Ketika Dunia Maya Tawarkan Kebebasan Bersuara, Jagalah Bahasa Kita!

oleh

[Artikel]

 Usman D.Ganggang*)

 Barangkali, warga negeri ini, tidak menyadari bahwa kicauan lewat Twitter atau  Facebook, bukan hanya berdampat positif. Ternyata dengan rajin menyimak berita terkini, kita pasti terenyuh. Pasalnya, ternyata kicauan lewat Facebook atau Twitter, malah mendulang kejahatan. Meskikah kita pasrah pada kenyataan yang ada? Barangkali, kata bijak yang sering kita dengar seperti,” Ubahlah cara berpikir Anda, maka dunia Anda akan berubah”. Kalau begitu, apa yang perlu kita perbuat untuk mengantisipasi masalah masalah berkicau yang ujungnya mendulang kejahatan?

Teman saya di dunia maya, berpesan,”Jagalah bahasa kita, ketika menghadirkan status”.  Tentu saja ajakan ini, patutlah dicermati dengan baik. Bagaimanapun juga, masukan ini sangat berharga terutama kita yang sering menghadirkan status di dunia maya. Dunia maya memang harus diakui, selalu  menawarkan kebebasan bersuara apa saja.  Akibatnya, kita sering tergelincir kalau tidak berhati-hati dalam menggunakan bahasa kita. Ingat kata peribahasa, “Lain ladang lain pula belalangnya”. Maksudnya, lain daerah lain pula adat istiadatnya. Di Sabang boleh saja, misalnya, dilarang menggunakan kata-kata tertentu, tapi di daerah lain seperti di Kupang atau tempat lain, malah diberi kebebasan untuk menggunakan kata- kata  tertentu.

Diakui banyak pihak, dunia maya memang menjadi pedang bermata dua, di satu sisi menguntungkan bagi kita untuk berkreasi, bahkan boleh jadi berusaha menghadirkan ‘intuisi kreatif.  Namun di sisi lainnya bisa menjerumuskan kita ke dalam badai konflik yang berkepanjangan. Iya, di sana ada  ‘kebebasan bersuara’ yang ditawarkan dunia maya itu. Tetapi pertanyaannya, , ‘bebas’ yang seperti apa? Nah, kalau belum bisa menjawabnya, tentulah, kita harus berhati-hati. Sebab kalau kita salah menanggapinya, boleh jadi, kebebasan yang  ada itu menjadi sebuah masalah besar, dan ujungnya, siap masuk hotel prodeo, kapan saja dan di mana saja, bisa teralami oleh mereka yang sering bebas bersuara tapi tidak mengerti batas kebebsasan.

Pesan yang disampaikan kawan saya di atas tadi,  sangat bermanfaat bagi kita,  karena fakta riil kini, kita  suka sekali bersuara di dunia maya tanpa mempertimbangkan bagaimana perasaan pihak lain. Caci maki serta saling mencemoohi, dan sejenisnya, sepertinya dianggap biasa saja. Ada yang menganggapnya biasa saja, namun ada pula yang tidak senang, dan akhirnya percacian serta pencemoohan itu, diangkat menjadi sebuah perkara. Sekali lagi,  apa yang disuarakan teman saya di  atas, sangat tepat untuk diangkat di sini. Bagaimana tidak? Sejumlah masalah selalu mampir di tengah kita, meski tanpa diundang. Iya apalagi kalau diundang, barangkali jumlah masalah berlimpat ganda, jadinya.

Pasalnya, terkadang memang kita tidak menyadarinya, bahwa kita telah memancing di air keruh, hingga terpancing  oleh pancingan kita sendiri. Atau sebaliknya, terpancing untuk dipancing. Alhasil, terjadilah masalah berlipat ganda. Haem! Enaknya, kalau tak mau terpancing, jangan mau memancing. Atau kalau mau  memancing pancinglah di laut lepas. Tetapi kalau kail hanya sejengkal, janganlah  memancing di laut lepas! Begitu kata peribahasa yang sering didengar di tengah masyarakat.

Mencermati kondisi yang ada di sekitar kita, di mana sudah banyak masalah yang terjadi seperti beberapa bulan lalu,  Mbak Florence Sihombing, seorang mahasiswi S2 UGM (wow) yang terkenal karena menyerobot antrian SPBU dan menuangkan kekesalannya melalui (lagi lagi) akun Path-nya. Terlepas dari siapa yang salah dan benar di SPBU tersebut, penggunaan kata-katanya di Path tentu saja tidak bisa dimaafkan, mengingat dia adalah sarjana dan kini menempuh pendidikan yang lebih tinggi. Lalu ,berita terkini  hadir lagi sebuah masalah, kian panas, “Ada dua kasus yang ditengani pihak kepolisian yang masih hangat ditelinga masyarakat Indonesia dipekan ini. Kasus yang pertama adalah seorang pemuda usia 24 tahun yang mengunggah foto editan bergambar Presiden Joko Widodo dan Mantan Presiden Megawati yang tak senonoh. Kemudian berita yang masuk ke ranah hukum lainnya adalah penangkapan pemilik akun twitter triomacan 2000 yang melakukan aksi pemerasan terhadap sebuah instansi dengan mengancam sebuah berita bohong yang beritanya banyak dipercaya oleh sebagian besar masyarakat Indonesia “.

