Mencari Keadilan di Tanah Italia

oleh

Catatan : Mustafa Kamal, S.ST

tmp_21070-PicsArt_14157745242162112136351Dunia sepak bola Italia beberapa pekan terakhir kembali menjadi perhatian dan perbincangan. Pemberitaan media tentang isu calciopoli (skandal pengaturan score) kembali berhembus, pemberitaan ini bukan tanpa dasar, FIGC yang memiliki otoritas dalam sepak bola di Italia telah memutuskan untuk melakukan sidang lanjutan terkait kasus calciopoli.

Berbicara mengenai calciopoli kita tentu sangat mengingat akan kejadian pada 2006 silam dimana beberapa klub Serie A dan Serie B dinyatakan terlibat dalam kasus tersebut, seperti Juventus, Ac Milan, SS Lazio, Fiorentina dan Reggina. Saya rasa seluruh Juventini (pendukung club Juventus-red) juga pasti tahu dan tidak akan pernah melupakan peristiwa yang menyakitkan ini.

Kasus ini kembali dimunculkan karena masih ada kasus hukum yang belum tuntas. Tentu kita mengetahuinya sidang super cepat yang dilakukan pada tahun 2006 lalu menyisakan banyak kejanggalan dan tanya besar mengapa keputusan hukum bisa diputuskan dengan begitu cepat tanpa adanya bukti dan data yang memperkuat kasus tersebut.

Calciopoli adalah kasus skandal pengaturan skor yang merugikan banyak pihak, khususnya kompetisi Serie A Italia. Namun bagi Juventini calciopoli “Morattipoli” adalah usaha sebagian atau sekelompok oknum yang tidak mampu meraih prestasi di atas lapangan hingga dengan sengaja menciptakan skema kotor di luar lapangan guna menghancurkan kekuatan sepakbola terbaik dalam sejarah Italia yaitu Juventus.

Ketika itu Juventus menjadi saingan berat bagi rival-rivalnya terutama Inter Milan dalam memperebutkan kasta “mahkota” tertinggi klasemen liga Serie A. Mengapa tidak? Juventus pada tahun 2004-2005 dan 2005-2006 yang diperkuat oleh pemain-pemain yang mempunyai kualitas mendunia seperti Gianluigi Buffon, Fabio Cannavaro, Pavel Nedved, Zlatan Ibrahimovic dan Alesandro Del Piero sangat sulit untuk ditaklukkan, sehingga membuat tim lain yang akan menghadapi si nyonya tua harus memutar otak dan bekerja lebih keras dilapangan hijau bila berhadapan dengan Juventus.

Jadi untuk mengakhiri dominasi dan kedigdayaan Juve maka sebuah konspirasi kejahatan bernama calciopoli adalah hal yang sempurna untuk mengakhiri kedigdayaan sepak terjang si nyonya tua.

Dari awal, telah banyak yang mengetahui bahwa calciopoli adalah sebuah rekayasa besar yang disusun dengan sangat rapi hingga mampu mengirim Juventus ke Serie B dan menanggung kerugian baik secara financial maupun image yang begitu besar, ini sungguh-sungguh sebuah konspirasi besar yang bertujuan untuk melenyapkan penghalang–penghalang inter menuju kesuksesan.

Banyak fakta menunjukkan bahwa sebenarnya inter lah yang berada dibalik kasus ini, hal ini terlihat jelas mereka dihadiahi gelar scudetto 2005-2006 dari la’grande juve walaupun persidangan kilat pada saat itu dan tidak dapat menunjukkan bukti yang kuat bahwa Juve bersalah.

Kini setelah penantian panjang para punggawa Juventus dan Juventini seluruh penjuru dunia memiliki secercah harapan dalam mencari keadilan. Pada Desember 2014-Januari 2015, kasus ini akan dibuka kembali untuk melihat siapakah yang benar dan salah sekaligus sebagai ajang mengembalikan nama baik Juventus dan sepak bola Italia dimata dunia.

Pada persidangan pertama beberapa nama akan diperiksa untuk memulai penyelidikan ini, Massimo Moratti, Javier Zanetti, dan wasit Pierluigi Pairetto, akan menjalani pemeriksaan perdana tanggal 30 November-2 Desember 2014. (Sky Sport.com)

Hal ini mengundang komentar dari Erick Thohir selaku pemilik Inter Milan saat ini “Kami tidak takut akan kemungkinan yang terjadi, apalagi kasus ini sudah lama ditutup, tentu tidak akan berbeda dengan hasil. Moggi saya sarankan untuk diam dirumah saja dan meminum susu dari cucunya ketimbang datang ke persidangan,”. (Sky Sport.com)

Mendengar hal ini Moggi tersulut dan mengeluarkan komentar “Erick anda sebaiknya diam atau pulang segera, sebelum anda mendapati kengerian di balik jeruji milik tanah Italia. Anda tidak akan pernah tahu apa-apa itulah sebab anda membeli Inter Milan.” (Corrielle Dello Sport)

Melihat keberhasilan Luciano Moggi selama lima tahun ini dalam mencari keadilan dengan menunjukkan fakta-fakta yang kuat di persidangan calciopoli jilid 2, kita Juventini sangat optimis bahwa kebenaran akan dapat terungkap. Kebenaran bahwa Juventus dan dirinya memang tidak pernah bersalah seperti yang dituduhkan selama ini akan segera terbukti.

