Kejurun Blang (Juru Biyo)

oleh
Prosesi kenduri saat panen padi di Gayo. (LGco-Khalis)

(Dialogis persahabatan Manusia dengan Alam)

Drs Jamhuri (foto:tarina)
Drs Jamhuri (foto:tarina)

Oleh. Drs. Jamhuri Ungel, MA[*]

Kehidupan masyarakat Gayo sebagaimana masyarakat lainnya tidak bisa lepas dari alam, masyarakat  dituntut untuk bisa bersahabat dan mengenal alam secara dekat, kehidupan mereka sangat tergantung dengan alam, karena itu masyarakat secara keseluruhan tidak mau merusak dan menaklukkan alam. Mereka lebih suka memilih bersahabat kendati sebenarnya mereka sanggup menaklukkannya. Kondisi seperti ini berjalan dalam kurun waktu yang cukup lama dalam kehidupan masyarakat,  khususnya di sini masyarakat Gayo.  Sehingga mereka membuat aturan atau hukum yang barkaitan dengan alam sebagai sarana kehidupan mereka.

Masyarakat Gayo mengenal beberepa lembaga teknis yang mengatur hubungan masyarakat dengan alam, dikatakan sebagai lembaga teknis karena di atasnya lembaga teknis tersebut ada lembaga pemerintahan adat yang mengatur tata kehidupan adat masyarakat Gayo, lembaga tersebut adalah Lembaga Reje, Imem, Petue dan Rayat (Rakyat), sedanglan lembaga teknis yang berhubungan dengan alam seperti yang disebutkan adalah : Juru Biyo atau dikenal juga dengan nama kejurun Belang, pengulu uten dan pengulu uwer.

Tulisan ini berusaha memberi gambaran sekilas tentang keberadaan juru biyo atau kejurun belang sebagai sarana komunikasi para petani dengan alam, namun karena tidak semua orang memiliki kemampuan berkomunikasi dengan alam maka ditunjuklah seseorang untuk mengkomunikasikan kepentingan orang banyak dengan alam, hal yang dikomunikasikan tersebut biasanya disesuaikan antara kebutuhan orang banyak dengan aturan yang berlaku sesuai dengan siklus alam.

Kemampuan khusus yang dimiliki kejurun belang untuk berkomunikasi dengan alam membuat  semua masyarakat patuh kepada apa yang dikatakan dan orangnya  dipanggil dengan sebutan kejurun, yang memiliki arti bahwa peribadi orang tersebut sangat melekat dengan lembaga yang dipimpinnya. Menurut pengakuan Pak Husen (geucik Kampong Delung Tue) bahwa peran lembaga ini mulai menurun setelah kemerdekaan dikarenakan perubahan pola pikir masyarakat dari bersahabat dengan alam kepada pola penaklukan alam ditambah dengan pola rasional yang berkeyakinan bahwa kemunikasi dengan alam dipahami dengan dialog yang sarat denga kekuatan mistis. Kendati demikian masih banyak para petani yang mengakui komunikasi kejurun belang dengan alam ada benar dan akibat dari pelanggaran sering menjadi kenyataan.

Dalam prakteknya kejurun belang bertugas sebagai penentu awal mulainya pekerjaan ksususnya dalam usaha bercocok tanam padi, sebagai penghargaan masyarakat kepada kejurun belang secara bersama masyarakat membantu mengerjakan sawah milik kejurun belang dan setelah itu masyarakat secara serentak mengukitnya.

Semua tahapan pekerjaan yang dipimpin oleh kejurun belang dengan dimulai dengan berdialog dengan alam, seperti: Dialog Kejurun belang dengan air (melalu penjaganya) yang dilakukan di hulu yang bertujuan supaya air yang mengalir ke sawah masyarakat tidak pernah kering selama musim bersawah selanjutnya juga berdialog dengan binatang-binatang di sekitar aliran air seperti kepiting,babi dan lain-lain supaya binatang tersebut tidak melubangi paret yang menjadi saluran air di samping juga tidak terjadi longsor yang memutuskan aliran air ke sawah para petani.

Penentuan hari atau waktu bercocok tanam harus mengikut ketetapan dan keputusan kejurun belang, karena kejurun belang sangat paham tentang penentuan hari yang cocok dengan jenis tanaman yang akan ditanam, apakah tanaman jenis daun atau tanamanjenis  buah. Untuk hari rabu ditentukan untuk menanam tanaman jenis daun seperti kol, sawi, bawang pree dan lain-lain tanaman daun dan hari selasa ditetapkan hari untum menanam tanaman jenis buah. Seperti padi, kopi, kentang, ubi dan laian-lain. Kalau masyarakat salah dalam menanam, seperti : menanam tanaman buah pada hari daun maka tanaman tersebut nampak subur dan mempunyai daun yang banyak  namun tidak ada buah sedangkan yang dibutuhkan adalah buahnya. Demikian juga sebaliknya tanaman daun yang ditanam pada hari tanaman buah maka daun yang diharap tidak didapat dengan baik. Karena itu pelanggaran terhadap keputusan dan penetapan kejurun belang bisa berakibat pada gagalnya panen, baik karena sedikitnya hasil atau disebabkan karena adanya hama atai penyakit tanaman. Diantara hari yang dilaran untuk memulai menanam adalah hari kamis, harin ini dipahamisebagai hari hama perusah tanaman.

Demikian juga dengan hari-hari untuk penentuan memotong padi, merontokkan padi serta mengangini padi, kejurun belang berpendapat tentang penganginan padi disesuaikan dengan pergerakan Naga. Apabila penganginan pada hari yang pas di mulut Naga maka padi yang diangingi masuk ke mulut Naga dan padi yang diangini akan berkurang. Untuk itu bagi masyarakat petani sawah penentuan hari untuk penganginan padi sangat penting diketahui atau diikuti sesuai dengan petunjuk kejurun belang. Untuk penganginan tidak cukup hanya dengan penentuan hari tetapi juga diperlukan dialog dengan angin sehingga ketika penganginan selalu ada angin.

Dalam perjanan ketentuan hukum berdasarkan penetapan waktu dan tanda-tanda alam menurut kejurun belang semua masyarakat harus mengukitinya, karena dalam perjalanan  sejarahnya kejurun belang tidak pernah memberikan hukuman kepada masyarakat yang melanggar ketentuan aturan hukum tetapi alam sendiri yang akan memeberikan hukuman kepada para petani sesuai dengan pelanggaran yang dilakukan. Bukan hanya itu aturan kejurun belang menentukan bahwa apabila panen melimpah melebihi pendapatan hasil normal maka masyarakan perlu mengadakan kenduri tolak bala (tulak bele) untuk menghindari bala yang akan datang setelah adanya panen yang berlebih.

 


[*] Pemangku Adat pada Majelis Adat Aceh (MAA) Provinsi


Ikuti channel kami, jangan lupa subscribe :

Comments

comments

No More Posts Available.

No more pages to load.