Awan India, Kreator Tulisan “Tajuk Enang-Enang”

oleh
Awan India (bertanda panah merah) saat berada di kepulauan Andaman. (Repro : Kha A Zaghlul)
Awan India di depan rumahnya. (repro : Kha A Zaghlul)
Awan India di depan rumahnya. (repro : Khalisuddin)

BERAWAL dari foto tulisan Tajuk Enang-enang yang diupload di jejaring sosial I Love Gayo saat masih dipercaya sebagai admin sejak beberapa tahun silam, satu lagi sejarah tentang Gayo agak terkuak.

Foto tersebut dikomentari oleh salah seorang member halaman (pages) tersebut, Hikmah Budiman, “tulisan yang di buat oleh Alm. Usman, kakek pedih kami, sayang kurang perawatan”.

Tertarik dan langsung meng-add friend si empu komentar tersebut. Dan mengalirlah untaian kalimat tentang siapa kreator tulisan “Tajuk Enang-Enang” yang berlokasi di satu tikungan tajam dan kerap menjadi momok bagi pengemudi bus atau truk di pertengahan perjalanan Takengon-Bireuen, sekitar 50 kilometer dari Takengon dan sebaliknya dari Bireuen.

Hikmah Budiman kemudian menuturkan siapa kakeknya, Usman Aman Mursal yang ternyata sangat akrab di panggil “Awan India”  di Lorong Bersah kampung Uning Bersah berdampingan dengan Blang Panas, yang merupakan perkampungan pertama ditemui bila menuju arah Redelong dari Simpang Teriti.

Awan India lahir di Uning Bersah pada tahun 1925. Dia anak bungsu dari pasangan Alm. Baramsyah dan Alm Jemala. Saat mudanya dikenal sebagai pemuda yang “behu” (kuat dan pemberani-red). Berjiwa sosial dan hubungan kemasyarakatan yang tinggi serta berdaya juang pantang menyerah.

Tak heran, Awan India yang bujang saat itu merupakan salah satu pemuda yang sangat disegani di kawasan tersebut.

Karena sejumlah kelebihannya itu, penjajahan Jepang merekrut Awan India menjadi tentara pilihan untuk dilatih meliter menghadapi perang Asia melawan Rusia.

Si Usman muda ini akhirnya pergi meninggalkan kedua orang tuanya untuk ikut berperang membela Asia. Sang ayah Awan India, Baramsyah, sangat terpukul sebab perpisahan itu. Dia merasa telah kehilangan putra bungsu dari tiga anaknya.

Saat itu dalam pikiran Baramsyah, siapa saja yang pergi berperang pasti tidak akan kembali lagi hanya mendengar kabar bahwa yang di jemput sudah meninggal.

Awan India merupakan satu dari 33 tentara pilihan dari Aceh yeng dipilih Jepang. Dan Usman adalah satu-satunya berdarah Gayo. Pasukan elit ini dikirim pada tahun 1942 ke beberapa negara untuk berperang melawan Rusia. Namun pada tahun 1945, Jepang mengalami kekalahan setelah kota Nagasaki dan Hirosima di bom oleh sekutu. Jepang menyerah dan Indonesia pun mendapat kemerdekaannya.

Rupanya sebelum pengeboman itu, Awan India dan teman-temannya dari Indonesia akan dimusnahkan oleh tentara Jepang entah untuk dan alasan apa. Kapal yang mereka tumpangi akan dibom saat berlayar di lautan lepas.

Awan India (bertanda panah merah) saat berada di kepulauan Andaman. (Repro : Kha A Zaghlul)
Awan India (bertanda panah merah) saat berada di kepulauan Andaman. (Repro : Khalisuddin)

Sang Penguasa Jagat ternyata berkehendak lain, kapal yang di tumpangi Awan India beserta teman-temannya tidak sempat di bom karena Jepang terlebih dahulu dipaksa menyerah paska pengeboman kota Nagasaki dan Hirosima.

Terombang-ambing di lautan sampai akhirnya kapal Awan India terdampar di kepulauan Andaman dan dari sinilah sejarahnya kenapa Usman Aman Mursal setelah berhasil kembali ke Gayo dipanggil sebagai Awan India.

Selama 5 tahun, Usman beserta teman-temannya hidup berdampingan bersama penduduk setempat, hingga bahasa daerah setempat dikuasai dengan baik.