Menyimak berita-berita tersebut, kita pasti terenyuh. Gara-gara tidak memahami makna kebebasan, akhirnya kita terjerumus dalam sebuah masalah. Oleh karena itu, penting artinya bagi  kita untuk memahami ‘kebebasan’ yang ditawarkan dunia maya ini. Anda boleh saja,  bersuara sepuasnya, tapi nanti Anda yang akan menanggung sendiri imbas dari perkataan Anda. Memang tak ada yang melarang kita menuliskan apapun di akun media sosial kita, menuangkan semua perasaan,  baik itu kesal maupun sedih. Tapi tentu pula diingat negara kita ini sangat menjunjung tinggi etika. Salah satu etika yang dimaksud adalah soal bahasa yang kita gunakan.Nah, kalau tidak mau terlibat dalam  masalah, jagalah bahasa kita, baik itu di dunia maya maupun dunia nyata. “Sebebas apapun kita, ingat tetaplah beretika! Atau Anda ingin menjadi Dinda dan Florence lainnya?” ujar teman saya.

Dunia maya, demikian teman saya,  sekali lagi, boleh dibilang, pedang bermata dua, di satu sisi amat menguntungkan bagi kita, sebab di sana sejumlah informasi tersedia, dapat diakses, kapan saja kita butuhkan. Akhirnya kita kaya dengan informasi dan digunakan dalam memenuhi kebutuhan dalam keseharian kita. Namun  demikian, lanjutnya, di sisi lainnya kalau kita tidak hati-hati dalam memilah untuk  memilih informasi, malah justeru bisa menjerumuskan kita sendiri. Iya,’ kebebasan bersuara’ yang ditawarkan dunia maya ini kadang kala membuat kita salah menanggapinya, Pertanyaannya, “Bebas’ yang seperti apa?  Apakah seenak perut kita?  Dan seabrek pertanyaan yang lain susul-menyusul.

Menghadapi pertanyaan di atas, tentu kita tidak hanya memfokuskannya pada akal, tetapi juga harus memperhatikan soal rasa. Akal saja, belumlah cukup kalau unsur rasa dikesampingkan. Atau sebaliknya, mementingkan unsur rasa dan akal ditinggalkan. Oleh sebab itu, pikir dan rasa itu harus satu dalam memutuskan. Artinya, jangan  sampai pincang dalam memanfaatkannya. Apa pun alasannya, tidak ada yang melarang kita untuk menulis apa saja di dunia maya. Semua pikiran dan rasa, di setiap akun media social, seperti kesal atau sedih, misalnya, boleh saja. Tetapi tentu ada catatannya, yakni meski kita diberikan kebebasan  di sana, kita tokh jangan sampai mengesampingkan etika. Konkretnya, etika harus dijunjung tinggi.” Jagalah bahasa kita, baik itu di dunia maya maupun dunia nyata. Sebebas apa pun kita, ingat tetaplah beretika!” pesan teman penulis.

Bagaimanapun, sekali lagi, pesan di atas, sangat berguna bagi kita yang hampir  setiap saat menggunakan media ‘dunia maya’. Yang jelas kata teman penulis,” Dunia maya tak ada bedanya dengan dunia nyata”. Kata-kata kita, lanjut teman penulis,  menunjukkan seberapa berkualitasnya diri kita. Orang yang omongannya kasar, sudah bisa dipastikan bukan seperti apa karakter orang tersebut? Iya, orang bijak selalu berujar,”Bahasa menunjukkan bangsa”. Artinya, dari bahasa yang digunakan orang tersebut, kita bisa tahu, dia berasal dari planet A atau planet B.

Bagaimana sikap kita menghadapi masalah krusial di atas? Iya, kita menyadari, kondisi saat ini semakin canggihnya zaman, semakin canggih pula cara masyarakat dalam memberikan hukuman sosial kepada warganya yang tidak bisa beretika dengan baik. Untuk itulah, mari kita berkaca pada diri sendiri. Sudahkah kita beretika dengan baik? Apakah bahasa yang kita gunakan, sudah mempertimbangkan pola berkomunikasi yang bermanfaat, seperti: dengan siapa kita berbicara, apa masalahnya, melalui sarana apa kita gunakan, dalam situasi yang bagaimana, dan untuk apa kita bicarakan hal tersebut?

Insya Allah, ketika kita sudah menjawab semua pertanyaan di atas, kita dapat berkomunikasi dengan siapa saja, tanpa harus berurusan dengan hokum. [SY]

.Usman-D.GanggangUsman D.Ganggang*) Penulis kelhairan Bambor-Mabar, kini berdomisili di Kota Kesultanan bima-NTB. Ia juga adalah adalah salah seorang seniman, budayawan dan penyair dari Nusa Tenggara Timur yang saat ini tinggal di Manggarai Nusa Tenggara Barat, dikalangan seniman Indonesia ia dikenal dengan nama Penyair dari Timur. Usman D. Ganggang saat ini tengah menterjemahkan sebuah cerpen yang diangkat dari kearifan sastra lisan Gayo kedalam bahasa daerah Nusa Tenggara Timur. Ia bercita-cita satu saat akan tiba di tanah Reje Linge dan Iskandar Muda.

Sumber bacaan: (1) Pentingnya Beretika di Dunia Maya karya Dhea Hairunnisa. (2) Bahasa menunjukkan bahasa karya Usman D.Ganggang. 3) Artikel Herdian. Penghina Jokowi Dibui, Pemilik Akun TrioMacan 2000 Ditangkap, Farhat Kapan Menyusul?

Comments

comments

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

No More Posts Available.

No more pages to load.