Dana Aspirasi atau Aspirasi Kota Madya dan Kabupaten Tanoh Gayo

oleh

Muchlis-Gayo-SH-300x200Muchlis Gayo,SH*

“Katakan tidak kepada korupsi” teriakan kampanye Partai Demokrat pada Pemilu 2009 yang disiarkan oleh media televise sampai kepelosok tanah air, teriakan itu sama besar gemanya disaat mereka yang berteriak dijadikan tersangka oleh KPK kecuali SBY dan puteranya Ibas, dan setelah pergantian Presiden berapa lagi anggota banggar DPR.RI, DPRD Prov/kab/kota yang akan jadi tersangka akibat dana aspirasi. Dana aspirasi DPR-RI dengan cara menaikan anggaran Kementerian yang dititipkan untuk membiayai proyek-proyek yang muncul dadakan di daerah atau yang tidak teranggaran tahun sebelumnya. Demikian pula didaerah, menaikan anggaran Dinas yang belum diajukan dinas, atau dinas bermain dengan anggota DPR-D/K untuk menaikan anggaran yang diajukan.

Munculnya dana aspirasi bodong tanpa payung hukum dan secara administrasi keuangan dianggap benar, menjadi motivasi bermunculan Caleg dari golongan Pedagang, kontraktor, pengusaha dan anggota lama DPR-D/K. Terlepas dari dugaan money politik, serangan fajar, malam, atau tertanamnya modal dimasa sosialisasi, hasil Pileg 2014 membuktikan golongan inilah yang mayoritas  merebut kursi legislatif, mengalahkan kader-kader parpol yang telah lama dibina.

Hasil observasi, ada 3 alasan yang mendorong kursi legislative layak untuk diperjuangkan pada Pileg 2014. 60 % karena ada dana aspirasi yang jumlahnya 1 sd 2 milyar.  30 % caleg yang disiapkan untuk pemilihan Bupati tahun 2017, karena wacana pemilihan Bupati/walikota tahun 2017 dipilih oleh DPRD/K. Hanya 10 % yang memahami tugas legislative dan kepentingan pertumbuhan ekonomi dan kesempatan lapangan pekerjaan, maka pemekaran kota madya Takengon layak diperjuangkan.

Apapun alasan dan motivasinya perjuangan menjadi anggota legislative perlu dihargai. Menjelang pelantikan dan masa tugas anggota legislative 2014-2019 dan agar dapat melakukan penyesuaian dengan tuntutan perubahan era pemerintahan dari SBY ke Jokowidodo serta maraknya anggota legislative yang ditangkap oleh KPK, sebaiknya kita bedah ketiga issu tersebut.

Fungsi, Tugas dan Wewenang DPRD/Kabupaten
UU NO. 32/2004 Tentang Pemerintahan Daerah, pasal 41 menyatakan DPRD memiliki fungsi Legislasi, anggaran dan pengawasan. Tentang wewenang diatur pada pasal 42 dengan 11 ayat, dan tidak satu ayatpun menyatakan adanya“ Hak anggota DPR-D/K menentukan dana aspirasi “. Hak DPRD diatur dalam pasal 43, antara lain : a. Interpelasi, b. Angket dan c. menyatakan pendapat. Pasal 44 ayat (1) anggota DPRD mempunyai hak: a. mengajukan rancangan Perda, b. Mengajukan pertanyaan, c. Menyampaikan usul dan pendapat, d. Memilih dan dipilih, e. Membela diri, f. Imunitas, g. Protokoler dan h. Keuangan dan administratif ( gaji dan pendapatan lain). Pasal 45. Berisi Kewajiban anggota DPRD, ada 9 ayat, hanya 1 ayat yang ada kata “ aspirasi” , yaitu ayat (e). Isinya“ Menyerap, menampung, menghimpun, dan mindak lanjuti aspirasi masyarakat”.Jelas tidak ada kata “ dana aspirasi “. Menyerap dan memperjuangkan aspirasi masyarakat yang memilihnya  dilakukan pada saat pelaksanaan “musrenbang desa, kecamatan, kabupaten sampai disetujui DPRD/K”, bukan mengatur dananya, apa lagi mengatur siapa yang mengerjakannya.

Timbulnya kehendak anggota DPRD meminta dan mengatur dana aspirasi terkait kebijakan Pemerintah dalam mengalokasikan anggaran pembangunan, apakah aspirasi rakyat dalam musrenbang itu tertampung dalam APBD atau tidak. Jika aspirasi daerah pemilihannya tidak tertampung maka anggota akan terjadi penolakan terhadap RAPBN tahun berikutnya. Penolakan anggota DPRD/K akan mempengaruhi kelangsungan RPJMD/N, pada posisi seperti ini pemerintah menjadi lemah dan terjadi konsultasi, tawar menawar dalam pengalokasian dana aspirasi.

Sebenarnya Gubernur, Bupati/wali kota jika RAPBDnya benar-benar mempergunakan azas pemerataan, berkeadilan, berkesinambungan dan terbuka, tidak perlu khawatir apabila rencana anggarannya ditolak legislatif. UU 32/2004 pasal 187 ayat (1)  memberi hak kepada Bupati/Wali kota mempergunakan uang Negara setingi-tingginya sebesar angka APBD tahun anggaran sebelumnya yang disusun dalam peraturan kepala daerah tentang APBD. Pasal 187 ayat (a) Peraturan Kepala Daerah tentang APBD ini wajib disahkan oleh Gubernur.

