa.

Menjunjung tinggi nilai-nilai ilmiah, etika dan estetika yakni menjadikan setiap unit selalu menjunjung tinggi prinsip-prinsip kebenaran dan kejujuran ilmiah.Antara lain: (i) menjunjung tinggi bidang ilmu yang dikembangkan dan apakah tenaga pendidik dan unsur akademiknya telah jujur dengan bidang keilmuan yang ditekuni dan diajarkannya, misalnya tidak terjadi illegal teaching; (ii) menjaga standar professional dan standar ilmiah yang tinggi secara berkelanjutan setingkat dengan universitas kelas dunia,Tidak melakukan diskriminasi dalam pelaksanaan kegiatan akademik; (iii)menciptakan lingkungan belajar dan mengajar yang berkualitas dan bertaraf internasional; (iv)mengembangkan dan menerapkan iptek pertanian yang bermanfaat bagi kesejahteraan bangsa dan seluruh umat manusia; (v)menghormati hukum dan hak azasi manusia; (vi) mampu menciptakan inovasi yang bermanfaat bagi masyarakat dan bertaraf internasional.

Nilai-nilai penting tersebut harus menjadi landasan bagi pembuatan kebijakan akademik dan terus dikembangkan melalui berbagai instrumen serta dilaksanakan secara komprehensif beserta jaminan mutu, pemantauan dan evaluasinya sehingga menjadi budaya akademik.

Pencapaian unsur-unsur penting tersebut dalam tingkah laku para tenaga pendidik, peneliti dan tenaga kependidikan sangat menentukan untuk menjadikan UGP sebagai Civitas Academica yang bisa dibanggakan dan terpercaya.

Dosen “Blusukan” dan Sinergi “Percepatan”
Dr. Al Misry, MA telah dengan lugas menggambarkan permasalahan yang ada dalam UGP seperti persoalan aset yang terbengkalai dan dalam konflik, managerial, dan pendukung dari sumber daya manusia (SDM) yang ada.

Pemecahan masalah yang ditawarkan dengan cara upaya untuk mengembalikan upaya pelurusan dan penertiban dalam rangka menujug sebuah institusi civitas academica yang bisa dibanggakan serta sumber dana yang bisa diandalkan, baik dari internal citivas academicamaupun eksternal.Atau dalam artikel kali ini saya menyebutnya membangun sebuah citivas academica yang bisa dibanggakan.

Selain itu, menurut penulis, terdapat sebuah masalah utama untuk menjadikan universitas itu bermutu, yaitu membangun trust atau kepercayaanlah yang menjadi utama.Salah satu caranya adalah dengan mengamalkan Tridarma perguruan tinggi yang diemban oleh perguruan tinggi, yaitu pendidikan dan pengajaran, penelitian dan pengembangan dan pengabdian kepada masyarakat.

Hal inilah yang kiranya menjadi dasar untuk membangun kepercayaan tersebut, menjadikan UGP sebagai institusi yang dipercaya oleh masyarakat. Kemudian para Dosen tidak hanya sebagai pengajar akan tetapi juga menjadi pemberi warna bagi masyarakat melalui kegiatan yang dilakukannya melalui kegiatan “Blusukan”.

Blusukan adalah salah satu cara terbaik untuk mendapatkan kepercayaan dari masyarakat, setiap Dosen UGP harus mulai memperhatikan cara-cara untuk lebih mendekatkan diri kepada masyarakat sesuai dengan keahlian bidang ilmu masing-masing. Dosen sudah tidak lagi dianggap sebagai eksklusif di mata masyarakat, akan tetapi dosen dianggap sebagai problem solver atau tempat untuk memecahkan masalah.

Kepercayaan yang dibangun tidak hanya dari masyarakat, akan tetapi juga dari citivas academica lainnya, dimulai dengan mempublikasikan tulisan-tulisan hasil penelitian dan pengembangan di media-media terpercaya yang memuat hasil penelitian. Agar menjadi lebih dekat lagi, maka penelitian dan pengembangan yang dilakukan disesuaikan dengan kebutuhan masyarakat gayo menjadi lebih maju.

Menjadi konsultan pemerintah, ini juga seharusnya menjadi output dari membangun kepercayaan dengan pemerintah. Upaya untuk menjadikan UGP dipercaya oleh Pemerintah wajib dilakukan, sebagai bentuk akuntabilitas UGP bagi masyarakat dan urang Gayo.

UGP sebagai citivas academica seharusnya bisa berperan menjadi pensinergi antara masyarakat dengan pemerintah. Peran sinergi seperti apa?

Disinilah adanya sense of belonging atau rasa memiliki itu hadir dalam setiap komponen masyarakat gayo, akan tetapi untuk membangunnya harus secara terencana dan berkesinambungan.

Namun, sekali lagi perlu diingat bahwa sense of belonging itu harus diawali dari gerak UGP sendiri, ini tentunya yang perlu diingat seperti yang dijelaskan dalam chapter sebelumnya.

Sebagai contoh, bila UGP mendapatkan dukungan dana dari pemerintah maka sifatnya adalah kerja sama, ketika pemerintah daerah memberikan dana kepada UGP, maka UGP bisa memberikan timbal balik seperti konsultasi atau memberikan hasil penelitian-penelitian yang sifatnya membantu tugas dari pemerintah. Begitu juga di masyarakat, maka UGP sebagai institusi dan para dosennya menjemput bola ke masyarakat, memberikan sumbangsihnya sesuai dengan keahliannya bagi masyarakat.

Majumi UGP
Sepertinya tidak ada alasan bagi UGP untuk mundur ke belakang, karena taruhannya adalah nama “Gajah Putih”, sebagai sense of belongin suku Gayo. Akan tetapi hal ini tidak juga menjadikan UGP hanya menunggu bola untuk kemajuannya, sudah seharusnya UGP menjemput bola untuk lebih bermakna lagi bagi masyarakat kita.

Permasalahan kekurangan dana yang selalu dinomorsatukan, maka menurut penulis saatnya dinomorduakan, karena yang harus dicapai adalah “Kepercayaan” dan “Kemampuan Bersinergi” dengan cara “Menjemput Bola”. Karena citivas academica adalah orang-orang terdidik yang seharusnya mempunyai idealis untuk terus maju pantang mundur dengan menggunakan segala kemampuannya, bukan manusia lemah yang tidak mempunyai kemampuan apapun sehingga harus meminta-minta.

Tulisan-tulisan yang sudah begitu banyak mengenai UGP, kiranya bisa dijadikan masukan, bukan hanya menjadi sekedar bahan bacaan saja.Kemajuan Universitas Gajah Putih merupakan kemajuan masyarakat pada umumnya.

*Pemerhati Pendidikan berdomisili di Jakarta

Comments

comments

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

No More Posts Available.

No more pages to load.