Pembantaian Bunderan Rab’ah Mesir pun Akhirnya Terkuak

oleh
Kunjungan wisatawan ke Piramid, Mesir, masih ramai ketika negeri itu belum bergolak.
Kunjungan wisatawan ke Piramid, Mesir, masih ramai ketika negeri itu belum bergolak.

Di saat media tanah air ramai-ramai memberitakan sekitar bentrok antara pasukan kemanan Mesir dengan milisi bersenjata dari massa pro legitimasi Mesir, berujung jatuhnya ratusan korban tewas serta ribuan lainnya luka-luka dari kedua belah pihak, akibat terkena peluru tajam dan semburan gas air mata.

Yang mencengangkan adalah, reportase dari seorang wartawan senior harian Independent Inggeris Robert Fisk. Seolah mematahkan semua berita dan spekulasi informasi yang disampaikan oleh semua media tanah air, karena hampir rata-rata mengambil sumber beritanya dari media yang sudah dikontrol oleh Junta Militer Mesir.

Dari Bunderan Rab’ah Al Adawiyah, Robert Fisk menulis reportasenya. Bahwa peristiwa berdarah Sabtu pagi (27/7) adalah Pembantaian oleh Keamanan Mesir, ia melaporkan melihat sendiri korban-korban berserakan di lantai Rumah Sakit Lapangan di Bunderan Rab’ah. Tidak benar jika massa pro legitimasi melakukan perlawanan bersenjata kepada pihak keamanan, buktinya justeru korban tewas dan luka-luka hanya ada di pihak massa pro legitimasi saja.

Laporan wartawan senior harian Independent tersebut, sontak membuat Junta Militer Mesir kalang kabut. Seolah usahanya dalam memblokir semua media dalam negeri Mesir gagal total, sehingga rencana bejatnya yang ingin membersihkan demonstrasi massa pro legitimasi dari berbagai pojok kota Mesir pun terhenti. Hal ini semakin memperparah kinerja pemerintahan transisi baru Mesir, di bawah pimpinan Perdana Menteri Hazem Bablawy.

Dari beberapa analisa media independen dalam dan luar negeri Mesir, dapat disimpulkan, bahwa peristiwa berdarah Sabtu pagi (27/7) adalah pembantaian. Dengan fakta-fakta lapangan; Pertama, Penembakan menggunakan peluru tajam hanya berasal dari satu arah saja, yaitu dari pihak kemanan Mesir. Kedua, pihak keamanan memanfaatkan jasa preman untuk membantai massa pro legitimasi yang tidak bersenjata. Keempat, sasaran tembak hanya diarahkan kepada massa pro legitimasi saja, sedangkan massa pro kudeta selalu mendapat perlindungan dari pihak keamanan. Kelima, helicopter keamanan selalu terbang di atas massa pro kudeta sambil mengabadikannya dalam rekaman video dan membagi-bagikan bendera serta kopun berhadiah lainnya. Sedangkan di massa pro legitimasi, heli keamanan hanya terbang lima kali saja, itupun untuk menyebarkan kertas himbauan dan peringatan kepada massa pro legitimasi. Keenam dan terakhir, hingga saat ini semua petinggi IM sudah dipenjarakan, saluran TV Islami masih diberedel begitu juga semua kantor IM sudah dibakar, dan semua rekening bank pun telah dibekukan.

Kebohongan dan kebejatan yang coba dipertahankan oleh Junta Militer Mesir, justeru semakin membuka aib mereka ke dunia internasional. Di lain sisi, semakin menambah dukungan rakyat Mesir kepada massa pro legitimasi yang tiada kenal lelah dalam memperjuangkan tuntutannya. Hal ini juga memaksa utusan khusus Uni Eropa untuk Urusan Luar Negeri Catherine Ashton, mempercepat jadwal kunjungannya ke Mesir akibat situasi politik yang semakin genting, karena sudah berada di tepi jurang perang saudara. Walaupun Junta Militer bersama semua kualisinya tetap bertahan untuk mempertahankan kekuasaan ilegal mereka, nampaknya hanya waktu saja yang dapat menjawab hasil akhir dari konflik yang tidak berujung di negeri kinanah ini. Apalagi setelah mendengar statemen terakhir Catherine Ashton (30/7) menyangkut konflik Mesir, “Setiap dialog damai Mesir harus melibatkan Dr. Muhammad Mursi di dalamnya”. Salam. (Masykur A. Baddal, Lc. MBA

Comments

comments

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

No More Posts Available.

No more pages to load.