Memberikan hak dana aspirasi kepada anggota legislative, sama dengan memberi peluang korupsi jika kita lihat dari perspektif hukum. Definisi korupsi secara gamblang telah dijelaskan dalam 13 buah pasal dalam UU No. 31/1999 jo UU No. 20/2001. Berdasarkan pasal-pasal tersebut korupsi dirumuskan ke dalam tiga puluh bentuk/jenis tindak pidana korupsi.  Pasal-pasal tersebut menerangkan secara terperinci mengenai perbuatan yang dikenakan pidana penjara karena korupsi. Salah satu pasal yang sering dipergunakan untuk menyatakan perbuatan itu korupsi adalah Pasal 3 “ setiap orang yang dengan tujuan menguntungkan diri-sendiri atau orang lain atau suatu korporasi, menyalah gunakan kewenangan, kesempatan atau sarana yang ada padanya karena jabatan atau kedudukan yag dapat merugikan keuangan negara atau perekonomian negara”. (maksimal penjara seumur hidup, minimal 1 tahun dan paling lama 20 tahun).

Pemekaran Kota
Jika melihat pertumbuhan penduduk dan geografis Kabupaten Aceh Tengah setelah menjadi nenek dari beberapa Kabupaten, maka keinginan untuk dimekarkan, suatu hal yang wajar. 10 dari 12 Kecamatan di Kab. Bener Meriah dapat berkembang dengan signifikan dibanding sisa kecamatan yang tertinggal di Aceh Tengah. Siapapun mengerti bahwa  ibu kota kecamatan dan desa semestinya menjadi pasar untuk kegiatan perekonomi rakyat. Takengon yang berusi 437 tahun tetap menjadi pusat pasar dari 11 Kecamatan, hanya ibu kota Silihnara Angkop yang sudah menjadi pasar atau kegiatan ekonomi masyarakat Kecamatan Silih Nara dan Rusip Antara. Yang menyedihkan  ada 2 kecamatan masyarakatnya belanja ke Weh Pesam, yaitu Kecamatan Ketol dan Kute Panang.

Letak ibu Kota Aceh Tengah “Takengon”, secara geografis hampir sama dengan letak Banda Aceh di Aceh, sehingga ada beberapa Kecamatan yang dianggap tertinggal, jika dilihat dari konsep pertumbuhan, pemerataan dan berkeadilan, seperti wilayah Barat, Timur dan Barat Daya, wilayah yang memiliki potensi sumber daya alam yang cukup untuk meningkatkan PAD Aceh Tengah. Hal yang sama, terjadi ketidak seimbangan pertumbuhan penduduk, antara wilayah Barat danTimur dibanding wilayah Tengah.

Oleh sebab itu untuk mempercepat pertumbuhan yang adil dan merata serta meningkatkan daya tampung ratusan tenaga kerja terdidik, ribuan tenaga kerja lulusan smp dan slta, gagasan kota Takengon jadi kota Madya dan kabupaten Tanoh Gayo menggantikan Aceh Tengah sudah saatnya direalisasikan.

Otonomi Daerah di Provinsi Aceh berdasarkan UU No. 11/2008  ada di tingkat Provinsi,  maka sebagian dana pembangunan ditentukan di Provinsi. Berneun, Bireun/Matang, Perlak/Idie adalah kota-kota yang siap dijadikan Kota Madya, jika ketiga kota itu lebih cepat dimekarkan maka pembagian dana pembangunan untuk Aceh Tengah semakin kecil, sebaliknya jika Aceh Tengah dimekarkan maka dana pembangunan menjadi 2 bagian, hasilnya akan seperti Bener Meriah.

Pemilihan Kepala Daerah oleh DPRD/K
Dalam tiga kali Pelaksanaan Pilkada di era roformasi, kita melihat dan mengalami kondisi pasca pemilihan rawan perpecahan dan sengketa. Wajar jika Kementerian Dalam Negeri mewacanai mulai tahun 2017 Bupati/wali kota dipilih DPRD/K seperti pemilihan di era Orba. Merubah sistem pemilihan berarti merubah UU No. 23/2004, merubah UU memerlukan waktu. Dilihat dari waktu pelantikan anggota DPR-RI hasil Pileg 2014 dan pelantikan Presiden baru kemungkinan perubahan sistem Pilkada gagasan Mendagri era SBY akan dikaji ulang, sampai ditemukannya sistem Pilkada yang terbaik untuk Indonesia.

Dengan ulasan diatas sebaiknya para anggota DPR, DPRD/K mau tidak mau merubah orientasi perjuangannya, dari perjuangan dana aspirasi menjadi perjuangan aspirasi masyarakat pemilihnya.  Pemikiran merebut jabatan Bupati dalam sistem pemilihan oleh DPRD/K tahun 2017 dialihkan dengan perjuangan memekarkan Aceh Tengah dengan melahirkan anak ke 3 bernama Kodya Takengon.

Pembentukan Kota madya diawali dengan menghilangkan nama Kecamatan yang berbau primordial uken toa, seperti  Kecamatan Bebesen, Kebayakan, lut Tawar. Ketiga kecamatan ini ditambah sebagian Kecamatan Bintang ( kampung dipinggir danau dan kampung Bintang ), sebagian Kecamatan Pegasing (sampai Gelelungi) disatukan, lalu dipecah menjadi 5 kecamatan. Nama kecamatannya, Kecamatan Takengon Barat, Takengon Timur, Takengon Utara, Takengon Selatan  dan Takengon Pusat. Ke-5 Kecamatan ini dijadikan Kota Madya. Sisanya menjadi wilayah Kabupaten Aceh Tengah yang dirubah menjadi Kabupaten “ Tanoh Gayo “. Kenapa tidak? Daripada dijadikan tersangka oleh KPK.

*Pemerhati sosial, budaya, ekonomi dan politik

Comments

comments

No More Posts Available.

No more pages to load.