Oleh : Zuliana Ibrahim
Lepas tadabur langit, terik, bukit, Lut Tawar
Loyang sampai Birah Panyang.
Lagi, di siang menuju ashar bumi meminang detak jantung
Dua juli dua ribu tiga belas, Gayo ziarah airmata
Berduyun-duyun kabar terseret dari Perumnas, Mongal sampai Ketol di Bah Serempah.
Sepenggal nafas anak-anak yang terjaga di malamnya
Dengan wajah temaram menyapu separuh langit,
seakan tidur yang pulang bersama mimpi-mimpi sekarat
lidah terus patah dengan doa-doa sakral.
Wajah –wajah itu semakin temaram, dengan baju beraroma tanah.
Pucat bibir buah pir. Tawa-tawa sembunyi di ketiak bunda,
amarah ayah tertanam di bawah runtuhan.
Dua juli dua ribu tiga belas, Gayo ziarah airmata
Anak-anak itu telah kaku kata-kata, mendayung perih di tenda-tenda.
Keluguannya dieja jutaan orang di dunia.
Dalam alif ba ta, seperti menghitung waktu kematian
Dua Juli dua ribu tiga belas
Seketika, di sekitarnya berubah jadi sunyi yang padat
bunyi canang mengendap, aroma racikan cecah tertimbun tanah
Suara adzan mendayung air mata sampai mengepung dada
KOMPAK Gayo, Agustus 2013
Zuliana Ibrahim.
Lahir di Takengon, 13 Juli 1990. Alumni SMA Negeri 1 Takengon, alumnus FKIP Jurusan Bahasa dan Sastra Indonesia, Universitas Muhammadiyah Sumatera Utara. Beberapa karyanya berupa puisi dan cerpen terbit di harian Medan Bisnis, Analisa, Mimbar Umum, Serambi Indonesia, Sinar Harapan, Majalah teropong UMSU dan Majalah LPM Dinamika IAIN. Selain itu, juga terangkum dalam beberapa sejumlah buku antologi. Kini sebagai aktivis seni budaya di Takengon bersama Komunitas Seni Budaya (KSB) Lintas Gayo.
Puisi Dua Juli Dua Ribu Tiga Belas, Gayo Ziarah Air Mata dibacakan saat pementasan Konser Gayo di Hati “Spirit of Gayo” Kandar SA di Dermaga Wisata Takengon, Selasa 13 Agustus 2013.