Kurikulum 2013, Akankah Bertahan?

oleh

Oleh Johansyah*

 

PADA bulan April tahun 2014 ini kita akan menyelenggarakan pemilu, dan kemudian akan di susul dengan pemilihan presiden dan wakil presiden. Dapat dikatakan bahwa Indonesia akan memasuki babak baru karena tampuk kepemimpinan negeri ini akan segera berganti dan membentuk kabinet baru. Menurut adatnya, kalau pimpinan berganti maka berganti pula kebijakannya.

Perubahan kebijakan tersebut tidak terkecuali dalam pendidikan, apalagi nanti Mendikbudnya orang baru. Bisa saja dia membuat kebijakan baru terkait pendidikan dengan beragama alasan. Biasanya salah satu perubahan kebijakan pendidikan yang kerap terjadi dalam setiap pergantian menteri adalah kebijakan di bidang kurikulum. Kurikulum 2013 yang sedang berjalan saat ini boleh jadi nanti tidak dipakai lagi pada era kabinet baru mendatang dan diganti dengan kurikulum lain.

Mendikbud, Mohammad Nuh sendiri tampaknya merasa khawatir dengan kemungkinan pergantian kurikulum ini. Beberapa waktu lalu dia pernah mengatakan di Republika Online (02/01), bahwa meski pun pada tahun 2014 akan ada pergantian rezim pemerintahan, dia meminta agar kurikulum 2013 tidak perlu diganti. Dulu, ketika Nuh dilantik menjadi Mendikbud, sebenarnya banyak yang berharap seperti harapannya tadi, agar dia tidak mengganti KTSP dengan kurikulum 2013, perbaiki saja kelemahannya. Tetapi apa yang terjadi? Kurikulum diganti meski pun menuai banyak kritikan.

Perubahan kurikulum memang dilakukan berlandaskan pada aspek filosofis, psikologis, sosiologis, dan ilmu pengetahuan, yang bertujuan untuk merespon realitas kekinian. Namun demikian, bukan berarti perubahan kurikulum ini dilakukan sporadis, kapan saja mau dan seenaknya tanpa pertimbangan dan perumusan yang matang. Kita khawatir, jangan-jangan perubahan kurikulum seperti ini hanya akan mampu memenuhi selera kaum penguasa, dan di sisi lain menenggelamkan aspirasi publik yang beragam, karena suara mereka selalu diabaikan.

Di antara penyebab terjadinya perubahan kurikulum secara sporadis ini adalah karena tidak ada regulasi yang jelas tentang perlu tidaknya kurikulum diubah, dan berapa tahun idealnya satu model kurikulum diterapkan untuk kemudian bisa diganti lagi? Coba saja lihat perubahan Kurikulum Berbasis Kompetensi (KBK) atau kurikulum 2004 menjadi Kurikulum Tingkat Satuan pendidikan (KTSP) atau kurikulum 2006, rentang waktunya hanya dua tahun. Sementara KTSP hanya berusia enam tahun karena diganti lagi dengan Kurikulum 2013. Maka tidak mustahil bahwa kurikulum 2013 pun nanti akan segera diganti walau pun usianya baru seumur jagung.

Perubahan memang hukum alam yang tidak mungkin dihalangi. Namun demikian, jika terjadi lagi perubahan kurikulum pada era pemerintahan baru mendatang, maka kita khawatir bahwa kondisi pendidikan nasional bukan malah lebih baik, tetapi lebih buruk dari sekarang karena pemerintah hanya terlena mengurusi perubahan model kurikulum, tanpa mau melihat lebih banyak permasalahan lain yang lebih menentukan keberhasilan pendidikan kita.

Upaya antisipasi

Dalam upaya mengantisipasi gonta-ganti kurikulum yang sporadis ini, dibutuhkan sebuah peraturan yang jelas, baik berupa Undang-undang (UU), Peraturan Pemerintah (PP), atau  peraturan dalam bentuk lainnya yang mengatur rentang waktu implementasi satu model kurikulum sehingga Mendikbud baru tidak mengganti seenaknya saja sesuai selera. Selama belum ada regulasi, maka perubahan kurikulum yang tidak menentu ini akan terus terjadi seiring dengan pergantian menteri.

