Jahiliyah, Orang yang tidak Mengamalkan Ilmu

oleh
sumber : internet

Oleh. Drs. Jamhuri Ungel, MA[*]

TIDAK ada perbedaan pendapat dikalangan semua orang tentang kesuri tauladanan Nabi Muhammad SAW. karena dari riwayat-riwayat yang kita ketahui bahwa Nabi Muhammad diutus kedunia ini adalah untuk memperbaiki akhlak manusia. Sesuai dengan hadis beliau “ Innama buistu li utammima makarimal akhlaq” (sesungguhnya aku diutus untuk menyempurnakan akhlaq yang mulia). Hadis ini menjelaskan bahwa manfaat Nabi untuk umat manusia adalah untuk memperbaiki akhlaq.

Ada anggapan dikalangan sebagian orang bahwa keadaan masyarakat pada masa Nabi diutus dalam keadaan jahiliyah, dimana pada saat itu masyarakat hidup dalam kebodohan (tidak mengetahui apa-apa). Tidak bisa membaca, tidak beradab, tidak berbudaya, tidak berprikemanusiaan dan lain-lain yang mengarah kepada ketidak baikan. Itulah yang terbayang dengan makna kebodohan.

Padahal tidaklah semua yang disebutkan itu benar, karena banyak keluarga, sahabat, orang-orang sesuku dan orang yang berlainan suku dengan Nabi punya ilmu pengetahuan yang luas, mereka memiliki nilai seni dan sastra yang tinggi. Sebagai bukti untuk ini kita ketahui bahwa al-Qur’an diturunkan kepada Nabi Muhammad mempunyai nilai santra yang tinggi yang menandinggi sastra-sastra yang dimiliki oleh masyarakat, sehingga karena tingginya sastra yang ada dalam al-Qur’an menjadikan mereka yakin bahwa al-Qur’an itu bukanlah buatan manusia (Nabi Muhammad). Banyak diantara sahabat Nabi ketika datangnya Islam mereka telah mempunyai kemampuan berbahasa Asing malah sampai sepuluh bahasa asing. Hal ini boleh jadi disebabkan karena kebiasaan mereka saat itu adalah berdagang, yang dalam melakukan transaksinya memerlukan kemampuan berkomunikas secara baik.

Untuk itu perlu kita kaji ulang apa yang menjadi opini kebanyakan orang, terlebih masyarakat awam yang memberi arti kata jahiliyah dengan bodoh atau tidak tau apa-apa. Sebenarnya makna jahiliyah bila kita kaitkan dengan maksud hadis “Aku diutus untuk memperbaiki akhlaq yang mulia” di atas adalah keadaan orang-orang yang hidup pada masa diutusnya Nabi Muhammad berprilaku tidak sesuai dengan apa yang mereka ketahui dan mereka berbuat mengikuti kehendak hawa nafsu atau mereka menentang kudrah mereka. Seperti kudrah mereka mengakui bahwa membunuh anak perempuan itu tidak dibenarkan namun karena malu kepada orang lain akhirnya mengharuskan mereka membunuh sebagaimana yang dilakukan oleh Umar Ibn Khattab yang membunuh anak perempuannya sebelum ia memeluk Islam.

Keadaan ekonomi pada masa jahiliyah mempersamakan antara jual beli dengan riba, artinya di dalam jual beli yang dilakukan selalu terdapat adanya unsur riba, karena itu  Allah menurutkan ayat yang menyatakan “ Allah Mengharamkan jual beli dan mengharamkan riba”. Pada masa itu juga derajat sebagian manusia dipersamakan dengan harta yang dimiliki dan dapat diperjual belikan dengan sebutan yang lebih di kenal sebagai sistem perbudakan, Islam datang memperbaiki sistem kehidupan ini dengan cara menjadikan pembebasan budak sebagai denda bagi mereka yang melakukan pelangggaran sehingga lama kelamaan sistem perbudakan menjadi hilang.

Kalau kita melihat keadaan yang terjadi pada masa Nabi dibanding dengan keadaan kita sekarang, maka bisa kita katakan tidak jauh berbeda karena juga banyak orang-orang yang mempunyai ilmu pengetahuan tetapi tidak berbuat sesuai dengan ilmu yang diketahui. Seperti mengambil barang yang bukan haknya menurut pengetahuannya tidak boleh tetapi ia membuat berbagai alasan sehingga seolah apa yang sebenarnya menurut ilmu tidak boleh menjadi boleh, juga ketika diberi kepercayaan oleh negara untuk mengemban amanah untuk menduduki jabatan maka ia menjalankan amanah tesebut sebagai sebuah kesempatan untuk berbuat yang tidak sesuai dengan kehendak nuraninya sendiri sehingga merugikan negara dan orang yang berada di bawah perlindungannya. Padahal sebagaimana disebutkan sebelumnya, ia tau bahwa perbuatan yang dilakukannya bertentangan dengan ilmu pengetahuan yang pelajari.

Dalam keadaan orang-orang yang berbuat tidak sesuai dengan ilmu pengetahuannya inilah Rasulullah diutus dengan mengemban amanah untuk memperbaiki akhlak. Dan kalau kita ingin melihat akhlak Rasul yang menjadi tauladan kita maka memadai dengan ungkapan Aisyah r. a. (isteri Rasulullah) bahwa akhlak Rasulullah adalah al-Qur’an.

 

[*] Dosen pada Fakultas Syari’ah UIN Ar-Raniry Darussalam Banda Aceh


Ikuti channel youtube kami, jangan lupa like and subscribe :

Comments

comments

No More Posts Available.

No more pages to load.