Gayo Highlan tanpa “d”

oleh
Merah Putih di Bur Gayo Takengon. (Kha A Zaghlul)

Catatan: Ismar Ramadhani

daniBERAWAL dari sebuah gambar yang di posting oleh seorang teman di jejaring sosial facebook (Sehat Ayah Aqil). Saya kembali teringat pada sebuah tulisan yang ditempatkan disalah satu gunung (bukit) yang mengintari kota Takengon, di puncak bukit yang dinamai Bor Nie Gayo.

Saya tidak mengingat dan mengetahui informasi pasti, sejak kapan huruf D itu hilang. Namun agaknya sudah lebih dari setahuun atau lebih dari itu

Inisiatif membuat tulisan Gayo Highland sendiri menurut saya merupakan ide yang menarik. Saat melihat tulisan tersebut, semua orang tentu akan teringat pada tulisan yang hampir serupa yaitu Hollywood di kawasan Los Angeles yang legendaris itu.

Tulisan Gayo Highland sendiri, kemungkinan besar dimaksudkan untuk menegaskan Takengon sebagai bagian dari Dataran Tinggi Gayo.

Sehingga ketika pengunjung mendatangi kota dingin ini akan langsung dapat melihat tulisan tersebut pada puncak Bor Ni. Seakan ingin menjadikan tulisan tersebut sebagai Ikon bagi Takengon.

Namun sangat disayangkan bahwa usaha untuk memeprkenalkan diri tersebut sedikit kurang dengan hilangnya huruf D pada tulisan Gayo Highland. Satu huruf memang, namun hal itu dapat mengganggu kenyaman dalam membaca dan memahami. Meski, semua orang akan paham bahwa ada huruf D di ujung kalimat yang hilang entah kemana.

Mari melihat lebih serius pada niatan awal untuk menjadikan tulisan tersebut sebagai ikon. Bukankah akan ada kesan yang tidak baik, bahwa untuk esbuah tulisan saja Gayo mengalami kecolongan atau ketidak sempurnaan. Hilangnya D, dapat menghadirkan banyak interpretasi. Mulai dari ketidak sempurnaan masyarakat Gayo dalam memperkenalkan dirinya. Kecerobohan masyarakat Gayo dalam hal-hal yang sepele namun sangat bermakna.

Seingat saya, 10 tahunan yang lalu  Bor Ni Gayo juga pernah memiliki tulisan yang dihasilkan dari penanaman pohon pinus (saya lupa tulisannya). Namun kemudian terbakar, entah sengaja atau tidak sengaja. Namun setelahnya, saya tidak melihat ada upaya penanaman kembali. Setelah lama berselang dari kejauhan masyarakat dapat melihat tulisan balok yang saya belum mengecek terbuat dari bahan apa. Pun demikian, setidaknya tulisan tersebut sempat mengukuhkan Takengon sebagai dataran tinggi Gayo yang dibahasakan dengan lebih keren menjadi Gayo Highland.

Sadar atau tidak sadar. Hilangnya huruf D, akan mempengaruhi tingkat kepedean urang gayo untuk men-share ikon tersebut atau sekedar mengklarifikasi bagi mereka yang bertanya. Semoga semua mata dapat melihat bahwa ada sesuatu yang hilang dari keinginan masyarakat Gayo untuk mengemas dan menampilkan dirinya. Sebab tentu semua kita tidak ingin D yang hilang itu akan menjadi cermin hal-hal lainnya yang mungkin tidak terlalu baik untuk ditunjukkan pada dunia luar. Semoga akan ada relawan atau pihak-pihak yang berkenan untuk membawa huruf D kepuncak. Sehingga dataran tinggi Gayo itu sempurna ketika diterjemahkan ke dalam bahasa global GAYO HIGHLAND. Semoga.

Ismar Ramadhani adalah Dosen Hubungan International di FISIPOL Unsyiah

Comments

comments

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

No More Posts Available.

No more pages to load.