[Cerpen] Ada Umak Dalam Skripsiku, Motivasi Mahasiswa Akhir

oleh

Irama Br Sinaga

 

MATAHARI terasa cepat menebarkan senyumnya, waktu menunjukkan pukul tujuh. Pagi ini angin menghembuskan kerinduannya pada daun-daun yang kian menguning. Aku hitung daun yang jatuh satu persatu, hembusan angin semakin kuat sehingga jilbab ku pun melambai-lambai.

Terik matahari kian panas, aku berhenti menghitung daun melangkah keluar pagar dan menatap jalan yang lurus. Anak-anak berangkat sekolah, beberapa roda dua melewatinya. Aku teringat sebuah pesan yang dikirim via sms yang isinya; Rasulullah SAW bersabda: “Barang siapa yang bangun dipagi hari dan hanya dunia yang dipikirannya, sehingga seolah-olah ia tidak melihat hak Allah dalam dirinya maka Allah akan menanamkan empat penyakit: Kebingungan yang tiada putus-putusnya, kesibukkan yang tidak pernah ada ujungnya, kebutuhan yang tidak pernah terpenuhi, dan khayalan yang tidak berujung.” H.R Imam Thabrani

Pandangan ku masih tertuju pada anak-anak yang berangkat sekolah, berjalan sembari bercanda dengan kawan-kawan. Aku terpikir adakah hak Allah atas mereka, hmmmmmmm aku tarik nafas dalam-dalam. Mungkinkah aku termasuk tidak memenuhi hak Allah hari ini. Aku sejenak termenung di ujung pintu pagar, sesekali ku tatap matahari.

“Kak, ngapain di situ, berjemur ya?”. Maulina mengagetkan ku

“Hay, dek Lina, cantik kali hari ini, mau kemana?”. Aku tak menjawab pertanyaannya namun aku memujinya. Aku pernah mengikuti training motivasi, kata pematerinya dalam sehari kita harus memuji orang tapi aku lupa kenapa harus memuji.

“Ah, kakak ini, Lina mau kekampus”.

“Rajin ya?”.

“Yalah, kan mahasiswa teladan”. Jawabnya dengan nada manja

“Oh”. Jawabku singkat, Maulinapun berangkat dan aku masuk karna waktu mendapatkan vitamin C sudah berlalu.“Perjuangan ini memuntut pengorbanan dari mu” kata-kata ini selalu terngiang ditelinga ku.

 

Aku adalah mahasiswa akhir, menyusun skripsi dan melengkapi syarat-syarat sidang. Mahasiswa akhir bisa dikatakan mahasiswa teladan, karena setiap hari baca buku, ke pustaka dan lebih rajin ke kampus. Di kampus banyak mahasiswa akhir duduk di sudut lobi sembari membaca buku dan menunggu dosen. Dan ada juga berdiri di depan ruangan dosen berharap yang dikejar datang. Dan tidak heran mahasiswa akhir juga ada di kampus dari pagi sampai sore. Hal ini dialami oleh semua mahasiswa termasuk aku.

Perjalanan ini menyita waktu dan tenaga, terkadang air mata dan keringat. Masa-masa pahit di kampus itu dirasakan saat menjadi mahasiswa akhir. Menunggu, dicoret-coret, dibentak, dimarahi, semua dirasakan. Tidak ada mahasiswa akhir yang tidak merasakan kejenuhan, sakit, kecewa dan sedih juga bahagia saat skripsi di ACC.

Aku yang saat ini menjadi mahasiswa akhir, merasakan banyak hal diperjalanan ini. Terkadang hampir rapuh, butuh kekuatan dan kesabaran yang ektra full untuk menjalaninya. Satu hal yang membuatku tetap bertahan dipersimpangan ini yaitu orang tua. Wajah mereka selalu dipelupuk mata, karena merekalah aku ada dan aku bisa sampai disini. Mereka mengorbankan apa saja untuk anaknya, kebun, tanah dan emas tak bernilai dimata mereka asal anaknya bahagia dan sukses mereka juga ikut merasakan bahagia.

Orang tua ku adalah sang motivator ku selama ini. Aku selalu mengeluarkan air mata bila ingat mereka, pengorbanan dan ketulusan mereka tak mampu aku balas. Jika orang tuaku butuh tulang maka akan kuberikan tulangku ini untuk mereka. Teringat saat masih semester dua, saat mau berangkat ke perantauan, aku meminum air kaki orang tuaku. Kusapu kaki mereka  dengan air yang telah ku sediakan, sembari menangis aku berkata;

“Ayah, mohon maaf bila selama ini aku menyusahkan ayah dan mohon doa ayah”, “Umak maafkan kesalahan ku selama ini, doakan aku agar sehat selalu”.

