Mencari Falsafah untuk Menemukan Tokoh

oleh
Dari kiri : Drs. Jamhuri, MA, Yusra Habib Abdul Ghan, Drs. Yarifuddin, MM.
Dari kiri : Drs. Jamhuri, MA, Yusra Habib Abdul Gani, Drs. Syfruddin, MM.

Oleh. Drs. Jamhuri Ungel, MA[*]

MENCARI tokoh, itulah tema Keberni Gayo yang tayang pada jum’at 12/04 malam. Narasumber yang mengisi acara tersebut adalah Yusra Habib Abdul Gani seorang penulis sejarah dan budaya dan narasumber yang kedua adalah Drs. Syafruddin, MM yang merupakan pegawai negeri pada kantor Kemenpan Jakarta pusat.

Mereka menyebutkan bahwa diantara proses pencarian tokoh dapat kita mempelajari kasus Nabi Musa ketika ia dinobatkan oleh Tuhan menjadi nabi, dimana pada saat itu ia meminta kalau diperkenankan hendaknya jangan ia sendiri yang menjadi Nabi, tetapi juga abang beliau yaitu Harun, Tuhan memperkenankan permintaan beliau dan akhirnya jadilah Harun menjadi seorang Nabi. Dari itu ada dua yang dapat digunakan mendapatkan tokoh dalam masyarakat suatu bangsa, yaitu melalui penunjukan oleh  Tuhan sebagaimana dialami oleh para nabi dan yang selanjutnya melalui proses yang dilakukan oleh manusia.

Yang menarik kita bicarakan dalam tulisan ini adalah proses pemilihan atau pencarian pemimpin atau tokoh yang dilakukan oleh manusia, salam satunya bisa kita lihat dalam masyarakat Gayo ada yang namanya tepung tawar. Tepung tawar ini biasa dilakukan dalam acara-acara tertentu  yang melambangkan munculnya sosialisasi diri unuk seseorang orang orang laina terhadap orang yang dianggap telah mampu mengemban tanggung jawab sesuai dengan keadaan fisik dan kematangan pemikiran. Seperti halnya untuk anak-anak yang sudah beranjak ke usia dewasa yang ketika akan dilakukan sunat rasul (khitan) terlebih dahulu dilakukan tepung tawar, acara ini memberi isyarat disamping perintah agama juga sebagai pemberi tahuan kepada masyarakat bahwa anak tersebut sudah beranjak kepada usia dewasa, dan kepada aak biasa diberi tahu bahwa ia telah dewasa karenanya tidak boleh lagi meninggalkan shalat dan juga kewajiban-kewajiban lain.

Selanjutnya tepung tawar akan dilakukan kepada mereka yang akan melangsungan aqad nikah (ketika berguru), kepada orang yang akan menikah diadakan acara adat dengan menepung tawari perempuan/laki-laki yang akan menikah, di sini juga mengandung makna bahwa keluarga memberi tau kepada masyarakat bahwa anak mereka akan diberi kebebasan untuk bertanggung jawab kepada dirinya baik lahir atau pun batin. Demikian juga ketika laki-laki yang menikah tiba di rumah perempuan yang akan menjadi istrinya dan sebaliknya ketika perempuan tiba di ruah laki-laki yang akan menjadi suaminya ditepung tawari yang memberi isyarat makna bahwa sejak saat itu dia sudah menjadi bagian dari keluarga  suami atau isteri dan mereka berdua oleh masyarakat sudah mampu bertanggung jawab terhadap diri dan keluarga mereka.

Demikian juga kepada mereka yang akan diberi amanah untuk menjadi pemimpin di suatu daerah, mulai pemimpin terendah sampai kepada pemimpin yang tertinggi. Mereka ini akan ditepungtawari dengan sebagaima contoh-contoh seperti telah disebutkan.

Lalu apa nilai filosofi yang bisa kita ambil dari proses tepung tawan tersebut, tentu saja karena kita berbicara filosofi dari suatu perbuatan pasti dikalangan pemikir dan ilmuan berbeda pendapat dan perbedaan filosofi kebanyakannya tidak dipertentangkan antara satu filosofi dengan filosofi yang lain. Yusra Habib Abdul Gani dan Syafruddin ketika berdialog tentang mencari tokoh dalam masyarakat Gayo mengambil filosofi tepung tawar sebagai landasan berpikir mereka. Mereka mengatakan ada tiga gerakan dalam tepung tawar yang mempunyai makna yang sangat tinggi dalam adat Gayo.

Pertama : Alat tepung tawar yang sudah direndam dalam air diambil oleh orang tua (sesepuh dalam masyarakat) dikenakan ke kepala yang ditepungtawari, ini mengandung hikmah ketika diberi tanggung jawab harus rasional dan ketika memutuskan permasalahan yang terjadi hendaknya diputuskan dengan kepala dingin, disamping juga orang yang diberi tanggungjawab harus mempunyai wawasan yang luas terhadap masyarakat dan lingkungan hidup mereka. Masih di kepala mereka yang ditepung tawari biasanya sesepuh menghembuskan napas (gelasah) sambil mengucapkan kalimat tauhih dan syahadat Rasul, yang memberi isyarat bahwa tiada yang lebih tinggi dan sempurna selain Allah yang menciptakan dan memiliki segala yang ada.

Kedua : Ucapan kalimat tauhid dan syahadat Rasul juga ditiupkan ketelinga orang yang diberi amanah ditambah dengan pesan dari tokoh atau sesepuh yang menepungtawari, ini memberi isyarat bahwa mereka yang diberi tanggung jawab harus peka dan peduli terhadap kejadian-kejadian dan keadaan disekeliling mereka.

Ketiga : Meletakkan tangan yang telah dibasahi ke atas dada yang ditepungtawari dengan dipapah oleh penepung tawar, nilai yang didapatkan dari gerakan ini adalah agar mereka yang diberi tanggung jawab selalu mengintrospeksi diri bahwa tanggung jawab yang diembannya adalah amanah orang banyak dan tidak lupa juga bertanya kepada diri apakah kita layak mengemban tanggung jawab tersebut dengan bahasa Gayo kita coba katakan “layakke kite kunul teruken”.

Itulah sekelumit falsafah yang bisa kita temukan dari sebuah gerakan dalam prosesi adat masyarakat kita.


[*] Presenter acara Keberni Gayo di Aceh TV Banda Aceh.

Comments

comments

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

No More Posts Available.

No more pages to load.