SGP diundang menjadi peserta Konferensi Pro Bono di Singapura

oleh

Catatan : Sabela Gayo

tmp_5167-20141003_153748 - Copy_1-1445435366Konferensi Pro Bono di Singapura ini merupakan konferensi Pro Bono yang ketiga kalinya dilaksanakan oleh Bridges Accross Borders Southeast Asia (BABSEA CLE). BABSEA CLE pertama kali melaksanakan konferensi pro bono pada tahun 2012 di Laos, 2013 di Vietnam dan 2014 di Singapura. BABSEA CLE berencana akan melaksanakan kegiatan serupa pada 2015 di Myanmar dan 2016 di Indonesia.

BABSEA CLE merupakan sebuah organisasi internasional yang didirikan untuk mendorong inisiatif pendidikan hukum masyarakat ditingkat negara-negara ASEAN.

BABSEA CLE memiliki beberapa perwakilan di Thailand, Singapura, Myanmar, Laos, Kamboja, dan Vietnam. Sedangkan di Indonesia, BABSEA CLE hadir dalam bentuk dukungan yang diberikannya terhadap salah satu Lembaga Swadaya Masyarakat Indonesia Legal Resource Center (ILRC).

Konferensi tersebut dihadiri oleh 200 orang peserta yang terdiri dari Pengacara, Hakim, tokoh Lembaga Swadaya Masyarakat (LSM) nasional dan internasional, mahasiswa hukum dan pegiat pro bono lainnya.

Para peserta berasal dari berbagai negara seperti Indonesia, Singapura, Malaysia, Filipina, Laos, Myanmar, Thailand, Kamboja, Bhutan, Amerika Serikat, Inggris, Italia, dan Republik Rakyat China (RRC). Kegiatan tersebut dibuka secara resmi oleh Ms. Indranee Thurai Rajah yang merupakan Menteri Senior di Kementerian Hukum dan Pendidikan Singapura.

Kata “bono” berasal dari bahasa latin yang berarti “miskin, marjinal atau kurang beruntung”. Jadi Konferensi Pro Bono merupakan konferensi yang pro terhadap kelompok miskin dan kaum marjinal dalam kaitannya untuk mengakses layanan bantuan hukum.

Kegiatan bantuan hukum Pro Bono biasanya dilaksanakan oleh Firma Hukum atau Kantor Pengacara yang memiliki kepedulian terhadap nasib kelompok marjinal dan kaum miskin yang tidak punya kemampuan finansial dalam mengakses layanan bantuan hukum.

Walaupun di dalam Undang-Undang Advokat No. 18 Tahun 2003 pada pasal 10 dinyatakan bahwa setiap advokat wajib melaksanakan bantuan hukum cuma-cuma, namun kebijakan tersebut belum dapat terlaksana dengan baik Indonesia. Oleh karena itu diharapkan melalui konferensi Pro Bono tersebut dapat ditemukan solusi alternatif dan contoh-contoh baik (best practices) dari negara lain di ASEAN dalam kaitannya dengan pelaksanaan kebijakan Pro Bono di Indonesia.

Konferensi Pro Bono di Singapura bertujuan untuk menyebarluaskan informasi kepada para pemangku kepentingan di bidang hukum bahwa betapa pentingnya inisiatif pro bono bagi masyarakat miskin, marjinal dan kurang beruntung, memberikan kesempatan kepada pengacara dan kantor advokat untuk bekerjasama dalam mendorong pelaksanaan inisiatif pro bono di daerahnya masing-masing, mendidik para akademisi di bidang hukum, mahasiswa hukum, pengacara, penegak hukum dan pegiat pro bono lainnya dalam menterjemahkan konsep pro bono sesuai dengan kebutuhan daerahnya masing-masing.

Bantuan hukum Cuma-Cuma yang terdapat di dalam UU Advokat di Indonesia merupakan bantuan hukum yang wajib dilaksanakan oleh para advokat sebagai individu sedangkan pro bono merupakan kewajiban pelaksanaan bantuan hukum secara gratis yang wajib dilaksanakan oleh kantor advokat secara institusi.

Jadi bantuan hukum Cuma-Cuma dan pro bono merupakan 2 (dua) bentuk bantuan hukum gratis yang wajib diberikan oleh advokat maupun pegiat hukum lainnya kepada masyarakat miskin, marjinal dan kurang beruntung yang memerlukan bantuan hukum.

Sabela Gayo & Partners (SGP) adalah salah satu Kantor Advokat yang diundang oleh panitia pelaksana Konferensi Tahunan Pro Bono tersebut. SGP berencana akan menginisiasi Pedoman Pro Bono Indonesia dan Pedoman Teknis Lainnya bersama dengan Yayasan Lembaga Bantuan Hukum Indonesia (YLBHI) dan Perhimpunan Advokat Indonesia (PERADI) dalam waktu dekat ini di Jakarta.

Kemudian SGP juga akan bergerak bersama dengan pegiat pro bono lainnya untuk mendirikan Indonesia Pro Bono School di Jakarta. 2 (dua) inisiatif tersebut diharapkan dapat berkontribusi bagi pengembangan budaya pro bono di Indonesia sehingga masyarakat miskin, marjinal dan kurang beruntung dapat semakin mudah dalam mengaksesn bantuan hukum gratis dan berkualitas.

*Salah satu peserta Konferensi, Putra Asli Gayo.

Comments

comments

No More Posts Available.

No more pages to load.