Catatan Joe Samalanga: Racikan “asam pedas” DPR Aceh tanpa pemekaran

oleh

joe_anak_anakPENDEKLARASIAN Koalisi Aceh Bermartabat di Hotel Hermes Banda Aceh pada Minggu malam 16 November 2014 akhirnya menjawab posisi anggota dewan  dari pemilihan Aceh Tengah dan Bener Meriah yang kurang bersikap pada keinginan  daerah, malah sangat bertolak belakang dengan anggota DPR-RI wilayah Gayo yang sebenarnya lagi diuji kemampuannya menghadapi pusat, baik secara ketekunan maupun lobi-lobi.

Saya sangat berkeyakinan 6 anggota DPR Aceh dari pemilihan Aceh Tengah dan Bener Meriah akan menghasilkan sesuatu yang sama dengan DPR Aceh sebelumnya, baik dalam konsep, maupun dalam ekonomi kerakyatan, kebudayaan, dan peradapan. Alasannya sederhana, kini 6 anggota terhormat yang dipilih betul-betul terperangkap dalam lingkaran “anti pemekaran” yang ujung-ujungnya menjadi penguat “paduan” suara di parlemen.

Enam orang yang kita harapkan berpihak kepada Aceh Tengah dan Bener Meriah kini resmi  berada di koalisi Aceh Bermartabat dimana tujuan paling utama dari koalisi tersebut adalah menjaga “Aceh” tetap utuh dan jauh dari niat memekarkan Aceh Leuser Antara (ALA) dan Aceh Barat Selatan (ABAS).   Keenam anggota DPR Aceh kita itu berasal dari partai Golkar, Partai Nasdem, Partai Aceh, Partai Keadilan dan Kesejahteraan  (PKS), Partai Persatuan Pembangunan  (PPP), Partai Hanura, Partai Gerindra,  dan Partai Demokrat.

Terlepas soal pemekaran ALA dan ABAS, seharusnya yang pantas ditempuh oleh anggota Dewan adalah menolak berada dalam koalisi tersebut, agar DPR Aceh lebih bervariasi.  Mengutip syair penyanyi balada Iwan Fals bukan “paduan suara” yang mengatakan kata “setuju”. Bukankah komitmen menjadikan Aceh bermartabat dengan  penyeimbangan pembangunan. Apalah sebuah partai  jika dibanding dengan sebuah kesejahteraan rakyatnya.

Awalnya barangkali kita sepakat parlemen Aceh bernama “koalisi Aceh Bermartabat”. Namun  tatkala ada 5 Partai lainnya tidak diajak bergabung, hati yang sepakat menjadi buyar . Ini adalah langkah politik yang berguru ke Senayan yang justru membangun “tanda tanya” besar dikalangan masyarakat Indonesia, bagaimanakah nasib Indonesia masa depan yang  tampaknya memang ada “titipan dendam” pada pemilihan presiden lalu.

Ini menunjukan  betapa Partai Aceh masih menjadi momok yang menakutkan di parlemen. Partai nasional yang kita harapkan menjadi partai perubahan Aceh masa depan yang punya  variasi gagasan, ternyata hanya “bualan” kampanye saja, dan itu membuktikan apabila sosok anggota DPR Aceh yang sudah terpilih memang bukan menusia unggul dan tetap punya “hati” mengkotakan niat untuk Aceh, termasuk “kebohongan” ingin membangun Aceh secara sungguh-sungguh.

Pertanyaan yang hingga kini masih mengganjal adalah; untuk apa koalisi itu bila semua partai besar berada di dalamnya?. Kalau mau logika, apalah arti partai yang ditinggal yang cuma punya kursi sedikit dibanding koalisi Aceh Bermartabat” yang memang penguasa parlemen. Ini pekerjaan yang mengada-ada. Karenanya, “Dosa” anggota DPR Aceh kedepan harus sepenuhnya berada di pundak Koalisi, karena hanya  ada 1 meja makan yang mewah, tidak ada dua atau lebih lagi, apalagi menu yang variatif.

Intinya, kalau parlemen berlomba untuk menjegal lantas dimana niat kebersamaan dibawah payung “Aceh”? Tidak ada, yang ada hanya kata-kata bagus yang sekarang dibalut dengan koalisi. Saya yakin, Koalisi ini justru menjadi penghambat pembaharuan untuk Aceh, karena bahasa “politik” cuma pantas dipegang selama 24 jam, sisanya menjadi waktu yang mengikuti arus,  mudah dan tak berisiko. Selamat berjuang sahabat, cuma tinggal sebuah meja dengan menu ke-Acehan, cicipi saja. Mudah-mudahan menu pesisir, pegunungan, dan kepulauan mulai menyatu dalam satu racikan bumbu; asam keu eng yang yang ramuannya berasal dari masam jeng, dan asam padeh. Selamat menikmati dan tetap satu kata, “asam pedas”.

Joe Samalanga adalah Redaktur Pelaksana media Online dan Tabloid LintasGayo.co

Comments

comments

No More Posts Available.

No more pages to load.