“Tidak” Pentingnya Data Curah Hujan

oleh
Fathan saat mencatat curah huja. (Ist)

Catatan : Fathan Muhammad Taufiq *)

fathanhujanData curah hujan tidak lebih dari sebuah catatan tentang jumlah curah hujan harian pada lokasi atau luasan wilayah tertentu, kebanyakan data itu diperoleh secara manual dengan mengukur jumlah air hujan yang tertampung pada alat penakar curah hujan pada hari tersebut. Data tersebut kemudian dikumpulkan setiap hari dan dilaporkan secara berkala kepada institusi yang mengurusi iklim dan cuaca yaitu Badan Meteorologi, Klimatologi dan Geofisika (BMKG) untuk kemudian di analisis dan dijadikan referensi untuk informasi iklim dan cuaca.

Sekilas data itu bukanlah data yang penting-penting amat, karena tidak banyak orang yang mencari atau membutuhkannya, hanya kalangan tertentu saja yang sesekali membutuhkan data ini, biasanya kalangan mahasiswa yang sedang melakukan penelitian, pengelola proyek-proyek pembangunan infrastruktur, lembaga penelitian dan pengembangan dan beberapa kelompok peduli lingkungan. Sementara para petani yang dalam menjalankan usaha tani mereka sebenarnya sangat membutuhkan data ini, sepertinya masih belum memanfaatkan data ini sebagai bagian dari proses usaha tani mereka, demikian juga institusi penanggulangan bencana yang sebenarnya sangat terkait dengan kondisi iklim dan cuaca juga belum sepenuhnya memanfaatkan data ini, hanya dalam kondisi tertentu saja mereka baru mecari reference data ini.

Curah hujan merupakan salah satu komponen utama dalam penentuan iklim dan cuaca, kondisi iklim di negara kita yang hanya mengenal dua musim ini, sangat dipengaruhi oleh tinggi rendahnya curah hujan.  Kondisi iklim dan cuaca juga erat kaitannya dengan usaha pertanian secara umum, beberapa komoditi pertanian seperti padi, hortikultura khususnya jenis sayur-sayuran, dalam proses usaha taninya sangat dipengaruhi oleh kondisi iklim dan cuaca, khususnya kondisi curah hujan. Pada daerah persawahan yang belum memiliki jaringan irigasi, penanaman padi sangat bergantung dengan curah hujan di wilayah tersebut, karena kebutuhan air pada lahan persawahan tersebut hanya mengandalkan air hujan (tadah hujan), begitu juga pada usaha tani sayur-sayuran, kebanyakan dari jenis komoditi ini sangat rentan terhadap curah hujan yang tinggi, misalnya saja tanaman tomat (solanum lycopersicum), akan lebih mudah terserang bakteri pseudomonas yang menyebabkan pembusukan batang pada saat curah hujan tinggi, demikian juga pada tanaman sayuran lainnya seperti kentang (solanum tuberosum),  cabe (capsicum annum, capsicum frustecent), terong (solanum melongena), bawang merah (allium cepa), kol/kubis (brassica oleracea) dan lain lainnya juga sangat rentan terhadap curah hujan tinggi, baik pada saat penanaman, pemeliharaan, produksi maupun pada saat panen dan pasca panen. Curah hujan yang tinggi akan mempengaruhi peningkatan kelembaban udara, dan kelembaban udara akan mempengaruhi perkembangan bakteri dan mikroba yang dapat mempercepat proses pembusukan pada beberapa komodirti sayur-sayuran. Jika jadwal penanaman komoditi-komoditi itu tidak memperhatikan kondisi dan sifat curah hujan, bisa berakibat kegagalan yang pada akhirnya akan merugikan para petani.

