Tengku Yahya, ulama Gayo yang bersyiar dengan syair

oleh
Kampung Pegasing

Kampung PegasingTENGKU Yahya dikenal sebagai ulama di dataran tinggi Gayo, Aceh Tengah. Ulama yang pernah menuntut ilmu agama di Peudada, Pulo Keton dan Samalanga, Aceh Utara ini membuka pengajian di rumahnya di kampung Wih Nareh. Di samping rumahnya memang sengaja dibuat sebuah ruang berukuran agak besar untuk tempat pengajian itu. Murid Tgk Yahya tak hanya berasal dari Kampung Wih Nareh tapi juga datang dari Gelelungi, Pejeget, Kung, Kedelah dan lain-lain.

Di tempat pengajian, Tgk Yahya mengajar mengaji Quran dan tafsir. Bila lelah belajar kepada murid-muridnya ia mengajar¬kan Syaer Gayo. Sebuah bentuk kesenian yang didendangkan dengan irama tertentu. Liriknya berupa syair berbahasa Gayo yang bersi¬fat religius. Tgk Yahya membuat syair berdasarkan ayat Quran dan hadis. Karena itu telah menjadi kebiasaan saat itu sebelum Syaer Gayo didendangkan terlebih dahulu dibacakan ayat atau hadis berkenaan tema yang dibawakan.

Salah seorang murid Tgk Yahya yang cukup terkenal berna¬ma Tgk Siti Jeriah. Selain memiliki suara merdu, dara penduduk kampung Kung ini juga mempunyai daya ingat yang kuat. Satu dua kali Tgk Yahya mengucapkan lirik Syaer Gayo ciptaannya, segera dapat ditangkap kemudian dikumandangkan Tgk Siti Jeriah.

Dalam pagelaran Syaer Gayo untuk tamu-tamu misalnya Tgk Siti Jeriah ditemani Tgk Serikulah atau Tgk Jemiah. Mereka berti¬ga dalam seni Syaer Gayo disebut ceh syaer. Biasanya pertunjukkan akan dilengkapi dengan beberapa peserta lainnya. Sehingga sebuah grup Syaer Gayo dapat terdiri dari l0 hingga 20 orang. Sebuah syair ciptaan Tgk Yahya yang banyak dihafal orang berjudul ‘Semiang Taring’ (Sembahyang Tinggal). Begini petikan puisinya,

Baring sahan semiange taring
hejepe sinting lime belas perkara onom i denie tulu waktu mate
tulu wan kubure tulu i padang maksar

(sesiapa sembahyangnya tinggal
mendapat kesulitan lima belas perkara
enam di dunia tiga ketika mati
tiga dalam kubur tiga di padang maksar)

Pertama umure nise gere berat
kedue ilamat saleh gere ara
ketige doa e gere berterime
keempat amale nge meh benasa

(yang pertama umurnya tak berkah
kedua bayangan saleh tak ada
ketiga doanya tak diterima
keempat amalnya hilang lenyap)

Puisi karya Tgk Yahya ini tak diterbitkan dalam bentuk mass media cetak atau buku. Sehingga sukar menemukannya di perpustakaan pribadi atau perpustakaan umum. Namun bila kita mencoba berusaha menemui seorang murid Tgk Yahya misalnya, kita akan ter tolong. Begitulah suatu kali ketika mendapat kesempatan bertemu dengan Tgk Jemiah (berusia lk 70) puisi ‘Semiang Taring’ dapat segera diungkap kembali dari ingatan nenek tua itu.

Bahkan ketika diakhir bulan Juli l998 ketika mengun¬jungi Tgk Naimah isteri Tgk Yahya alm. di Kampung Genting Ger¬bang, nenek yang kini lk berusia 85 tahun itu masih ingat bebera¬pa bait puisi tsb. Meski kelihatan nampak sudah agak pikun Tgk Naimah memiliki tubuh yang kokoh. Sepeninggal suaminya ia kini tinggal bersama anak perempuannya Safiah Inen Tamsir.

