5 jam 23 menit untuk 17 KM renangi Lut Tawar

oleh
Para perenang pecahkan rekor renang 17 KM di danau Lut Tawar
Para perenang pecahkan rekor renang 17 KM di danau Lut Tawar

Catatan : Darmawan Masri

KAMIS, 15 Mei 2014 menjadi hari bersejarah bagi saya dan tentu bagi 6 atlet “kuat” anggota Gayo Diving Club (GDC) Aceh Tengah serta Pengurus Olahraga Selam Seluruh Indonesia (POSSI) Aceh Tengah. Mereka melakukan latihan sekaligus pertama dalam sejarah berenang melintasi danau dari sisi timur ke barat sejauh 17 kilometer. Perasaan tak menentu saat turut mendampingi mereka, was-was apakah mereka yang masih belia itu akan selamat dan berhasil menaklukkan keganasan lut tawar ?

Hipotermia, kram dan ombak
Sambil menuju ke Pante Menye saya pun mencoba bertanya kepada Sekretaris POSSI Aceh Tengah, Munawardi. Apa tantangan berenang didinginnya air Danau Lut Tawar. Dia menjawab kram yang dirasakan di otot-otot kaki dan tangan bisa juga dibagian badan lainnya. Jika kram terjadi maka perenang harus dengan segera mengatasi masalah itu, jika tidak maka akan menenggelamkan mereka dengan seketika. Mendengar penjelasan itu, saya khawatir, membayangkan apa yang akan terjadi. “Atlet POSSI Aceh Tengah telah dilatih mengatasi hal itu,” kata Munawardi. Saya lega mendengarnya.

Selain kram, dijelaskan masalah lain adalah hilangnya suhu tubuh saat berenang atau biasa disebut dengan hipotermia yang menyebabkan perenang kedinginan akibat dinginnya air di Lut Tawar, dan konsisi ini adalah yang paling fatal apabila terjadi. Namun dengan bergerak secara terus-menerus resiko terkena hipotermia bisa dikurangi.

Ombak yang berlawanan dengan arah perenang menjadi tantangan sendiri, karena dapat menghambat perenang, namun ini tidak terlalu menyulitkan karena juga untuk melatih ketahanan atlet. Terang Munawardi.

Jarak 17 KM bukanlah jarak yang dekat, dibutuhkan waktu berjam-jam untuk bisa melewatinya. Kupandangi satu persatu atlet-atlet itu, 5 dari mereka masih berusia belia. Hanya Mude Angkasa yang senior dan menjadi komando dalam latihan tersebut. lalu Iwan Tan Miko seorang siswa yang akan menamatkan pendidikannya di SMKN 2 Takengon, Al-Zikri Hakim pelajar SMAN 1 Takengon, dan Marwan yang merupakan atlet termuda dia adalah siswa SMPN 2 Takengon usianya baru 13 tahun, selain itu ada 2 orang atlet wanita yang turut serta bersama kami, Ira Wati dan Nurma keduanya adalah siswa SMKN 1 Takengon.

Sempat terbesit dalam hati, apakah mereka mampu menaklukkan kedinginan Lut Tawar serta keganasan mitos yang katanya ada mahluk penghisap darah bernama “Lembide”, apakah mereka tidak takut akan hal itu, hati ku pun mulai bertanya-tanya dan berdoa agar atlet-atlet muda nan tangguh ini bisa mengatasi semua kemungkinan yang bisa saja terjadi kepada mereka.

Pukul 09.20 Wib para atlet langsung mengganti kostum mereka dan memakai perlengkapan finsswimming seperti snorkel, masker dan fins, sebelumnya mereka berdoa kemudian melakukan pemanasan di atas dermaga Pante Menye yang dipimpin oleh Usmar Effendi dan Winara, keduanya pelatih atlet-atlet itu.

Pemanasan cukup, mereka mulai berendam di air, sebelum melakukan misi mereka, aku pun melihat kearah barat danau, hanya terlihat kotak-kotak kecil gambaran dari pemukiman padat di Kota Takengon, seakan tak mungkin tekad atlet-atlet ini yang sudah di pendam sejak lama dimana mengarungi Lut Tawar dari sisi Timur ke Barat bisa terwujud, melihat jauhnya rute yang harus mereka lalui.

Jam sudah menunjukkan pukul 09.55 Wib, stopwacht yang dipegang pelatih mulai di-on-kan pertanda start renang dimulai, atlet-atlet itu mulai berenang dengan semangat. Berharap bisa segera menuntaskan keinginan mereka selama bertahun-tahun. Kami mengikutinya dengan tumpangan speed boat.