Demikian juga dengan mitigasi bencana khususnya banjir dan longsor, juga erat kaitannya dengan kondisi dan curah hujan dan dampak curah hujan bukan hanya pada wilayah penacatan saja tapi bisa saja berdampak pada daerah lain, misalnya curah hujan yang tinggi di daerah pegunungan, dapat berdampak banjir dan longsor pada dataran rendah dibawahnya. Pembangunan infra struktur, sedikit banyak juga dipengaruhi oleh kondisi curah hujan, peangunan infra struktur seperti jalan dan jembatan yang dikerjakan pada saat curah hujan tinggi kemungkinan tidak akan terlaksana dengan optimal, dan mungkin saja bisa berakibat molornya waktu penyelesaian pekerjaan.

Pemegang otoritas di bidang iklim dan cuaca yaitu BMKG, sangat berkepentingan dengan data ini, namun karena memiliki banyak keterbatasan baik personil maupun peralatan dan daya jangkau sarana prasarana, maka pihak BMKG kemudian merekrut para “relawan” khususnya para pengamat dan dan pencatat data curah hujan. Sampai saat ini mungkin sudah ribuan pencatat curah hujan yang menjadi mitra BMKG dalam melakukan penngamatan dan pencatatan data curah hujan di berbagai wilayah di Indonesia, termasuk saya salah satunya.

Awal perkenalan saya dengan urusan data curah hujan ini sebenarnya hanya sebuah kebetulan, tepatnya akhir tahun 2008 yang lalu, saya yang waktu itu bertugas di Dinas Pertanian kedatangan 2 orang mahasiswa Universitas Syiah Kuala (Unsyiah) Banda Aceh yang sedang melakukan penelitian skripsi di wilayah Aceh Tengah, mereka meminta bantuan saya untuk mencarikan data curah hujan. Awalnya saya agak bingung harus membantu adik-adik mahasiswa tersebut, tapi karena saya tidak ingin mengecewakan mereka, akhirnya saya menyanggupi untuk memberikan data tersebut keesokan harinya, saya juga menganggap itu bagian pelayanan publik yang harus saya lakukan. Sepeninggal mereka, saya mulai sibuk membongkar arsip di gudang untuk mencari data yang diminta kedua mahasiswa tersebut, butuh waktu ber jam-jam untuk mendapatkan data tersebut karena sudah bercampur aduk dengan berkas lainnya di gudang, mungkin karena beberapa kali kantor kami berpindah lokasi, sehingga banyak data yang kemudian terpaksa harus bertumpuk di gudang karena keterbatasan tempat. Setelah melalui “perjuangan berat” mengaduk-aduk arsip yang telah berlapis debu tebal itu, akhirnya data-data itu dapat saya kumpulkan, setelah saya seleksi dan saya susun, terkumpullah data curah hujan yang bentuknya sudah tidak karu-karuan itu selama kurang lebih 16 tahun ( 1993 – 2008 ), kemudian saya mulai menginput data-data tersebut kedalam file di computer, kerja keras sampai menjelang maghrib itu akhirnya tuntas juga, data curah hujan sekarang sudah terarsip rapi di file saya. Saya bersyukur karena kahirnya saya dapat memenuhi janji saya untuk memberikan data curah hujan kepada kedua mahasiswa tersebut.

Usai membereskan data, aku mencoba menelisik keberadaan alat penakar curah hujan di kantor, kebetulan di halaman kantor masih ada alat penakar curah hujan manual yang masih berfungsi dengan baik, meski dalam keadaan tidak terawat. Bagian dudukan alat yang terbuat dari kayu sudah mulai lapuk, kemudian saya menggantinya dengan pipa paralon yang di dalamnya saya isi dengan pasir dan semen, sehingga lebih kokoh dan yang jelas tidak akan lapuk dan berkarat, rerumputan disekitar alat penakar juga saya bersihkan. Waktu itu memang nyaris tidak seorangpun mau melakukan pengamatan dan pencatatan data curah hujan, mungkin karena selain dianggap merepotkan, juga nggak ada honornya.

Ketika saya mulai “tertarik” dengan pekerjaan sampingan itu, saya tidak berfikir sebenarnya untuk apa saya melakukan itu semua, yang ada di fikiran saya bahwa data curah hujan harus selalu tercatat secara akurat dan terus menerus, sehingga sewaktu-waktu ada yang membutuhkannya, data itu sudah tersedia.