Seorang penyidik bernama Stefano Palazzi yang ditugasi oleh FIGC, telah merangkum semua bukti yang muncul di persidangan calciopoli 2 ini. Butuh waktu kurang lebih 1 tahun untuk Palazzi akhirnya mengeluarkan kesimpulan yang sangat mengejutkan. Sebagai catatan persidangan Calciopoli pada tahun 2006 hanya memakan waktu 3 minggu untuk merampok 2 scudetto Juventus serta mendegradasikan La Vecchia Signora ke Serie B.

Hasil penyelidikan selama 1 tahun mempertegas bahwa Juventus tidak didegradasi atas/akibat melakukan pelanggaran article 6 (Melakukan usaha mengubah posisi di klasemen melalui pengaturan score/match fixing) karena memang tidak pernah terbukti. Juventus hanya terbukti melakukan pelanggaran article 1 (Tindakan tidak sportif, ex: Berhubungan dengan komisi wasit). Pelanggaran atas article 1 biasanya dijatuhi sanksi denda atau maksimal pengurangan 1-3 point di klasemen. Sedangkan pelanggaran untuk article 6 akan dikenai sanksi berat berua degradasi.

Berdasarkan bukti-bukti yang dikumpulkan Palazzi selama berlangsungnya persidangan di Napoli, Juventus bersama dengan beberapa pihak/tim lain terbukti melakukan pelanggaran article 1. Beberapa tim lain tersebut adalah Cellino (Cagliari), Campedelli (Chievo), Foschi (Palermo), Gasparin (Vicenza), Governato (Brescia), Corsi (Empoli), Spalletti (Udinese, coach), Foti (Reggina), Moratti(Inter) dan Meani (Milan).

Palazzi juga menemukan adanya pihak/tim lain yang terbukti melakukan pelanggaran article 6, yaitu : Spinelli (Livorno), Fachetti (Inter) dan Meani (Milan).

Berdasarkan pernyataan dari Palazzi tersebut, Juventus pada 2006 sebenarnya hanya melakukan pelanggaran article 1 namun melalui pengadilan super cepat dan penuh rekayasa dijatuhi hukuman degradasi yang sebenarnya merupakan hukuman untuk pelanggaran article 6 yang dilakukan inter. Singkat kata, si Raja divonis bersalah sementara si maling melenggang pergi begitu saja.

Namun Juventus tidak main-main untuk sidang tanggal 3 januari 2015 nanti, mereka menyiapkan setidaknya 175 bukti baru. Dapat dipastikan sidang calciopoli ini berjalan sengit. Dibukanya kasus ini, menjadi awal dibukanya kembali keadilan tanah Italia. (Gazetta Dello Sport)

Bahkan pakar hukum Italia Simone Laudi mengatakan “Dengan banyaknya bukti hukum yang dibawa Juventus, sangat tidak mungkin Inter dapat menang. Saya berharap keputusan yang akan datang bukan memperburuk sepakbola Italia.” (Gazetta Dello Spor).

Sinetron ini mungkin akan tamat pada Januari 2015 ini. Hasilnya belum tentu akan sesuai dengan apa yang telah ditemukan oleh Palazzi, karena semua tahu bagaimana sistem pengadilan di Italia yang hampir mirip dengan di Indonesia. Namun harapan kita selaku Juventini dan orang-orang yang selalu mendukung Juventus pasti sangat mengharapkan keadilan dalam proses hukum nantinya sehingga kemajuan sepakbola Italia akan kembali gemilang seperti pada era 90-an.

Seperti dilaporkan sky sport, kemungkinan sidang ini tidak akan memutuskan perkara dengan cepat, namun harus melewati tahapan yang panjang. Pada tahun 2006 beberapa tim dirugikan atas hukuman ini, Juventus adalah team yang paling dirugikan dan dihukum paling berat dalam calciopoli ini. Publik italia terutama tifosi Juventus berharap ada secercah harapan dengan dibukanya kasus ini. Seperti matahari terbit, disisi yang lain akan menimbulkan kegelapan di Italia.

Apapun hasil yang akan keluar nanti, para Juventini sangat mengapresiasi dan berterima kasih kepada Luciano Moggi dan Andrea Agnelli yang telah melakukan tindakan nyata terkait ketidakadilan ini. Berkat usaha gigih Moggi dan tim pembelanya selama 5 tahun terakhir, banyak fakta baru yang terungkap. Melalui bukti-bukti di persidangan Napoli inilah Palazzi akhirnya mengambil kesimpulan di atas. Andrea Agnelli juga terus memperjuangkan agar scudetto kita dikembalikan. Semoga keadilan tidak akan pernah lenyap dipenjuru bumi manapun.

Kebenaran akan selalu abadi dan keburukan akan sirna. Kebaikan akan selalu ditemukan meskipun tersembunyi dan ditutup-tutupi oleh kejahatan. Tidak jarang, justru kejahatan yang lebih tampak dan mengesankan menang. Namun percayalah bahwa kebaikan akan muncul juga, mengalahkan kejahatan. Persoalannya, hanya pada waktunya. Grazie JUVE. [DM]

*Anggota Juventini Indonesia Chapter Lhokseumawe dan Siswa Sekolah Demokrasi Aceh Utara Angkatan 4.

Comments

comments

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

No More Posts Available.

No more pages to load.