Atlet kurang mampu, gizi kurang
Tak terasa sepertiga danau sudah dilalui para atlet, dengan jarak tempuh 1 jam lebih, sempat keasyikan melihat tangan mereka menari-nari diatas air dengan gaya bebas sesekali melakukan dolpin (gaya lumba-lumba) karena kedua gaya itulah yang diperbolehkan dalam aturan olahraga Selam. “Kasian atlet-atlet itu, kebanyakan dari mereka berasal dari keluarga kurang mampu, sehingga asupan gizi tak maksimal,” kata Winara.

Padahal, menurut dia, olahraga ini membutuhkan tenaga ekstra dan pengaturan gizi atlet adalah hal yang paling penting diperhatikan, betapa tidak atlet-atlet ini akan bertanding di Pekan Olahraga Aceh (PORA) Juni mendatang di Aceh Timur, olahraga selam mempertandingkan 2 nomor pertandingan, nomor laut dan nomor kolam.

Di nomor laut dipertandingkan kelas finsswimming 10 KM, dan OBA (five point dan M-cross), sedangkan di nomor kolam kelas yang dipertandingkan adalah  finswimming 100 meter, 200 meter, imerrson 400 meter dan surface 800 meter, kesemuanya dipertandingkan untuk kategori putra dan putri.

Tentunya kesemua kelas itu, asupan gizi para atlet adalah hal yang utama untuk bisa bertanding menghasilkan prestasi yang maksimal dengan meraih juara. Winara pun mengatakan, pihaknya sering patungan mengumpulkan dana untuk menambah asupan gizi atletnya.

Umumnya atlet itu berasal dari keluarga kurang mampu itu, kendala lainnya adalah terletak pada alat yang mereka pakai saat latihan. “Mereka tak pakai alat standar saat berlatih, karena alat untuk olahraga ini cukup mahal, untuk fins yang standar saja harganya 1 jutaan, belum lagi masker yang digunakan dan snorkel,” terang Winara.

Selama ini mereka berlatih ternyata tak menggunakan fasilitas dari pemerintah, melainkan mereka membelinya sendiri dan aset yang dimiliki oleh Gayo Diving Club (GDC) sebuah club selam di Takengon dimana kesemua mereka berasal dari club ini dan menjadi atlet di POSSI Aceh Tengah.

Mendangar cerita dari seorang pelatih yang kesehariannya bekerja sebagai nelayan di Lut Tawar ini, perasaan sedih muncul, pembinaan olahraga di negeri yang kaya akan potensi ini tak dipedulikan oleh pemegang kebijakan, padahal mereka-mereka itulah yang mengharumkan dan memperkenalkan daerah ini keluar.

Mungkin, pihak yang ngurusi bidang ini bukan orang yang tepat sehingga tak faham kondisi di lapangan, lebih lagi bincang gizi.

Separuh Danau Lut Tawar
Waktu terus berlalu, para atlet sudah berenang  separuh jarak yang di target, tepatnya antara kawasan Kelitu disisi utara dan Ujung Nunang di sisi selatan danau Lut Tawar. Para perenang terus saja meluncur dengan semangatnya. Ombak danau pun mulai muncul, angin bertiup dari sisi barat sedikit menyusahkan para atlet, butuh tenaga lebih merengkuh tangan dan menggerakkan kaki. Ombak yang dikenal dalam bahasa Gayo dengan sebutan gelumang menghempas tubuh para atlet, sesekali Gelumang menenggelamkan mereka.

Separuh lintasan dilampaui, para atlet berhenti di tengah danau, mereka melambaikan tangan kearah kami, meminta mendekat. semula dugaan saya mereka tak sanggup lagi melanjutkan renan dan meminta naik ke speed boat, ternyata tidak mereka meminta buah-buahan yang telah dipersiapkan. Beristirahat versi mereka tentu beda, mesti mengapung di tengah danau dengan kedalaman lebih dari 50 meter tanpa pegangan dan tanpa pijakan.

“Kami lapar,” kata para perenang. Segera kami memberikan pisang. Teorinya, buah-buahan yang memiliki karbohidrat seperti pisang bisa menambah kekuatan mereka, karena cepat dicerna oleh tubuh, tidak dianjurkan memberikan nasi karena proses pencernaannya menjadi energi lambat.

Belum ada yang minta naik ke speed boat, setelah menyantap beberapa buah pisang, mereka pun melanjutkan misi.

GDC5Minta naik speed boat
Para atlet terus saja berenang, tiba-tiba ada seorang atlet putri melambaikan tangan. Ada apa gerangan? itu yang terbetik dibenakku. Dugaku, dia pasti tak sanggup lagi, dia pasti minta naik ke speedboat.

Ternyata salah, Irawati ternyata meminta kami membalutkan kakinya yang lecet. Sebabnya, peralatan yang di pakai tidak standar. Kelima jari kakinya terlihat lecet. Erangan kesakitan sempat terdengar dari mulut gadis belia ini. “Saya harus bisa mencapai tujuan, segera balut kaki saya bang!,” pintanya kepada Usmar Effendi yang sedang membalut kakinya. Hanya beberapa menit, Ira pun melompat lagi ke danau, melanjutkan berenang bersama rekan-rekannya yang lain.