Awal tahun 2009 saya mulai melakukan pengawamatan pengukuran dan pencatatan data curah hujan secara rutin setiap hari dari alat penakar yang ada, data tersebut kemudian saya simpan sebagai data curah hujan harian. Itu semua saya lakukan tanpa ada yang menyuruh atau memerintahkan, hanya karena prinsip saya bahwa data curah hujan itu cukup penting dan harus di amankan, saya sama sekali nggak pernah berfikir tentang honor atau insentif dari apa yang saya lakukan, toh saya sudah punya gaji.

Saya semakin bersemangat untuk melakukan aktifitas sampingan tersebut ketika pada pertengahan tahun 2009 saya kedatangan beberapa petugas dari Stasiun Klimatologi Indrapuri, sebuah institusi yang bertanggung jawab atas urusan klimatologi di provinsi Aceh. Setelah melihat catatan curah hujan saya yang terfile rapi, mereka juga meminta agar saya juga mengirimkan data curah hujan tersebut ke Stasiun Klimatologi Indrapuri melalui Short Massage Services (SMS) per dasarian atau per sepuluh hari sekali, mereka juga mencatat saya sebagai petugas pos pengamatan cuarah hujan kerja sama BMKG. Karena saya anggap itu bukan pekerjaan yang berat dan  tidak mengganggu aktifitas pokok saya, sayapun manyanggupinya, dan sejak sata itulah saya mulai akrab dengan teman teman di BMKG. Karena sudah mulai kenal dengan teman-teman di BMKG, awal tahun 2010, saya diberi kesempatan oleh BMKG untuk mengikuti pelatihan dasar penakar curah hujan dan Sekolah Lapang Iklim, dua pelatihan yang saya anggap penting, karena memberikan pengetahuan dasar tentang iklim dan cuaca yang selama ini hanya sedikit sekali saya ketahui.

Alhamdulilah, sampai dengan saat ini sudah lebih enam tahun saya melakukan pekerjaan sampingan yang (menurut sebagian orang) tidak penting ini, tapi saya terus melakukannya, karena saya tidak ingin data saya terputus dan tidak valid, terkadang saya harus minta bantuan teman untuk mencatat data curah hujan tersebut saat saya pergi ke luar daerah, ya meski saya harus rela merogoh kantong untuk sekedar memberi “uang rokok” kepada teman yang membantu saya, karena meski dianggap data yang tidak penting, tetap saja saya tidak ingin kehilangan akurasi dan kevalidan data curah hujan saya. Setiap dasarian, data yang saya catat secara rutin, saya kirimkan ke server BMKG dan tanpa diminta oleh siapapun, secara berkala saya juga mengirimkan mempublikasikan data curah hujan yang telah saya catat melalui jejaring sosial, mungkin saja ada teman-teman yang membutuhkan.

Itulah sekelumit catatan kecil dari seorang pencatat data curah hujan, sebuah data yang mungkin bagi sebagian orang bukanla data yang penting-penting amat, tapi saya tetap saja punya pendapat berbeda, karena dari beberbagai referensi yang perna saya baca, data curah hujan yang sudah terkumpul dan di analisa di BMKG  akan menjadi referensi untuk penyusunan prakiraan iklim dan cuaca yang diutuhkan hampir oleh semua sector, penentuan kalender tanan, mitigasi bencana, dan penyusunan rencana pembangunan infrastruktur serta dibutuhkan untuk data pendukung berbagai kegiatan penelitian.  Itulah sebabnya, sampai saat ini saya masih eksis sebagai salah seorang “relawan” untuk memberikan kontribusi data yang dibutuhkan BMKG, meski saya sadari, kontribusi saya itu “sangat kecil” dan “tidak berarti”.

*) Salah seorang pengamat dan pencatat curah hujan di Kabupaten Aceh Tengah.

Comments

comments

No More Posts Available.

No more pages to load.