Kehidupan yang Modern

oleh
Drs Jamhuri, M.Ag, Ketua KNA Banda Aceh (foto:tarina)

Oleh. Drs. Jamhuri Ungel, MA[*]

Drs Jamhuri, M.Ag, Ketua KNA Banda Aceh (foto:tarina)
Drs Jamhuri, M.Ag. (foto:tarina)

SUDAH lama kata “modern” terdengar di telinga semua orang dan semua orang juga selalu mengakatakan kata tersebut, tetapi sejak kata itu saya dengar sampai beberapa hari yang lalu saya masih belum mengerti apa yang dimaksudkan oleh kata tersebut. Tetapi setelah membaca beberepa buku saya baru sedikit paham tentang makna kata tersebut.

Ketika saya paham apa arti kata modern tersebut saya teringat dengan kampung , kecamatan dan kabupaten asal saya,  lalu timbul pertanyaan sudahkah daerah dan orang-orang yang ada di sana hidup di zaman modern ? Jawabannya tentu boleh jadi sudah dan boleh jadi belum. Kalaulah sudah tentu pertanyaan belum selesai karena sejauh mana sudah kemodernan itu terjadi. Orang-orang tua dan kebanyakan masyarakat selalu mengidentikkan kata modern dengan ketidak baikan, melanggar atau merubah tradisi yang ada dalam masyarakat, prilaku orang-orang yang bertentangan dengan agama bahkan menurut sebagian orang menganggap modern sebagai sebab rusaknya moral.

Di kampung tempat kelahiran saya masih banyak orang-orang yang bangga dengan banyaknya uang, mereka simpan di bawah kasur, di bawah bantal atau juga di tempat-tempat yang tidak dicurigai oleh orang lain sebagai tempat penyimpanan uang, dalam batas-batas tertentu mereka masih bangga menyimpan dan membawa uang di dompet atau di kantong mereka, mereka tidak mau menyimpan uang di BANK. Mereka semua berkomunikasi tidak lagi harus bertemu dengan orang atau lawan bicara mereka, mereka telah menggunakan alat komunikasi HP, mereka mengundang saudara-saudara mereka ketika mau mengadakan acara pernikahan atau yang lain tidak lagi dengan mengirim utusan (mango) dengan membawa sirih tetapi mereka sudah menganggap memadai undangan undangan melalui telphon dan dengan tidak mengurangi rasa hormat mereka.

Dulu masyarakat selesai bekerja dengan berbagai profesi mereka duduk di tempat-tempat tertentu seperti Menasah, Pos jaga atau di tempat duduk yang disediakan di pinggir jalan dalam kampung, mereka bercerita tentang apa yang mereka lakukan seharian dan paling jauh mereka bercerita apa yang akan mereka kerjakan esok hari, mereka tidak mau bercerita jauh dari lingkungan mereka karena tidak mendapat informasi dari yang jauh. Sehingga apabila ada orang yang baru pulang dari perantauan atau dari berwisata ke tempat lain mereka tidak bosan mendengar walaupun cerita tersebut telah berulang kali diceritakan. Mereka kini masih duduk di tempat tempat yang mereka sediakan untuk beristirahat sepulang kerja baik di pos jaga atau di pinggir jalan tetapi mereka tidak lagi duduk berlama-lama, kalau mereka bercerita sesama mereka tidak lagi takut bercerita jauh dari kehidupan mereka karena mereka sudah melihat apa yang jauh dari mereka melalui televisi atau media lain. Kalaupun ada orang yang pulang dari perantauan mereka tidak lagi meresa kagum terhadap cerita yang di sampaikan, tetapi mereka lebih terkesan kepada sikap yang ditampilkan oleh orang-orang yang pulang dari perantauan.

Tidak mudah mendapatkan informas yang pasti tentang jumlah penduduk dari sebuah daerah, baik untuk kepentingan pengetahuan atau juga untuk kepentingan lain seperti pemilu Legislatif/eksekutif, jangankan untuk mendapatkan data yang akurat setingkat Kabupaten bahkan setingkat kampung saja susah, hal ini disebabkan masih sedikitnya aparat yang mampu menggunakan  tekhnologi. Kepala Kampung tau siapa saja yang menjadi penduduk kampung, ia tau siapa yang sakit, siapa yang ekonominya susah atau siapa yang  senang tetapi kalau ditanya berapa jumlah anggota masyarakat di kampung dia tdak bisa menjawab. Lebih tidak tau lagi ketika ditanya tentang identitas dan hal-hal yang berhubungan dengan administrasi Kampung atau kecamatan dan Kabupaten.

Dari penjelasan di ataslah saya  bisa tau bahwa masyarakat dan daerah yang merupakan asal saya untuk bagian tertentu mereka telah hidup di masa modern tetapi dibagian lain mereka masih hidup dalam masa tradisional. Karena berdasarkan informasi yang ditemukan dari beberapa bacaan bahwa modernisasi itu bermula dari kemajuan ilmu pengetahuan dan kemampuan menggunakan teknnologi. Jadi boleh jadi kampung saya masih tetap bernama kampung tetapi kampung yang ada di zaman modern, dan boleh jadi kota yang kita namakan sebagai kota tapi masih tetap hidup dalam masa tradisional, itu sangat tergantung kepada kecerdasan masyarakat ketika bersinggungan dengan ilmu pengetahuan dan tekhnologi.



[*] Dosen pada Fak. Syari’ah dan Ekonomi Islam UIN Ar-Raniry Banda Aceh.

Comments

comments

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

No More Posts Available.

No more pages to load.