Tagore ke Senayan, saatnya Gayo Berpikir Besar

oleh
Win Wan Nur
Win Wan Nur

Oleh : Win Wan Nur*

Berdasarkan berita yang dirilis media ini, berdasarkan rapat pleno KIP. Akhirnya pertama kali dalam sejarah Pemilu langsung. Wakil Gayo atas nama Ir. Tagore Abubakar, melenggang ke Senayan. Dan bukan hanya itu, kabar gembira lain datang bersama dengan berita lolosnya tiga nama lain dari wilayah ALA yaitu Irmawan, S.Sos dari PKB, H. M.. Salim Fachry, SE, MM dari PG dan H. Muslim Ayub, SH, MM dari PAN yang akan menemani Tagore sebagai legislator di Senayan.

Sayangnya berita baik ini tidak diikuti oleh calon Gayo di DPD. Sebab tidak seperti calon DPR RI dimana rakyat Gayo bisa menyatukan suara secara signifikan kepada satu calon. Untuk DPD, suara Gayo secara signifikan terpecah kepada calon incumbent Mursyid dan Fauzan Azima dan sedikit kepada Idham. Dan ini patut kita sesalkan, karena bagaimanapun DPD meskipun hanya lembaga ‘banci’ tapi harus kita akui dampak dari keberadaan wakil Gayo di lembaga ini cukup membawa manfaat kepada kita, salah satunya adalah berhasilnya perjuangan Mursyid untuk mengubah pola DAPIL untuk DPRA sehingga sekarang wakil Gayo bisa lebih banyak di DPRA.

Tapi karena para calon senator asal Gayo yang bertarung di DPD ini tidak bisa mengukur kapasitas diri, semua merasa diri paling jago, akhirnya “Kite perangkam sesabe diri, jema si berulih uki”.

Melihat banyaknya tekanan terhadap Tagore secara khusus dan Gayo secara umum dalam proses perjalanan usahanya menuju senayan. Kiranya kita boleh merasa lega bahwa wakil Gayo ini akhirnya secara dramatis bisa mencetak sejarah sebagai wakil Gayo di Senayan melalui pemilihan langsung.

Bagaimana tidak, Tagore, salah seorang tokoh utama yang paling gencar menuntut pembentukan provinsi ALA, yang mencalonkan diri ke Senayan dari daerah pemilihan Aceh II ini adalah salah satu sosok yang paling tidak disukai oleh mayoritas penduduk provinsi ini.

Sehingga mudah dipahami, mengapa ketika Tagore berencana mencalonkan diri menjadi anggota DPR RI. Kelompok mayoritas yang berkuasa di provinsi ini langsung berusaha menghambat langkahnya dengan berbagai cara. Mulai dari tidak meloloskannya sebagai Caleg dari Partai Golkar, partai yang dia besarkan dan membesarkannya di wilayah Gayo. Berbagai propaganda dan kampanye negatif sampai isu yang berkembang bahwa KIP Provinsi akan menghambat usaha Tagore lolos ke Senayan meskipun suaranya mencukupi dan bahkan pada saat terakhir di masa kampanye menjelang pemilihan pun, insiden dengan partai lokal berkuasa membuat Tagore tidak leluasa berkampanye menggalang massa.

Lebih parah lagi, tekanan yang diterima Tagore bukan hanya dari penguasa di pesisir. Penguasa lokal Kabupaten terbesar di Gayo yang nota bene sesama urang Gayo, yang logikanya tentu lebih memilih calon asal Gayo daripada calon yang hanya mengaku-ngaku peduli Gayo. Ternyata lebih memilih mendukung ‘pake paluh’ yang mengaku putra Simpang Balik, yang selama duduk di DPRA sama sekali tidak kita lihat dan rasakan kiprahnya dalam membawa aspirasi Gayo.

Ditambah dengan fakta bagaimana sulitnya menyatukan Urang Gayo dalam satu suara (ike kona ku urang diri, bewene gere ara ruh) dan berkembangnya  kelompok seperti Hizbut Tahir Indonesia (HTI) di Gayo yang rutin mengadakan pengajian yang bertujuan untuk mengajak masyarakat Gayo memilih Golput dengan mencatut dalil-dalil agama sebagai alat pembenar ajakannya.

Meskipun banyak kampanye dan pencerdasan yang dilakukan oleh berbagai pihak dan kalangan terhadap pemilih di Gayo agar memilih Caleg asal Gayo, bukan dari daerah lain. Banyak pihak (termasuk penulis sendiri) yang tidak yakin kalau Tagore Abubakar bisa lolos ke Senayan.

Tapi akhirnya, kita dan terutama mungkin penulis sendiri sangat gembira bahwa prediksi ini tidak menjadi kenyataan.

Dan ketika sekarang Tagore telah lolos ke Senayan, sejarah besar yang baru terukir tentu tidak boleh disia-siakan.

Selama ini ada satu kelemahan mendasar Gayo ketika salah satu putra terbaiknya mendapat kepercayaan besar. Gayo yang egaliter menuntut terlalu banyak dan kecewa ketika tuntutannya tidak terpenuhi dan mulai menyalahkan dan merendahkan wakil kita sendiri. Yang pada akhirnya, orang luarlah yang mengambil keuntungan. Ingat kasus kisruh politik di Gayo tahun 80-an yang akhirnya menaikkan  M. Jamil bupati asal pesisir ke tampuk pimpinan.