Paling tidak ada dua kecenderungan mengapa Mendikbud baru kerap mengubah kebijakan pendidikan di bidang kurikulum; pertama, bahwa Mendikbud baru menganggap seolah-olah era kepemimpinannya kurang sukses jika tidak mampu melahirkan terobosan baru. Kedua, bahwa paham dan pandangan Mendikbud baru dengan sebelumnya pasti berbeda. Hal ini kemudian yang memengaruhi kebijakannya ketika menjadi menteri.

Sejatinya pemerintah perlu menyadari bahwa perubahan kurikulum yang tidak menentu selama ini hanya membuat para guru bingung dan bertanya, mengapa kurikulum selalu diganti? Lagi pula, kita tidak melihat secara signifikan dampak positifnya terhadap peningkatan mutu pendidikan, semua biasa-biasa saja. Hal ini menunjukkan bahwa ada yang harus diperbaiki dalam upaya perubahan kurikulum, yaitu regulasinya.

Perlu diatur

Mengenai regulasi tadi, maka ada beberapa hal yang perlu diatur, yaitu;  pertama, rentang waktu pemberlakuan sebuah kurikulum. Apakah sepuluh tahun, atau mungkin lebih? Artinya kurikulum tidak boleh diubah atau diganti sebelum sampai batas waktu yang ditetapkan. Keuntungan dari pembatasan waktu seperti ini memungkinkan sebuah model kurikulum diterapkan secara maksimal dan layak untuk dievaluasi, apakah banyak kelemahan, masihkan sesuai dengan perkembangan zaman, dan mengevaluasi hal-hal lainnya.

Kedua, perlunya penetapan tentang siapa yang berwewenang mengganti dan mengubah kurikulum. Kesan yang tampak selama ini bahwa pejabat Mendikbudlah yang berwewenang untuk mengubah dan mengganti kurikulum karena hampir setiap ganti menteri kurikulum juga ditukar. Padahal kalau melihat beberapa aturan pemerintah terkait kurikulum pendidikan, sama sekali tidak ada ketegasan tentang siapa yang berwewenang dalam masalah ini.

Kewenangan untuk mengubah kurikulum ini nanti sebaiknya jangan dilimpahkan ke Mendikbud agar tidak terjadi perubahan ketika menterinya diganti. Kalau begitu, harus dibentuk tim khusus untuk menangani kurikulum. Anggota tim ini nanti direkrut dari berbagai stakeholders pendidikan. Jadi, walau pun nanti Mendikbudnya diganti, dia tetap harus menerapkan kurikulum yang sudah dirumuskan tim ini.

Ketiga, kalau pun nanti kurikulum harus diganti setelah limit waktu yang telah ditetapkan, maka kita berharap agar tim perumus kurikulum yang sudah dibentuk harus mampu memaparkan secara rinci alasan-alasan mengapa kurikulum harus diganti. Agar alasannya kuat dan akurat, sebaiknya semua didasarkan pada hasil observasi atau penelitian tentang kurikulum yang diterapkan di seluruh Indonesia. Selama ini perubahan kurikulum tampaknya hanya didasarkan hasil pantauan lepas mengenai model kurikulum pendidikan negara lain yang dianggap berhasil, lalu kita pun ingin menirunya.

Akankah kurikulum 2013 diganti lagi dengan kurikulum baru ketika Mendikbudnya diganti? Hal ini sangat memungkinkan kecuali jika ada regulasi  perubahan kurikulum yang jelas sebagaimana uraian di atas. Dengan regulasi perubahan kurikulum ini kita berharap tidak ada lagi yang nama ganti kurikulum meski pun Mendikbud baru. Para guru yang bertugas di sekolah mendidik para siswa pun nantinya tidak lagi bingung dan bertanya tentang pergantian kurikulum karena regulasinya sudah jelas. Selain itu, tentu regulasi ini akan menghindarkan kita dari polemik dan pro-kontra seputar kurikulum yang menyita banyak waktu. Wallahu a’lam bisshawab!

*Pengamat Pendidikan. Email: Johan.arka@yahoo.co.id 

 

Comments

comments

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

No More Posts Available.

No more pages to load.