Masihkah dapat ditemukan tulisan tangan Tgk Yahya pada isterinya Tgk Naimah? Ternyata tidak. Menurut Safiah mereka sering berpindah-pindah karena itu buku-buku Tgk Yahya sering tercecer. Kemungkinan satu-satunya untuk dapat menemukan karya puisi dengan tulisan Tgk Yahya sendiri ada pada murid-muridnya yang tersebar. Dan untuk melacak ini tentu memerlukan waktu.

Selain membuka pengajian di Wih Nareh, Tgk Yahya juga mengadakan pengajian di kampung Gelelungi. Di Gelelungi ada sebuah Rumah Papan yang cukup luas, sehingga dapat menampung ratusan murid pengajian. Rumah Papan milik Pulu Imem selalu terbuka untuk pengajian Tgk Yahya. Di Rumah Papan juga tinggal seorang penyair Tgk Chatib Bensu. Maka Syaer Gayo sebagai selin¬gan pengajian semakin berkembang. Kini selain karya-karya puisi religius Tgk Yahya juga diperdengarkan karya Tgk Chatib Bensu.

Syaer Gayo yang dipelopori Tgk Yahya agaknya mulai berkembang pada tahun l930-an. Usaha ulama dan penyair religius ini bukannya tak mendapat tantangan. Pernah terjadi ketika Syaer Gayo dikumandangkan disebuah rumah di kampung Kutelintang, ter¬dengar orang melempar batu ke atas atap rumah. Namun hambatan ini rupanya merupakan tantangan yang harus diatasi oleh seorang pelopor seperti Tgk Yahya. Pada zaman Tgk Yahya lah wanita dian¬jurkan memakai kerudung. Begitu juga adat kebiasan lama pada perkawinan masyarakat Gayo ‘bertunah’ (mandi berlumpur), Tgk Yahya melarang dengan tegas. Sikap tegas Tgk Yahya tentu berda¬sarkan pengetahuan agama Islam yang diperolehnya selama belajar diperantauan dulu.

Sebuah puisi yang berbicara tentang segala jenis air ditulis Tgk Yahya dengan judul ‘Wih’ (Air). Ikuti petikannya dibawah ini, (terjemahan),

Air ada tujuh macam
pertama air hujan
dari langit turun ke bumi

kedua air embun
naik turun menjadi embun

Yang ketiga air beku
menjadi batu sebab dingin
keempat air mata air
air terpancar dari bumi

Kelima air telaga
ambil dengan gayung sungguh biasa
ketujuh air sungai
air kali dalam bahasa Gayo

Selain mengambil tema tentang sembahyang (Semiang Taring), air (Wih), Tgk Yahya juga menulis puisi tentang mikrat Nabi. Sebagai ulama pengetahuannya tentu cukup luas berkenaan dengan riwayat hidup Nabi Muhammad SAW, termasuk mikrat Nabi. Dalam bahasa Gayo yang khas sang penyair bersyair (petikannya),

Masa mikrat Nabi lepas kuneraka
munengon jema i ezeb sana dosa e
sawah ni Nabi renyel ku Baitul Muqaddis
dapatan majelis bernama jemaah anbia

(Ketika mikrat Nabi ke neraka
melihat orang kena azab apa dosanya
Nabi tiba ke Baitul Muqaddis
bertemu majelis jemaah anbia)

Sawah Nabi renye bergena buraq
langkahe jarak sawah sepanang mata
Melekat Jibril sunguh munamat kekang
gere mulintang lagu si bewenne rata

(Nabi tiba berkenderaan Buraq
perjalanan jauh tiba sekejap mata
Malaikat Jibril memegang kendali
tak ada penghalang semua rata)

Petikan syair karya Tgk Yahya diatas sedikit banyak telah memperlihatkan kepada kita bagaimana seorang ulama menitip¬kan pesan agama kepada masyarakat lewat puisi. Dan itu dilakukan¬nya di sejak tahun l930-an. Setelah Tgk Yahya tampil, penciptaan Syaer Gayo dilanjutkan oleh sejumlah ulama lainnya.[] blog LK Ara

Comments

comments

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

No More Posts Available.

No more pages to load.