 

Ayah dan Umakku pun tak bisa menahan air mata, mereka peluk dan cium aku. Saat itu ayahku tak bisa mengantarkan ke loket karena kakinya sakit, abang menggantikannya. Air mata saksi perjalananku ke perantauan. Aku tak kan sia-siakan pengorbanan mereka.

Beberapa hari yang lalu, Umak menghubungiku dengan telepon genggam abang.

“Assalamu’alaikum, bagaimana kabar hari ini, sehat?”. Tanya Umak ku

“Wa’alaikum salam, alhamdulillah sehat mak, Umak dan ayah sehatkan?”.

“Kami semua sehat, kapan wisuda nak?”.

“InsyaAllah bulan depan mak”. Jawabku singkat

“Berapa uang yang dibutuhkan?”.

“Dua juta sudah cukup mak, dari sidang hingga wisuda”.

“Umak kirim tiga juta ya? Tapi sampai uang ongkos pulang”.

Lo, kok gitu mak”.

“Ya, Umak tidak bisa datang”.

Sekejab aku terdiam dan matapun mulai berkaca-kaca.

Gak asik lah, masak hari wisuda ku Umak tidak hadir”. Mencoba menjawab dengan tegar

“Tidak apa, dulu kakak sepupumu saja orang tuanya tidak datang, katanya tidak apa-apa”.

“Itu zaman dahulu mak, kalau Umak dan Ayah tidak hadir, aku pasti sedih karena semua yang wisuda orang tuanya pasti hadir mak”. Jawab ku dengan nada sedih.

“Ya, Umak tahu, tapi uang kita tidak cukup nak, kita sedang butuh uang untuk operasi istri abangmu yang melahirkan”.

Air matakupun terus mengalir, aku tak sanggup menahannya karena dimataku sudah terbayang orang yang selama ini menjaga, merawat, menjadi motivator dan segalanya tidak hadir di hari wisudaku.

“Halo, sudah makan nak?”. Suara umak di telepon mengejutkanku, ternyata aku terbawa lamunan.

“Ya mak, sudah tadi kami makan bersama dengan Ningsih”. Suaraku sudah mulai menghilang

“Ya udah, besok atau lusa Umak kirim uangnnya”.

“Ya mak”. Jawab ku singkat

Obrolan kami pun terputus, pikiran dan hati ku tidak sejalan lagi. Menangis adalah senjataku dan doa adalah harapanku. Setiap hari aku menangis dan setiap saat aku berdoa semoga Allah mempermudahkan segala urusanku.

 

Esok harinya kumulai dengan tersenyum, kulihat matahari juga tersenyum. Berharap hari ini syarat sidangku tuntas. Deadline sidang sudah semakin dekat, hatipun gundah gulana “Bisa gak ya aku wisuda semester ini” kata-kata ini terkadang meluluhkan semangat ku. “Masih ada waktu, tetap optimis, kamu pasti bisa” mencoba memotivasi diri.

Waktupun terus berlalu, Riani adalah kawan seperjuanganku. “Ima, ada liat pak S?”

“Belum Ri, bagaimana skripsimu, jadi ganti pembimbing?”.

Riani adalah mahasiswa akhir yang mempunyai kendala yang sangat berat dibandingkan aku. Dia sudah penelitian namun harus ganti rumusan masalah dan otomatis semuanya dirombak. Sakit memang, kecewa sudah pasti, sedih luar biasa. Aku sangat terkejut saat mendengarkan beritanya. Rasanya tak mungkin namun itulah faktanya.

“Yah begitulah Im, skripsi sudah berjamur di meja, belum juga diperiksa. Ri ambil lagi dan periksa sendiri”. Jawabnya tersenyum

“Yang sabar ya Ri, semua ini pasti ada hikmahnya. Ingat kata ibu Nur, banyak-banyak berdoa dan bersabar”. Mencoba memotivasi

“Ya, makasih ya Im”.

“Ya sama-sama”.

Obrolan kamipun terputus saat ada kawan seperjuangan menghampiri.”Ada lihat bapak Polan ngak?”, “Kamu sudah bab berapa?”, “Kapan sidang” ini adalah pertanyaan sesama mahasiswa akhir bila berjumpa.

Banyak hal yang memang menjadi sebuah pengalaman ketika menjadi mahasiswa akhir. Setiap mahasiswa pasti ada satu kendala yang membuat dia belum selesai. Begitu juga dengan aku. Skripsi dan semua syarat sidang sudah selesai tinggal satu konfren dengan pak S yang belum selesai. Aku berusaha dan belajar serta berdoa agar Allah melembutkan hatinya dan mempermudahkan aku dalam konfren. [SY]

 

Irama BR Sinaga.(1)Irama Br Sinaga, lahir di  Samardua Singkil pada Tanggal 11 Juli 1991. Mempunyai hoby membaca dan traveling, motto hidupnya  La takhof, Innaka Antal a’la (jangan takut, sesungguhnya engkau yang paling unggul).

 

Comments

comments

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

No More Posts Available.

No more pages to load.