Nostalgia Cairo di Kota Dingin

oleh

(Catatan perjalanan ke Takengon part 1)

Catatan Nasril*

cairo-gayo

Perjalanan kali ini tanpa persiapan bahkan tidak dalam perencanaan, menjelang keberangkatan rombongan keluarga dan istri tercinta dari Aceh Utara ke Gayo Lues, saya bingung  antara ikut rombongan atau tidak, dalam kegalauan itu saya memutuskan untuk ikut saja rombongan keluarga tapi tujuannya belum pasti entah sampai Bireuen, Takengon atau sampai Gayo Lues.  Saat tiba di Bireuen saya putuskan untuk melanjutkan perjalanan ke Takengon saja, mengingat  kalau ke Gayo Lues tidak cukup waktu menikmati keindahan kota seribu bukit itu kalau cuma 2 hari.

Sambil menikmati perjalanan dan saling berbagi cerita dengan keluarga, tiba-tiba saya ingin menghubungi seorang teman kuliah dulu, sekarang ia menetap di Kecamatan Ketol Aceh Tengah, namun ia tidak bisa jumpa siang hari, ia mengajak jumpa  malam setelah ia kembali ke Takengon, karena pada saat itu ada hal yang tidak bisa ia tinggalkan mengingat tempat ia beraktifitas dengan kota takengon lumayan jauh. Tiba di mesjid Agung Ruhama yang terletak di ibu kota Aceh tengah itu kami shalat dan keluarga bersiap-siap berangkat ke kota Seribu Bukit. Sambil rehat sejenak, saya mencoba hubungi seorang guru dan juga kawan dari alumni al-Azhar Cairo yaiu Ust. Harun Usman,Lc. beliau sedang ada kegiatan, setelah Ashar janjian untuk bertemu.  Akhirnya saya naik becak ke Simpang Wariji untuk menikmati nikmatnya kopi Gayo bersama seorang teman yang sudah duluan menunggu disana.

Sedang asyik berbincang-bincang dengan kawan ini dan ia juga sedang menunggu kawan-kawannya yang lain karena ada agenda rapat, tiba-tiba terlihat dari jauh  ust. Harun bersama dua orang temannya yang masih pudar siapa orang tersebut, saya bangun untuk langsung menjumpai mereka, ternyata dua teman ini juga anggota Ikatan Alumni Timur Tengah (IKAT) Aceh Ust. Zakiul Fuadi, LC. MA dan Ust. Hambali, LC. Masih teringat memory beberapa tahun yang lalu ketika di Mesir, bersalaman, mujamalah dan cupika cupiki, terasa lebih akrab. Zakiul yang baru sekitar 3 bulan tinggal di kota dingin mulai membuka lembaran-lembaran lama semasa di Cairo, ia mulai menanyakan tempat tinggal saya terakhir karena ia duluan pulang Tanah Rencong. “Sebelum pulang ke Aceh, saya tinggal di Qatamea bang, bersama bang Fadilah, tapi saya lebih sering di Hay-sabi’ bersama kawan-kawan Mypost” saya menjelaskan panjang lebar

Tiba-tiba Ust. Harun yang merupakan putra Gayo ikut nyambung dengan pembahasan yang sedang di kenang semasa di Cairo, ia menanyakan siapa yang pakai selimut “hijau” nya di Matarea, ia juga menjelaskan panjang lebar bagaimana mereka awal-awal tinggal di Materea. Satu persatu cerita kenangan Cairo pecah, apalagi disaat Hambali mengenang tentang musim dingin dan ujian di al-Azhar. Setelah kami pesan minuman kesukaan masing-masing, cerita terus berlanjut, kali ini mengenai kampus tercinta dan tentang Duktur serta masyikh Azhar, lagi, memori lama semakin terbuka, tak terasa waktu menjelang magrib, kami hendak berpisah, ust. Harun kembali mengajak untuk  jumpa dan mengajak kawan-kawan lainnya untuk ngumpul lagi setelah Isya di tempat yang telah ditentukan yaitu di tepi sungai Nil Takengon “Lut Tawar”.

Saya kembali menjumpai kawan saya yang juga baru selesai rapat dengan teman-temannya, lalu saya diajak kerumahnya untuk silaturrahim, setelah selesai semuanya seusai isya kami menuju ke tempat yang telah disepakati tadi sore, tiba-tiba ust. Harun mengabarkan bahwa tempat tersebut Muqlak “tutup” karena malam jarang dibuka katanya, mengutip informasi dari orang sekitar tempat tersebut, kami langsung putar haluan ke tampat nongkrong baru, yaitu terminal lama kota Takengon.

