[Catatan redaksi] Duka Berbalut Politis

oleh

LG-Edisi-Khusus

Sudereku urang Gayo

Kali ini Tabloid LintasGAYO hadir lebih cepat dari waktu terbit secara regular. Seharusnya, kami akan menyapa pembaca setia pada 7 Maret mendatang. Namun, kali ini kami hadir lebih cepat dan spesial.

Spesial tersebut dikarenakan dua hal. Pertama, pada bulan Februari ini, tepatnya tanggal 17 Februari merupakan puncak Hari Jadi Kota Takengon ke 437. Tentunya ini memiliki nilai dan makna yang tinggi bagi suku bangsa Gayo, bahwa Takengon sebagai pusat pemerintahan Aceh Tengah telah berusia empat abad dan menjejakan kakinya menuju abad ke lima.

Kedua, spesial tersebut karena dinamika politik yang meninggi dalam sepekan belakangan terakhir. Hal ini ditandai dengan gelombang unjukrasa para korban gempa yang menuntut dan menagih janji mereka.

Ya… janji yang pernah dilontarkan orang nomor satu di republik ini. Dimana, Presiden SBY saat mengunjungi korban gempa pada 9 Juli lalu berjanji akan segera dan mempercepat rehabilitasi dan rekonstruksi Gayo pascagempa 2 Juli 2013.

Namun siapa sangka, titah penguasa negeri ini terkesan menjadi angin lalu. Dimana, hingga saat ini proses rehab/rekon masih centang prenang. Seakan tidak ada upaya kearah yang lebih baik, sehingga para korban gempa melakukan aksinya.

Aksi yang terjadi pada 15-16 Februari itu, merupakan akumulasi terhadap aksi unjukrasa yang pernah terjadi sebelumnya. Hanya saja, aksi kali ini terselimuti nuansa politis dari segelintir orang yang berkehendak lain.

Cerita duka yang berbalut politis ini, diperkuat dengan munculnya tuntutan pelantikan KIP Aceh Tengah yang masih menjalani proses hukum, dan akhirnya muncul wacana untuk “menggulingkan” bupati Aceh Tengah bila tuntutan tak bisa dipenuhi.

Tingginya dinamika politik dan momentum hari jadi Kota Takengon inilah, kami hadir lebih awal dalam bungkusan edisi khusus. Dalam edisi khusus ini kami mencoba ramu apa saja yang tercatat dan tersirat dari sebuah aksi.

Meskipun, hadir dalam edisi khusus, sajian rubrik yang menjadi budaya, wisata dan kopi sebagai yang selama ini menjadi ikon Gayo, tidak kami tinggalkan. Apalagi semua sajian itu merupakan upaya kami untuk mendokumentasikan kekayaan Gayo, agar bisa terus lestari.

Disisi lain, satu yang membanggakan kami, wartawati Lintas Gayo Zuhra Ruhmi, menjadi satu-satunya wakil Aceh untuk menghadiri puncak HPN di Bengkulu 9 Februari lalu. Ia terpilih karena sebelumnya menjadi siswa terbaik ke tiga pada Sekolah Jurnalisme Indonesia (SJI) PWI Aceh.

Akhir ni cerak, terime mi kami Hari’e ni urang Gayo kin rakan sudere bebewene. Selamat menikmati, semoga Gayo makin di hati kita semua[]

Comments

comments

No More Posts Available.

No more pages to load.