Hasil pembahasan RUU, sengketa pilkada ditangani MA bukan lagi MK

oleh

Jakarta-LintasGayo.co: Rancangan Undang-Undang Pemilihan Kepala Daerah (RUU Pilkada) sudah hampir rampung dalam pembahasannya. Seluruh fraksi sepakat dengan poin-poin yang ada, kecuali soal kepala daerah dipilih langsung oleh rakyat atau melalui DPRD.

Ketua Panitia Kerja RUU Pilkada Abdul Hakam Naja mengatakan, tim perumus dan tim sinkronisasi sudah selesai membahas dua draf dalam RUU Pilkada. Dua draft itu terkait pemilihan kepala daerah dipilih secara langsung atau melalui DPRD.

Hakam memaparkan, telah disepakati semua fraksi bahwa sengketa hasil Pilkada langsung diserahkan kepada Mahkamah Agung (MA) bukan lagi ke Mahkamah Konstitusi (MK). Sementara untuk kepala daerah yang dipilih DPRD, lebih kepada administratif dan ranah gugatan ke PTUN.

“Sekarang ke MA tapi dengan batasan waktu. Kalau DPRD kan sengketa lebih banyak administratif, seperti ijazah palsu, prosedur tidak tepat, tapi langsung kan sengketa hasil, selisih sedikit itu di MA dengan Adhoc dengan batasan waktu sekian hari itu diselesaikan. Agar semua tidak mengganggu sudah dilantik tapi masih harus tersandera kalau tidak ada batasan waktu,” beber Hakam di Gedung DPR, Jakarta, Kamis (11/9/2014) malam.

Dia menjelaskan, dalam menangani perkara sengketa Pilkada ini bukan oleh hakim MA yang sembarangan. Namun ditangani hakim terpilih dan punya sertifikasi khusus. “Hakim yang senior, hakim dididik khusus tentang kepemiluan,” ujar Hakam.

Tak luput dia menjelaskan, dalam draft ini juga mengatur tentang jenis-jenis pelanggaran dalam Pilkada. Ia menambahkan, ada tiga jenis yang dimaksud, yakni pelanggaran hukum, administratif, dan etik.

“Ada 3 pelangaran pertama administratif, kedua pidana, seperti ijazah palsu, politik uang. Ketiga pelanggaran etik, itu yang sifatnya menyangkut dia melakukan pelanggaran berkaitan dengan jabatan, penyalahgunaan jabatan berpihak itu etik,” jelas dia.

Selain itu, Hakam menerangkan, dalam pembahasan RUU juga disepakati bahwa dilakukan uji publik calon kepala daerah terlebih dahulu. Hal ini dilakukan baik secara langsung atau tak langsung dalam keputusan pemilihan kepala daerah nanti.

“Uji publik baik pemilihan di DPRD maupun langsung semua diuji publik sama tim independen,” terang dia.

Masih menurut Hakam, terkait biaya Pilkada, jika mekanisme lewat DPRD maka ditanggung oleh APBD. Namun, Jika dipilih langsung, biaya Pilkada dibebankan pada APBN.

Rencananya, pada tanggal 23 September RUU Pilkada memasuki tahap final pembahasan bersama Menteri Dalam Negeri. Kemudian akan disahkan pada 25 September di paripurna.

RUU Pilkada juga mengatur tentang politik dinasti di daerah. Ikatan sedarah satu tingkat seperti anak, istri, ayah, kakak atau adik dilarang mengantikan posisi incumbent.

Misalnya, ayahnya seorang gubernur, saudara sedarah yang satu tingkat dilarang lagi menjadi gubernur di tempat yang sama. Kecuali, diperbolehkan di kedudukan yang berbeda, misalnya wakil gubernur.

“Boleh untuk jabatan yang tidak sama di wilayah yang sama. Yang tidak boleh itu jabatan sama wilayah yang sama,” tandas Hakam. (liputan6)

Comments

comments

No More Posts Available.

No more pages to load.