Waktu terus berjalan, atas kebijakan presiden Soekarno, dilakukan penjemputan orang Indonesia yang terdampar di pulau tersebut. Di Tahun 1950, mereka akhirnya dipulangkan ke daerah asal masing-masing. Tak terkecuali Usman kembali ke Blang Panas Kabupaten Bener Meriah.

Kegagahan dan ketegaran Usman luluh lantak saat tiba di kampung halamannya, sang ayah telah berpulang setelah bertahun-tahun merindukan anak bungsunya kembali dari medan perang dunia kedua.

“Saya tak akan pergi lagi dari sini”, begitu janji Usman saat pertama bersua kepada sang ibunda yang telah menjanda.

Selang beberapa tahun, perang saudara berkecamuk di Indonesia. Pemberontakan DI/TII meletus. Usman muda diajak teman-temannya bergabung bersama Tentara Nasional Indonesia (TNI) untuk menyelamatkan Indonesia dari ancaman kehancuran, namun dia menolaknya. Dia telah berjanji kepada sang ibunda dan lebih memilih membesarkan anak-anaknya dengan sumber pencaharian sebagai tukang bangunan.

Pada tahun 1960-an, Usman mulai mengikuti kegiatan borongan atau istilah sekarang lebih dikenal dengan proyek. Dia bekerja di CV. Sarana yang kesohor milik Syamsuddin asal Kebayakan Aceh Tengah.

Enang-Enang (Ikhwanul_Hakim)
Enang-Enang (Ikhwanul_Hakim)

Usman turut menjadi tukang membangun sejumlah masjid di Gayo, Aceh Tengah dan Bener Meriah. Dia juga turut membuka jalan sampai ke daerah Linge bersama teman-temannya seperti Aman Ries, Aman As dan Aman Ras yang berasal dari Rembele.

Di tahun 1970-an, Usman punya peran penting membangun turap di Timang Gajah Bener Meriah, Tenge Besi dan Enang-Enang.

Jalan tersebut, dasarnya dibangun penjajah Belanda. Dengan menumpangi gerobak di tarik kerbau dari Takengon menuju Bireuen butuh waktu selama 3 hari 2 malam. Satu malam menginap di Timang Gajah, dan 1 malam lagi menginap di Uer Lah, dan sore harinya baru tiba di kota Bireuen.

Kawasan Enang-enang, dulunya masih hutan rimba, banyak hewan-hewan liar yang berkeliaran mulai dari monyet, ular, gajah, harimau dan hewan-hewan buas lainnya.

Butuh keberanian untuk menginap di daerah ini, Usman beserta teman-temannya membuat jamur (pondok:Gayo-red) saat mengerjakan turap jalan dikawasan itu.

Ukiran tulisan “TAJUK ENANG-ENANG dan TENGE BESI” adalah karya seni Usman yang sejarahnya hingga diterbitkannya tulisan ini hanya keluarga dan beberapa rekan Usman saja yang tau.

Begitulah sekelumit kisah Awan India yang saat hidupnya sempat memiliki radio dan kerap mendengarkan siaran berbahasa India dan menceritakannya kepada anggota keluarga serta warga sekitar rumahnya. Di bagian ini, layak kiranya generasi sekarang mencontohnya. Berbagi informasi yang berguna kepada orang lain, guna menambah wawasan.

Tajuk Enang-Enang. (Kha A Zaghlul)
Tajuk Enang-Enang. (Kha A Zaghlul)

Dengan profesi sebagai tukang sebagai tulang punggung ekonomi, keinginan Usman sudah terwujud, delapan anak-anaknya telah berhasil hidup mandiri dan lebih layak dimata warga setempat dan kabupaten Bener Meriah umunya.

Mursal si Awan India yang suka membaca dan mendengar informasi dari radio itu wafat pada tahun 1999 dan dikebumikan di pemakaman umum desa setempat.

“Selamat jalan kakek berkat doamu kami cucu-cucumu Insya Allah akan selalu termotivasi dan senantiasa dalam keberkahan, kesuksesan, serta lindungan sang khalik, amien ya rabbal alamin”. Demikian dituturkan sang cucu Awan India, Hikmah Budiman. (Khalisuddin)

Comments

comments

No More Posts Available.

No more pages to load.