Kali ini kawan-kawan IKAT tidak hanya berjumpa dengan teman-temannya yang dari Cairo tapi kami juga bersilaturrahim dan diskusi dengan redaksi LintasGayo.co (LGco) yang dihadiri langsung oleh pak Khalis, Pemimpin Redaksi 9Pemred) LGco dan Sekretaris redaksi pak Darmawan Masri. (ungkapan terimakasih kami kepada LGco yang telah meluangkan waktunya untuk bersilaturrahim dengan kami).

Pertemuan kali ini tidak hanya dibahas kenangan kenangan semasa di Cairo, tapi juga tentang pengalaman-pengalaman beraktifitas di aceh, Zakiul lagi yang mulai menceritakan pengalamannya masa-masa paling tegang yaitu pada saat ia menjadi pemateri di acara mahasiswa baru dihadapan guru besar dari universitas tersebut. Ia juga menceritakan selama ini ia pindah-pindah terus tempat sampai akhirnya ia berada kote dingin sebagai Dosen di STAIN Gayah Putih.

Diskusi semakin pecah ketika Ust. Harun menanyakan banyak hal tentang publikasi dan cara menulis kepada Pemred LGco, sementara Hambali juga sangat penasaran dengan media ini sehingga ia terus menggali informasi dari sekretaris yang duduk berhadapan dengannya.

Dalam pertemuan singkat itu kembali membuka kenangan di Cairo pada saat hendak kuliah harus berdesakan naik 80 coret dan kegiatan talaqqi selama di Cairo diceritakan oleh  M Din yang merupakan salah satu warga IKAT dari Ketol yang terkena musibah gempa Gayo dua tahun lalu.

Waktu terus berjalan malam semakin dingin, banyak hal yang dibahas, tiba-tiba rasa kangen ke kota Seribu Menara itu timbul, teringat masa-masa kuliah, Talaqqi, musim dingin, musim semi, musim panas, transportasi, jalan kaki, takmiah, ful, easy, bukrah, thabur, damghah, Nil, kibdah, syai, KMA, atabah, qatameah, asyir, matarea, sabik dan moment-moment indah lainnya.

Teringat kata-kata pendulu kami, barangsiapa yang telah minum air Nil maka ia akan kembali, kata-kata ini saya ungkap ke forum, satu persatu mereka menjawab, betol pingin kembali ke Mesir, al Azhar, tapi kalau bisa tidak ikut ujian Azhar, canda hambali.

Akhir pertemuan ust. Harun juga berterimakasih kepada Pemred LGco yang telah meluangkan waktu dan dan telah banyak membagikan informasi informasi baru kepada anggota IKAT di Tanoh Gayo, semoga kedepan kegiatan-kegiatan IKAT baik di Aceh maupun di tanoh Gayo bisa dinikmati oleh semua kalangan. Anggota IKAT putra asli Gayo, Harun Usman, Lc, mengatakan selama ini da’wah-da’wah yang dilakukan alumni timur tengah di Gayo sama sekali belum tersentuh media.

Semoga dengan bersilaturahmi dengan media LintasGayo.co gerakan da’wah yang dipelopori IKAT di Tanoh Gayo bisa langsung menyentuh kepada masyarakat.

Sebelum berpisah, Darmawan sekretaris LGco juga merasa senang bisa bersilaturrahim dan mendengarkan cerita Al Azhar dan Cairo serta keiklasan masyayikh dan muhsinin dari Mesir, al-Azhar tempat belajar bagi semua umat Islam di seluruh penjuru dunia, tidak dikutip biaya melainkan al Azhar memberikan beasiswa kepada mahasisswanya. Ia berharap ke depan, aktifitas-aktifitas alumni Cairo ditanoh Gayo dipublikasikan supaya bisa dinikmati semua kalangan di masyarakat.

Perjalanan ke kota dingin Takengon sabtu kemarin (20/12/2014) begitu berkesan tidak terbayang sebelumnya akan ada Nostalgia Cairo disini.

*Anggota Ikatan Alumni Timur Tengah (IKAT) tinggal di Aceh Utara

Comments

comments

No More Posts Available.

No more pages to load.