Dengan adanya momentum yang membahagiakan ini, semoga kesalahan seperti ini tidak lagi kita ulangi. Sekarang saatnya kita Urang Gayo mulai berpikir besar. Kita urang Gayo sudah mulai perlu bijak dalam mengelola harapan, Karena harapan warga begitu besar. Tidak mungkin semuanya akan terpenuhi.

Jangan karena merasa sudah berjasa dalam menaikkan wakil kita ini ke Senayan, kemudian kita membebani wakil kita ini dengan tuntutan rence-rence semacam lalu kita menjadi seperti pengemis minta bantuan beras murah, biaya pendidikan untuk anak sendiri dan sejenisnya. Sumang dan Kemel harus kembali kita terapkan dalam kehidupan kita sehari-hari.

Kita harus sadar, dengan adanya wakil kita di Senayan, kita sudah harus bersyukur karena akan ada oposisi terhadap arogansi kekuasaan dari kelompok mayoritas yang berkuasa sekarang. Dengan adanya wakil kita ini, bisa dipastikan mereka tidak akan bisa lagi sewenang-wenang. Insya Allah, omongan semacam “Orang Aceh, hanya yang bisa berbahasa Aceh”, tidak akan lagi kita dengar dari pejabat berkuasa dalam lima tahun ke depan.

Kalau kita menginginkan adanya perubahan untuk Gayo yang lebih sejahtera secara ekonomi tuntutlah Wakil kita ini untuk membuat regulasi atau menekan pemerintah secara elegan. Dengan cara mengeluarkan regulasi yang melindungi kita secara ekonomi.

Misalnya bagaimana supaya Kopi kita mendapat harga tinggi, kita harus bisa penetrasi ke pasar dalam negeri yang tumbuh pesat. Masalahnya, pasar dalam negeri ini sekarang dikuasai asing. Mereka menguasai pasar dalam negeri dengan menjual Kopi kita sendiri yang mereka impor, mereka olah di negerinya, dan dijual kembali ke sini. Contohnya seperti Warung Kopi Black Canyon asal Thailand yang dibuka di Indonesia, mulai dari Kopi, Beras, sampai rempah-rempah bumbu yang ada di sana, semuanya diimpor dari Thailand untuk dijual ke pasar Indonesia. Kopi produksi Indonesia, haram masuk ke sana. Sementara, kita sendiri kalau mengirim Kopi ke Thailand, langsung ditolak oleh bea cukai mereka, dengan alasan mereka nggak butuh kopi impor karena punya kopi produksi sendiri. Ini jelas sangat merugikan kita.

Dengan adanya wakil kita di Senayan ini, kita bisa menuntutnya untuk melakukan lobi kepada anggota DPR lain atau kalau memang nanti dia berada di komisi yang mengurus masalah ini, kita bisa langsung menuntutnya untuk memperjuangkan regulasi yang melindungi produsen dalam negeri.  Misalnya dengan mengenakan pajak tinggi untuk semua produk impor yang memiliki persediaan melimpah di dalam negeri. Ditambah dengan aturan yang mewajibkan setiap gerai restoran asing untuk menawarkan sekian persen produk lokal dalam setiap menunya.

Kalau ini bisa dilakukan, wakil kita ini tidak akan disorot sebagai etnosentris, sebab dengan kalau kebijakan itu berhasil dikeluarkan. Yang terbantu bukan hanya kita, sebab kebijakan ini akan melindungi semua petani di dalam negeri, yang produknya melimpah tapi selama ini kalah bersaing dengan produk luar negeri.

Kita juga dapat menuntut wakil kita ini untuk terus memperjuangkan berdirinya ALA, tapi sangat tidak bijaksana kalau kita membuat target dalam lima tahun, itu sudah HARUS DIWUJUDKAN tanpa boleh ditawar. Sebab kita semua harus paham, kalau akan perlu banyak sekali waktu dan energi untuk melakukan lobi dan sosialisasi, dan yang perlu kita ingat. Anggota DPR RI asal Aceh lainnya, tidak akan diam ketika ini wakil kita lakukan.

Akhirnya, harapan kita semua, semoga di Senayan nanti Tagore Abubakar tidak hanya memposisikan diri sebagai pembawa aspirasi Gayo, tapi kita dan terutama penulis sendiri berharap Pak Tagore Abubakar,  bisa memposisikan diri sebagai pembawa aspirasi seluruh suku-suku minoritas, entah itu Alas, Keluwat, Singkil, Sigulai, Devayan, Pak-Pak, Minang, Jawa, Batak, Tionghoa dan lain-lain yang terdiskriminasikan dan seolah menjadi warga kelas dua di provinsi ini.

Kita doakan juga, semoga di Senayan nanti, dengan segala godaan kekuasaan dan peluang korupsi yang ditawarkannya, Tagore Abubakar, wakil kita ini tidak tersandung kasus yang akan membuatnya terpaksa melepas status keanggotaannya di DPR RI. Karena kalau itu terjadi, yang rugi bukan hanya Tagore Abubakar sebagai pribadi, melainkan seluruh rakyat Gayo dan suku-suku minoritas di provinsi ini.

*Pengamat Politik, anggota Dewan Adat Gayo

Comments

comments

No More Posts Available.

No more pages to load.