Tak lama dari situ, giliran Marwan yang meminta naik, rupanya anak usia 13 tahun ini masih lapar. Berbarengan, kakak si Marwan, Nurma juga minta naik ke speedboat. Mereka minta makanan, namun segera melompat kembali ke danau dan berenang lagi.

Tak lama, perenang Al-Zikri Hakim yang meminta naik, dia tidak minta makanan. Ombak kian tingi ternyata membuatnya takut. Namun setelah disemangati tim pelatih, nyalinya bangkit dan berenang lagi. Setelah itu, giliran Iwan Tan Miko yang meminta naik, dia merasakan kepalanya sakit, akibat dinginnya suhu air danau. Sesaat tim pelatih menangani keluhan Iwan, merasa lebih baik, dia kembali bergabung dengan Mude dan kawan-kawan.

Sang perenang senior, Mude Angkasa memang yang paling tangguh, selain fisik juga psikisnya memang sudah siap tuntaskan misi tersebut. Tak sekali pun dia mengeluh dan meminta naik ke atas speed boat. Di PORA nanti, Mude dipersiapan untuk kelas 10 KM bersama Irawati. Tampak kegigihan dari Mude, yang juga atlit handal di balap sepeda di semua kategori dengan segudang prestasi. Dia lihai di Down Hill, tangguh di road race juga hebat di Xcross Country.

Jika tidak karena akal-akalan Pengprov ISSI Aceh, Mude Angkasa adalah atlet balap sepeda untuk PON Riau 2012 lalu mewakili Aceh bersama Syahrial Iman dan Fitri Diana. Begitu diungkapkan Irwan Fauzi, salah seorang pengurus ISSI Aceh Tengah.

GDC4Finish di Ujung Baro
Tak terasa sudah hampir 5 jam, titik tujuan pun sudah terlihat di Kawasan Ujung Baro Kecamatan Lut Tawar, lebih kurang 1 kilometer lagi kami mencapai titik itu, para atlet semakin bersemangat. Di depan mata mereka sebentar lagi akan tercipta sejarah baru yang tak pernah dilakukan orang sebelumnya. Berenang 17 kilometer di Danau Lut Tawar.

Mengandalkan sisa tenaga, keenam atlet terus mengayuh tangan dan kaki mereka berharap segera tiba di tujuan. Sekira 200 meter sebelum tiba di tujuan, para atlet menambah kecepatan mereka, rasa lelah sepertinya sudah tak terasa, ada gurat bangga setelah mampu berenang 17 KM.

Disana seorang rekan yang tak lain adalah pembina GDC, juga Pemimpin Redaksi Media ini, Khalisuddin sudah menunggu. Saat di tengah danau, dia terus melakukan komunikasi dengan Munawardi. Makan siang sudah disiapkannya untuk kami bersama Andi Rahman, meski waktu sudah tak siang lagi karena arah jam sudah menunjukkan pukul 15.00 Wib lebih.

Kami sudah faham karakternya, dia ngomel sesaat kepada tim pelatih, juga saya, selain persiapan konsumsi yang keteter juga dokumentasi yang penilaiannya tidak memuaskan. Munawardi mengakuinya, persiapan sangat singkat dan lensa handal juga ketinggalan. “Macam gak pernah, jika ada kegiatan mestinya persiapan lebih matang, mestinya ada yang urus ini dan itu,” kata Khalisuddin. Kami diam, yang diutarakan benar. Ide gila ini sudah lama di gagas, penetapan waktu mendadak “ala Usmar Effendi”.

Dalang SwimCrossing 4 KM danau Lut Tawar 2010 itu terlihat lega, begitu juga kami dan atlet-atlet yang telah berhasil menciptakan sejarah baru di danau Lut Tawar, mereka sukses melintasinya dengan waktu 5 jam 23 menit. Terlihat raut muka senang berbalut lelah di wajah mereka. Betapa tidak, moment langka itu mereka pecahkan untuk pertama kali. Dan saya yang melihat langsung dari awal hingga akhir hanya bisa mencatat apa yang mereka lakukan.

Salut, bangga dan haru melihat kegigihan mereka, semoga saja apa yang dicita-citakan oleh atlet-atlet ini pada saat bertanding di PORA Juni 2014 mendatang di Aceh Timur dapat membuahkan hasil dengan mengharumkan nama daerah. Tak hanya berhenti disitu, harapan kita mereka juga bisa berprestasi ditingkat nasional dan internasional, tentu saja ini menjadi PR bagi pemerintah kabupaten Aceh Tengah untuk mensupport mereka baik dari segi fasilitas dan dana. Kita harapkan saja itu terwujud.

* Sekretaris Redaksi LintasGayo.co 

Comments

comments

No More Posts Available.

No more pages to load.